Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia pada tahun 2011 akan terus memperkuat bauran kebijakan moneter yang dikalibrasi berdasarkan penilaian yang menyeluruh terhadap prospek perekonomian dan sistem keuangan.

Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution di Jakarta, Selasa, mengatakan kebijakan tersebut mencakup kebijakan suku bunga BI rate, kebijakan nilai tukar, menjaga kecukupan cadangan devisa, dan kebijakan makroprudensial untuk pengelolaan likuiditas domestik, dan kebijakan makroprudensial terhadap aliran masuk modal asing.

Dijelaskannya, terkait kebijakan suku bunga, keputusan BI Rate senantiasa mempertimbangkan lima faktor utama, yaitu proyeksi inflasi dua tahun ke depan dan konsistensinya dengan sasaran inflasi, proyeksi pertumbuhan ekonomi dua tahun ke depan, proyeksi nilai tukar dan faktor penyebabnya, termasuk aliran modal asing, serta pengaruhnya pada proyeksi inflasi dan pertumbuhan ekonomi, perkembangan suku bunga dan kredit perbankan, serta valuasi aset di sektor keuangan.

Dua faktor pertama, lanjut Darmin, diperlukan untuk menjaga konsistensi BI rate dengan pencapaian sasaran inflasi dengan mempertimbangkan dampaknya pada pertumbuhan ekonomi.

Sementara itu, tiga faktor terakhir diperlukan untuk keseimbangan eksternal, stabilitas moneter dan stabilitas sistem

keuangan, sekaligus untuk penilaian terhadap mekanisme transmisi kebijakan moneter.

Ini berimplikasi bahwa keputusan BI Rate akan dilakukan secara terukur dan diubah dalam kondisi yang tepat dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap kesinambungan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas sistem keuangan.

Sebagai bagian dari bauran kebijakan, respon suku bunga sangat penting untuk lebih mempertegas sinyal atas kebijakan makroprudensial yang telah lebih dahulu ditempuh seperti Giro Wajib Minimum (GWM).

Meredam peningkatan tekanan inflasi di tengah meningkatnya imported inflation akibat melambungnya harga komoditas juga memerlukan pemberian fleksibilitas bagi nilai tukar rupiah untuk menguat, sehingga kenaikkan BI Rate yang terlalu besar dapat dihindari.

Namun, fleksibilitas tersebut juga harus terkendali agar daya saing ekspor tetap terjaga.

"Bauran kebijakan sebagaimana saya uraikan tersebut, hemat saya merupakan solusi yang memadai untuk merespon tantangan yang semakin komplek saat ini dan ke depan," katanya.

Meski demikian, dalam kondisi dimana aliran modal jangka pendek cukup besar, sementara daya serap perekonomian dan pasar keuangan masih terbatas, maka bauran kebijakan tersebut tetap tidaklah cukup.

Untuk mencapai hasil optimal, kebijakan moneter harus dijalankan secara bersinergi dengan kebijakan fiskal, serta ditopang kebijakan lain terutama untuk mengatasi persoalan pasokan dan kebijakan pendalaman pasar keuangan.

"Kebijakan fiskal yang prudent sangat penting untuk menjaga kesinambungan, namun juga perlu disertai dengan pembelanjaan yang efektif dan efisien sehingga akan lebih memperkuat pertumbuhan ekonomi sekaligus membantu mengurangi ekses likuiditas di pasar keuangan," katanya.

Sementara itu, jalinan koordinasi untuk mengatasi persoalan pasokan dan distribusi perlu terus diperkuat, termasuk melalui optimalisasi peran TPI dan TPID.

Demikian pula, langkah konkret dalam rangka pendalaman pasar keuangan tidak kalah penting untukmembantu mengurangi risiko instabilitas yang ditimbulkan oleh arus modal yang volatile.(*)

(D012/A011