Kairo (ANTARA News) - Duta Besar RI untuk Tunisia, Muhammad Ibnu Said memastikan bahwa warga negara Indonesia (WNI) yang tertahan di bandara Tripoli, Libya, sejak Jumat pagi, akan dievakuasi Sabtu malam waktu setempat atau Ahad dini hari WIB.

"Penerbangan Tunisia Air telah mengonfirmasi akan berangkat dari bandara Tunis ke Tripoli pukul 18.30 waktu setempat (Ahad dini hari pukul 00.30 WIB, Red) setelah ditunda selama 24 jam," kata Dubes Ibnu yang dihubungi dari Kairo, Sabtu petang.

Menurut Dubes Ibnu, KBRI Tunis sejak Jumat (25/2) telah siap menyambut WNI dari Libya, namun ternyata tertunda akibat menunggu izin pendaratan pesawat Tunisia Air dari otoritas Libya.

Ditanya apakah situasi di Tunisia saat ini sudah kondusif sehingga berani menerima evakuasi WNI dari Libya, Dubes Ibnu menegaskan, keamanan sudah kondusif, kendati aksi unjuk rasa di negara itu masih berlangsung.

"Unjuk rasa di Tunisia setiap hari dilakukan untuk menuntut perubahan politik, tapi demo berlangsung damai terutama di ibu kota Tunis," katanya.

Letak KBRI Tunis sendiri sangat dekat dengan bandara internasional Tunis yang jarak tempuhnya sekitar 15 menit, katanya.

Disebutkan, KBRI telah menyiapkan penampungan sementara bagi WNI dari Libya, yaitu 80 orang akan ditempatkan di Wisma Duta, 30 orang di KBRI, 20 orang di rumah-rumah staf KBRI dan sisanya di tampung di sebuah penginapan sederhana.

Kloter pertama WNI dari Libya berjumlah 253 orang yang kini berada di bandara Tripoli, dan masih 181 WNI lagi masih menunggu giliran kloter kedua yang belum dijadwalkan.

Ditanya tentang keinginan Ketua Satgas Evakuasi WNI, Nur Hassan Wirajuda agar mahasiswa Indonesia dari Libya tidak akan dipulangkan ke Indonesia, tapi ditampung di Tunis, Dubes Ibnu mengatakan KBRI belum tahu mengenai hal itu.

"KBRI Tunis hanya bertanggung jawab menampung sementara evakuasi WNI dari Libya, tapi mengenai pemulangan atau bertahannya mereka di Tunis, itu wewenang Satgas," ujarnya.

Bulan lalu, KBRI Tunis juga mengevakuasi sejumlah WNI ke Indonesia akibat krisis politik di negara itu yang berujung pada mundurnya Presiden Zine Al Abidin Bin Ali pada 14 Januari setelah 23 tahun berkuasa.(*)

(T.M043/E001)