Jakarta (ANTARA News) - Rantai pasokan bahan makanan di Libya "terancam ambruk", demikian peringatan Program Pangan Dunia PBB (WFP) pada Jumat (25/2), sementara badan bantuan lain bicara tentang kekhawatiran bahwa banyak orang terjebak di dalam negeri itu dalam kondisi yang bertambah buruk.

Komite Palang Merah Internasional (ICRC) menyampaikan permohonan bantuan sebesar enam juta franc Swiss (6,4 juta dolar AS) buat bantuan medis sementara bentrokan mematikan dilaporkan berlangsung terus di Libya barat.

"Keterangan yang kami peroleh menunjukkan situasi kemanusiaan di Libia bertambah parah dari waktu ke waktu," kata Wakil Direktur Operasi ICRC Dominik Stillhart sebagaimana dikutip AFP.

Wanita jurubicara WFP Emilia Casella mengatakan kepada wartawan, "Libya adalah pengimpor makanan dan rantai pasokan pangan terancam ambruk." Sebabnya ialah impor tak sampai ke pelabuhan dan distribusi di seluruh negeri tersebut dilaporkan terhambat oleh kerusuhan.

"Mereka memang memiliki produksi gandum, jelai dan zaitun terbatas, terutama di daerah kecil di sekitar Benghazi, tapi itu tak cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduk," kata wanita jurubicara tersebut.

Meskipun WFP tak mengirim bantuan makanan ke Libya sebelum kerusuhan, satu koridor pasokan dari kota Benghazi di pantai timur-laut Libya melintasi gurun buat 260.000 orang di Chad terhenti setelah kapal dialihkan akibat kerusuhan di Libya.

Casella juga mendapat keterangan mengenai perkiraan kekurangan pangan dari orang yang menyelamatkan diri dari Libya. Mereka mengumandangkan pernyataan orang-orang Libya yang hidup di pengasingan dan berbicara dengan warga di dalam negeri tersebut awal pekan ini.

Sementara itu, kantor Komisaris Tinggi PBB Urusan Pengungsi (UNHCR) menyatakan lembaga tersebut khawatir banyak orang yang ingin pergi, terutama warga Libya, terjebak.

"Kami prihatin bahwa ada banyak orang yang ingin menyelamatkan diri tapi terperangkap," kata wanita jurubicara UNHCR Melissa Fleming, setelah beredar laporan dari pekerja asing yang telah menyelamatkan diri.

Fleming mengatakan ada sangat sedikit pengungsi Libya yang terutama mengungsi ke Tunisia dari beberapa desa di dekat perbatasan.

"Kami mendapat keterangan dari orang yang datang bahwa perjalanan yang mereka lalui mengerikan, mereka diganggu di jalanan, semua barang mereka dirampok, mereka datang cuma mengenakan pakaian di tubuh mereka," ia menjelaskan.

"Orang Libya khususnya dihalangi, terutama jika mereka datang dari pedalaman negeri itu," kata wanita jurubicara tersebut kepada wartawan.

Sebanyak 40.000 sampai 50.000 orang, kebanyakan pekerja pendatang, telah menyelamatkan diri ke Tunisia, Mesir dan Niger, demikian keterangan International Organisation for Migration.

Casella memperingatkan kalau orang dan kendaraan tak bisa bergerak di dalam negeri Libya "maka itu mempengaruhi kemampuan pasokan ke negeri tersebut".

WFP menyusun rencana cadangan untuk mengirim makanan ke dalam wilayah Libya "jika dan ketika kondisi keamanan memungkinkan", tambahnya.

ICRC telah menyatakan organisasi itu berusaha memperoleh izin untuk mengirim tim medis ke dalam negeri tersebut.

"Kami sangat prihatin dengan bertambahnya jumlah orang yang meninggalkan rumah mereka untuk mencari keamanan dan yang berusaha melintasi perbatasan," kata Stillhart.
(*)