Jakarta (ANTARA News) - Suatu ketika, seorang yang masih berusia 30-an diangkat menjadi pemimpin perusahaan yang sudah turun temurun. Si pemimpin baru cemas akan masa depan perusahaan yang didirikan sejak 1761 itu.

Dia bertanya-tanya akankah peralatan elektronik menghabisi riwayat pensil kayu, bisnis yang dimulai oleh moyangnya. Apalagi, saat itu produk andalan mereka yaitu penggaris hitung (slide rule) punah dalam waktu dua tahun sejak hadirnya kalkulator saku. Lebih rumit lagi, dia belum banyak diasah untuk usaha tersebut karena karier yang dijalaninya adalah sebagai karyawan bank.

"Tahun pertama menjabat sangatlah berat, saya jadinya belajar lewat kesulitan-kesulitan," kata Count Anton-Wolfgang von Faber-Castell, 70, saat menceritakan masa awal memimpin Faber-Castell yang berpusat di Stein, Jerman.

Sewaktu dirinya diangkat menjadi nakhoda perusahaan, tahun1978, dia resmi menjadi generasi ke-8 yang memimpin usaha pensil dengan merek dari nama keluarga moyangnya itu.

Count Anton menerima tahta itu dari Ayahnya, Count Roland von Faber-Castell, yang sudah 50 tahun memimpin perusahaan itu. Count Roland juga adalah penerus kepemimpinan dari orang tuanya.

Dalam perbincangannya dengan wartawan di Jakarta baru-baru ini, Count Anton, didampingi saudaranya, Count Andreas, menegaskan bahwa kunci dalam usaha mereka adalah fokus. Kata tersebut, yang berulang kali dia sebut, terbukti mengantarnya melewati masa sulit dengan cepat.

Perusahaannya saat ini merupakan yang terbesar di dunia untuk pembuatan pensil. Omzet mereka juga terus meningkat; 450 juta euro pada tahun lalu dan target selanjutnya adalah 500 juta euro.

Faber-Castell kini memiliki lebih dari 5.000 karyawan dengan 15 fasilitas produksi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, dengan perwakilan agen di 120 negara serta 23 organisasi penjualan di seluruh dunia. Tahun ini adalah 250 tahun berdirinya Faber-Castell.

Count Anton, yang di usianya terlihat cekatan, mengatakan bahwa pada awalnya dia sempat ragu dengan masa depan pensil sebagai usaha komoditi, tapi di sisi lain dia yakin bahwa budaya menulis dengan tangan tak akan punah.

"Kalau dulu saya dengarkan para konsultan soal alat tulis yang pakai komputer atau apalah, pasti sekarang saya sudah bangkrut," kata Count Anton.

Kompetensi dan tradisi ratusan tahun dalam membuat pensil adalah modal yang sangat berharga. Count Anton menetapkan diri bahwa perusahaannya akan tetap pada hal yang selama ini mereka buat; pensil.

Maka, dia memfokuskan diri untuk memantapkan produk dengan cara menghasilkan kualitas terbaik. Implementasi itu dilakukan pada tahun-tahun pertama kepemimpinannya. Penampilan pensil Faber-Castell diperbaiki, termasuk logo yang sudah berumur puluhan tahun.

Produk baru mulai diperkenalkan termasuk pensil dan pena mewah. Mereka juga membuat pensil rias dan menjadi pemasok bagi industri kosmetik.

Istri Count Anton yaitu Countess Mary adalah salah satu petinggi di divisi kosmetik perusahaan itu. Saat mereka menikah tahun 1987, sang istri adalah direktur pemasaran Chanel New York.

Goresan
Kesederhanaan pensil tampaknya jadi keunggulan yang membuatnya tak punah. Benda itu tak perlu catu daya atau sinyal, jadi bisa digunakan kapanpun di manapun tanpa bantuan pendukung dan tak akan "hang".

Pensil juga yang digunakan manusia pertama ke orbit bumi, kosmonot Yuri Gagarin, tahun 1961."Itu karena pensil tetap bisa digunakan dalam keadaan tanpa gravitasi," kata Count Anton.

Ucapannya mengingatkan pada contoh kasus yang banyak digunakan di sekolah manajemen. Amerika Serikat bersusah payah menciptakan pena yang bisa digunakan dalam keadaan tanpa gravitasi sedangkan saingannya, Rusia, cukup menggunakan potlot ke ruang angkasa. Intinya tentang manajemen yang memikirkan masalah dengan rumit padahal ada solusi sederhana.

Pensil juga satu-satunya alat tulis yang memungkinkan penggunanya untuk memperbaiki kesalahan. Batang kayu berisi campuran grafit itu juga berbahan alam sehingga ramah lingkungan dan awet hingga ratusan tahun. Jangan lupa, harganya paling murah dibandingkan alat tulis lain.

"PC dan laptop makin banyak dipakai, tapi hingga puluhan tahun ke depan orang akan tetap menulis, menggambar, mewarnai dengan tangan. Di bidang pensil, kamilah yang paling berpengalaman," katanya.

Tahun 80-an adalah proses belajar bagi Count Anton. Dia juga mengaku tidak luput dari kekeliruan. Beberapa tahun lalu, dia bercerita bahwa dahulu dia yakin manajer bisa "dicomot" dari semua perusahaan multinasional. Terbukti keyakinannya keliru karena orang tersebut hanya bisa membolak-balik buku teori manajemen.

Dia juga pernah menyerahkan produksi ke suatu mitra. "Desainnya bagus, tapi mereka tak berpengalaman sehingga ada masalah di kualitas," kata Count Anton.

Dari 10 bersaudara, hanya dia dan salah satu adiknya, Count Andreas von Faber-Castell yang meneruskan bisnis turun temurun itu. Andreas mengepalai wilayah Australia. "Sebelumnya saya di perusahaan lain, tak di perusahaan keluarga," kata Count Andreas.

Soal perusahaan keluarga, Count Anton mengatakan "anda tak bisa mengambil manajer dari luar keluarga. Mereka tak akan mengindentifikasi diri dengan keluarga (pemilik), jadi tak akan mengerti tentang nilai-nilai keluarga," katanya.

Manajer dari luar keluarga, lanjut dia, hanya akan berpikir mengejar untung jangka pendek bagi perusahaan dan dirin sendiri. "Anggota keluarga punya tujuan jangka panjang untuk perusahaan maupun karyawan, punya jiwa kepada perusahaan, manajer yang bukan keluarga tidak akan begitu," kata Anton.

"Orang yang mengelola haruslah yang cinta perusahaan ini, dan yang bisa begitu hanya anggota keluarga. Ada jiwa untuk 'fight'. Itulah hal mewah dari bisnis keluarga, " timpal Count Andreas.

Mereka pun belum tahu siapa penerus perusahaan namun yang pasti sosok itu akan muncul secara jelas lewat seleksi dan kriteria.

Ketika ditanya akankah perusahaannya membuat produk elektronik untuk mengikuti era digital, Count Anton menjawab cepat: "Tidak".

Lalu, dia melanjutkan, "Kami tetap dengan kompetensi yang kami punya. Untuk pensil memang tidak banyak lagi loncatan yang bisa dilakukan, tapi selalu ada tempat untuk meningkatkan kualitas."

Anton juga mengemukakan dirinya belum lama ini dia berbincang dengan petinggi dari suatu perusahaan mainan ternama dunia. "Mereka sedang kesulitan karena masuk ke bisnis yang bukan kompetensinya."

Dia mengemukakan bahwa untuk langgeng, langkah yang diambil adalah sedikit demi sedikit sehingga dapat memastikan semuanya berjalan ke arah yang benar. Mungkin, di sini kita kenal cara itu dengan semboyan "pelan tapi pasti."

Satu nasehat dia berikan berdasarkan pengalaman : "Dalam bisnis anda tak boleh keliru. Kalau anda melangkah, berani ambil risiko dan mampu melewati, hasilnya akan setara dengan usaha keras anda. Jajal kemampuanmu jika ingin sukses."
(A038/A038/ART)