Indonesia berhasil cegah karhutla dua tahun berturut-turut
22 Oktober 2021 22:43 WIB
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dalam pertemuan COP-16 ASEAN Agreement On Transboundary Haze Pollution (AATHP) yang digelar virtual di Jakarta, Jumat (22/10/2021). ANTARA/HO-KLHK.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menyatakan kerja keras semua pihak dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di seluruh wilayah membuat Indonesia berhasil memastikan tidak terjadi "duet" bencana kebakaran besar yang menyebabkan kabut asap di tengah-tengah gelombang pandemi COVID-19.
“Banyak pihak memprediksi tentang bencana ganda di Indonesia pada Tahun 2020 dan 2021. Kita sangat bersyukur, doa dan kerja keras kita dikabulkan oleh Tuhan. Fakta yang terjadi justru sebaliknya, Indonesia bebas asap karhutla selama dua tahun global pandemi,” kata Siti Nurbaya menjelaskan di Jakarta, Jumat.
Ia menyampaikan hal itu pada pertemuan COP-16 ASEAN Agreement On Transboundary Haze Pollution (AATHP) yang digelar virtual di Jakarta. Tahun ini, Indonesia berperan sebagai tuan rumah forum yang diikuti menteri lingkungan hidup se-ASEAN.
Lebih lanjut, Siti menjelaskan, berdasarkan data dan tren yang didapatkan dari pengecekan lapangan dan pemantauan satelit selama hampir 10 bulan terakhir serta prediksi hingga akhir bulan ini, Indonesia telah dapat memastikan bebas dari "duet" bencana tahun ini.
“Ini artinya, tidak ada kebakaran kabut besar yang menyebabkan kabut asap di Indonesia selama dua tahun pandemi melanda dunia. Hal ini juga mematahkan banyak prediksi yang mengatakan bahwa Indonesia akan mengalami 'duet' bencana pada tahun lalu dan tahun ini,” ujar dia.
Jika mengacu data monitoring titik panas dari satelit Terra/Aqua LAPAN sejak Tanggal 1 Januari 2021 sampai dengan Tanggal 20 Oktober 2021 Pukul 07.00 WIB dengan tingkat keyakinan (confidence level lebih besar sama dengan 80 persen), tercatat jumlah titik panas sebanyak 1.296 titik, sedangkan periode yang sama di Tahun 2020 tercatat 2.665 titik panas. Artinya terjadi penurunan jumlah titik panas sebanyak 1.369 titik atau turun 51,37 persen.
Hingga akhir Bulan Oktober, terutama di Sumatera dan Kalimantan, yang merupakan titik utama penerapan solusi permanen dalam pencegahan karhutla, menunjukkan secara umum berada dalam kondisi basah. Meskipun begitu, semua elemen dan sumber daya di lapangan terus tetap siaga.
Dalam forum tersebut, Siti kembali menegaskan salah satu syarat utama untuk mencapai tujuan AATHP, yaitu fokus pada pencegahan. Melalui AATHP, Indonesia telah meningkatkan upayanya dalam pencegahan karhutla melalui serangkaian pedoman, kerja sama, peningkatan kapasitas dan upaya lainnya.
Ia berbagi komitmen Indonesia untuk mencegah karhutla melalui serangkaian kebijakan, tindakan korektif dan aksi di lapangan, yaitu pengelolaan ekosistem gambut, peringatan dini dan deteksi dini, patroli terpadu, pelibatan masyarakat (Masyarakat Peduli Api), modifikasi cuaca, pemadaman udara dan penegakan hukum.
Dalam pandangan yang lebih luas, upaya Indonesia dalam AATHP juga berkontribusi pada pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK). Terkait dengan masalah ini, ia menginformasikan inisiatif baru Indonesia yang sejalan dengan AATHP yang disebut FoLU Net Sink 2030.
Dokumen tersebut akan digunakan sebagai pedoman untuk mempercepat pengurangan emisi gas rumah kaca dari sektor hutan dan lahan yang mencakup lahan emisi GRK dan atau kebakaran hutan.
Pada akhir pertemuan, para delegasi sepakat untuk memperkuat kewaspadaan, mengutamakan langkah-langkah pencegahan dan melakukan pemadaman kebakaran segera untuk mengurangi karhutla dan meminimalkan terjadinya kabut lintas batas selama periode cuaca kering. Kemudian, strategi pengelolaan lahan gambut berkelanjutan akan terus ditingkatkan dalam mengatasi salah satu akar penyebab polusi asap lintas batas.
Pertemuan juga mencatat kemajuan dalam finalisasi pembentukan ASEAN Coordinating Centre for Transboundary Haze Pollution Control (ACC THPC) di Indonesia. Pembentukan dan operasionalisasi ACC THPC ini dapat memperkuat implementasi yang lebih cepat dan efektif dari semua aspek Perjanjian Bebas Kabut Asap.
Terakhir, para delegasi yang hadir sepakat untuk mempertimbangkan indikator bersama untuk 20 persen pengurangan titik panas ASEAN untuk tahun 2022 dan peta jalan bebas kabut asap yang baru.
“Banyak pihak memprediksi tentang bencana ganda di Indonesia pada Tahun 2020 dan 2021. Kita sangat bersyukur, doa dan kerja keras kita dikabulkan oleh Tuhan. Fakta yang terjadi justru sebaliknya, Indonesia bebas asap karhutla selama dua tahun global pandemi,” kata Siti Nurbaya menjelaskan di Jakarta, Jumat.
Ia menyampaikan hal itu pada pertemuan COP-16 ASEAN Agreement On Transboundary Haze Pollution (AATHP) yang digelar virtual di Jakarta. Tahun ini, Indonesia berperan sebagai tuan rumah forum yang diikuti menteri lingkungan hidup se-ASEAN.
Lebih lanjut, Siti menjelaskan, berdasarkan data dan tren yang didapatkan dari pengecekan lapangan dan pemantauan satelit selama hampir 10 bulan terakhir serta prediksi hingga akhir bulan ini, Indonesia telah dapat memastikan bebas dari "duet" bencana tahun ini.
“Ini artinya, tidak ada kebakaran kabut besar yang menyebabkan kabut asap di Indonesia selama dua tahun pandemi melanda dunia. Hal ini juga mematahkan banyak prediksi yang mengatakan bahwa Indonesia akan mengalami 'duet' bencana pada tahun lalu dan tahun ini,” ujar dia.
Jika mengacu data monitoring titik panas dari satelit Terra/Aqua LAPAN sejak Tanggal 1 Januari 2021 sampai dengan Tanggal 20 Oktober 2021 Pukul 07.00 WIB dengan tingkat keyakinan (confidence level lebih besar sama dengan 80 persen), tercatat jumlah titik panas sebanyak 1.296 titik, sedangkan periode yang sama di Tahun 2020 tercatat 2.665 titik panas. Artinya terjadi penurunan jumlah titik panas sebanyak 1.369 titik atau turun 51,37 persen.
Hingga akhir Bulan Oktober, terutama di Sumatera dan Kalimantan, yang merupakan titik utama penerapan solusi permanen dalam pencegahan karhutla, menunjukkan secara umum berada dalam kondisi basah. Meskipun begitu, semua elemen dan sumber daya di lapangan terus tetap siaga.
Dalam forum tersebut, Siti kembali menegaskan salah satu syarat utama untuk mencapai tujuan AATHP, yaitu fokus pada pencegahan. Melalui AATHP, Indonesia telah meningkatkan upayanya dalam pencegahan karhutla melalui serangkaian pedoman, kerja sama, peningkatan kapasitas dan upaya lainnya.
Ia berbagi komitmen Indonesia untuk mencegah karhutla melalui serangkaian kebijakan, tindakan korektif dan aksi di lapangan, yaitu pengelolaan ekosistem gambut, peringatan dini dan deteksi dini, patroli terpadu, pelibatan masyarakat (Masyarakat Peduli Api), modifikasi cuaca, pemadaman udara dan penegakan hukum.
Dalam pandangan yang lebih luas, upaya Indonesia dalam AATHP juga berkontribusi pada pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK). Terkait dengan masalah ini, ia menginformasikan inisiatif baru Indonesia yang sejalan dengan AATHP yang disebut FoLU Net Sink 2030.
Dokumen tersebut akan digunakan sebagai pedoman untuk mempercepat pengurangan emisi gas rumah kaca dari sektor hutan dan lahan yang mencakup lahan emisi GRK dan atau kebakaran hutan.
Pada akhir pertemuan, para delegasi sepakat untuk memperkuat kewaspadaan, mengutamakan langkah-langkah pencegahan dan melakukan pemadaman kebakaran segera untuk mengurangi karhutla dan meminimalkan terjadinya kabut lintas batas selama periode cuaca kering. Kemudian, strategi pengelolaan lahan gambut berkelanjutan akan terus ditingkatkan dalam mengatasi salah satu akar penyebab polusi asap lintas batas.
Pertemuan juga mencatat kemajuan dalam finalisasi pembentukan ASEAN Coordinating Centre for Transboundary Haze Pollution Control (ACC THPC) di Indonesia. Pembentukan dan operasionalisasi ACC THPC ini dapat memperkuat implementasi yang lebih cepat dan efektif dari semua aspek Perjanjian Bebas Kabut Asap.
Terakhir, para delegasi yang hadir sepakat untuk mempertimbangkan indikator bersama untuk 20 persen pengurangan titik panas ASEAN untuk tahun 2022 dan peta jalan bebas kabut asap yang baru.
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021
Tags: