Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko mengatakan pihaknya akan menggandeng konsorsium swasta untuk membangun bandar antariksa Indonesia.

"Kami akan bermitra dengan konsorsium swasta. Bandara ini nantinya bukan sekadar fasilitas negara untuk riset, tetapi juga untuk bisnis peluncuran satelit,” kata Handoko, dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Jakarta, Jumat.

Dia menuturkan kesiapan lahan dan investor menjadi dua syarat pembangunan bandar antariksa dapat dimulai. Ia juga meninjau calon lokasi bandar antariksa di Desa Saukobye, Biak Utara, Papua.

"Jika kedua syarat tersebut sudah jelas, BRIN akan memulai pembangunan," ujar Kepala BRIN.

Handoko mengatakan urgensi pembangunan bandar antariksa di Indonesia tidak terlepas dengan akan adanya kebutuhan terkait pengembangan teknologi keantariksaan nasional karena luasnya wilayah Indonesia yang terdiri atas banyak pulau.

Di sisi lain, katanya, Indonesia mempunyai pangsa pasar yang besar terkait keantariksaan dan pembangunan bandar antariksa tersebut sebagai upaya menciptakan nilai ekonomi dari kegiatan keantariksaan yang khususnya terkait peluncuran roket.

Menurut Kepala BRIN, keunggulan geografis Indonesia yang terletak di khatulistiwa, menjadikan Indonesia cocok menjadi pusat peluncuran satelit.

Indonesia berharap memiliki kemandirian dalam meluncurkan satelit untuk komunikasi, surveilans, mitigasi perubahan iklim dan mitigasi bencana.

Kepala Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa Erna Sri Adiningsih mengatakan pihaknya sudah melakukan studi feasibilitas pada lahan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan di Biak.

Kandidat utama lokasi yang dipilih berdasarkan beberapa aspek hasil kajian adalah Pulau Morotai dan Pulau Biak. Naskah urgensi pengembangan sudah diselesaikan sejak 2019.

Erna menuturkan lokasi Biak diketahui sudah sesuai dalam hal teknis dan lingkungan secara fisik, namun untuk luasannya harus diperluas karena belum memenuhi persyaratan minimum 1.000 hektare untuk kebutuhan yang lebih besar.

Selain itu, Erna mengatakan ada aspek sosial budaya yang harus dipikirkan secara serius.

"Stasiun bumi di Biak sudah ada sejak lama sebelum BRIN terbentuk. Posisinya berbeda dengan lokasi yang diisukan akan dibangun bandara roket pengorbit satelit,” ujar Erna.

Selain meninjau calon lokasi bandar antariksa, Kepala BRIN juga mengunjungi Balai Kendali Satelit, Pengamatan Antariksa dan Atmosfer, dan Penginderaan Jauh Biak.

Handoko mengunjungi sejumlah fasilitas riset yang ada, seperti stasiun kerja sama LAPAN-ISRO Biak dan proyek pembangunan Gedung Fasilitas Stasiun Bumi Pengendali dan Penerima Data Satelit atau proyek antena SBSN yang masih dalam tahap pembangunan.