Wamenkeu: Pemerintah siapkan skema penggantian PLTU batu bara
21 Oktober 2021 16:48 WIB
Tangkapan layar Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam sebuah webinar di Jakarta, Kamis (21/10/2021). ANTARA/Sanya Dinda
Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan bahwa pemerintah tengah menyiapkan skema energy transition mechanism (ETM) untuk mengganti pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara menjadi pembangkit listrik yang hijau atau ramah lingkungan.
"Kita memerlukan uang untuk mengompensasi penggantian pembangkit yang ada dan kita juga butuh uang untuk pembangkit baru yang termasuk energi baru terbarukan (EBT). Dua prinsip ini adalah prinsip dasar yang kita sebut energy transition mechanism," kata Suahasil dalam sebuah webinar yang dipantau di Jakarta, Kamis.
Dalam skema tersebut, menurut Suahasil, pemerintah bisa meminta PLTU berbasis batu bara untuk pensiun dini dengan tetap menghormati kontrak-kontrak yang telah dibuat antara PLTU dan PT PLN (Persero) yang biasanya berjangka waktu panjang.
Menurutnya, pemerintah akan memberikan kompensasi atas aktivitas PLTU berbasis batu bara yang diminta berhenti tersebut. Setelah itu, pemerintah baru lah membangun pembangkit listrik yang termasuk EBT.
"Hal itu dilakukan karena kita harus menjaga iklim investasi di Indonesia. Karena kontrak-kontrak PLTU berbasis batu bara dengan PLN sangat berkaitan dengan iklim investasi Indonesia yang harus kita jaga," ucapnya.
Menurutnya, pemerintah akan menggunakan blended finance atau pembiayaan campuran untuk mengompensasi PLTU berbasis batu bara yang pensiun dini dan membangun pembangkit listrik EBT.
"Kita mesti mendesain berapa yang ditanggung oleh APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara) dan berapa dana dari internasional," katanya.
Menurut Suahasil, penggunaan EBT bukan lagi pilihan, melainkan menjadi keharusan ke depannya. Emisi karbon Indonesia pun ditargetkan mencapai nol pada 2060 mendatang atau lebih cepat lagi.
Namun, pemerintah perlu berhati-hati saat beralih kepada EBT agar tidak merugikan pihak-pihak tertentu.
"Kalau kita mengatakan pembangkit listrik berbasis batu bara dilakukan early retirement, jadi dihentikan lebih cepat dengan kontraknya yang ada, maka harus ada kompensasi," ucapnya.
Baca juga: Indonesia tidak lagi menerima usulan proyek baru pembangunan PLTU
Baca juga: PLN siap sambut lonjakan konsumsi listrik pasca pandemi
Baca juga: Menteri ESDM paparkan lima prinsip utama capai nol emisi karbon
"Kita memerlukan uang untuk mengompensasi penggantian pembangkit yang ada dan kita juga butuh uang untuk pembangkit baru yang termasuk energi baru terbarukan (EBT). Dua prinsip ini adalah prinsip dasar yang kita sebut energy transition mechanism," kata Suahasil dalam sebuah webinar yang dipantau di Jakarta, Kamis.
Dalam skema tersebut, menurut Suahasil, pemerintah bisa meminta PLTU berbasis batu bara untuk pensiun dini dengan tetap menghormati kontrak-kontrak yang telah dibuat antara PLTU dan PT PLN (Persero) yang biasanya berjangka waktu panjang.
Menurutnya, pemerintah akan memberikan kompensasi atas aktivitas PLTU berbasis batu bara yang diminta berhenti tersebut. Setelah itu, pemerintah baru lah membangun pembangkit listrik yang termasuk EBT.
"Hal itu dilakukan karena kita harus menjaga iklim investasi di Indonesia. Karena kontrak-kontrak PLTU berbasis batu bara dengan PLN sangat berkaitan dengan iklim investasi Indonesia yang harus kita jaga," ucapnya.
Menurutnya, pemerintah akan menggunakan blended finance atau pembiayaan campuran untuk mengompensasi PLTU berbasis batu bara yang pensiun dini dan membangun pembangkit listrik EBT.
"Kita mesti mendesain berapa yang ditanggung oleh APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara) dan berapa dana dari internasional," katanya.
Menurut Suahasil, penggunaan EBT bukan lagi pilihan, melainkan menjadi keharusan ke depannya. Emisi karbon Indonesia pun ditargetkan mencapai nol pada 2060 mendatang atau lebih cepat lagi.
Namun, pemerintah perlu berhati-hati saat beralih kepada EBT agar tidak merugikan pihak-pihak tertentu.
"Kalau kita mengatakan pembangkit listrik berbasis batu bara dilakukan early retirement, jadi dihentikan lebih cepat dengan kontraknya yang ada, maka harus ada kompensasi," ucapnya.
Baca juga: Indonesia tidak lagi menerima usulan proyek baru pembangunan PLTU
Baca juga: PLN siap sambut lonjakan konsumsi listrik pasca pandemi
Baca juga: Menteri ESDM paparkan lima prinsip utama capai nol emisi karbon
Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021
Tags: