Koalisi Bentang Seblat tolak penambangan batu bara di habitat gajah
21 Oktober 2021 16:01 WIB
Anggota Koalisi Selamatkan Bentang Seblat mendesak pemerintah menghentikan proses AMDAL PT Inmas Abadi yang berencana mengeruk tambang di habitat gajah Sumatera di Bengkulu. ANTARA/Helti Marini Sipayung/am.
Bengkulu (ANTARA) - Koalisi Selamatkan Bentang Alam Seblat yang merupakan gabungan dari aktivis mahasiswa, lingkungan dan pegiat konservasi dan pariwisata di Provinsi Bengkulu menolak rencana penambangan batu bara PT Inmas Abadi di wilayah Kecamatan Marga Sakti Seblat, Kabupaten Bengkulu Utara.
Alasannya karena dikhawatirkan menghancurkan habitat satwa langka dilindungi gajah Sumatera dan mengganggu fungsi Sungai Seblat sebagai penyedia air bersih bagi belasan desa.
Koordinator Koalisi Selamatkan Bentang Alam Seblat, Sofian Ramadhan mengatakan bahwa sejak izin operasi produksi untuk perusahaan itu terbit pada 2017, anggota koalisi telah bersurat ke Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya untuk menjaga kelestarian Bentang Seblat.
"Sejak awal izin produksi untuk PT Inmas Abadi sudah bermasalah dan pada 2018 kami sudah layangkan protes dan mendesak pecabutan izin produksi bernomor I.315.DESDM Tahun 2017," kata Sofian kepada jurnalis di Bengkulu, Kamis.
Ia mengatakan, permasalahan yang dimaksud adalah izin yang diberikan pemerintah kepada PT Inmas Abadi seluas 4.051 hektare terbagi menjadi 735 ha berada di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Seblat, 1.915 ha berada di Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis register 69 dan seluas 540 ha tumpang tindih dengan Hutan Produksi Konversi (HPK).
Baca juga: Aktivis LH: UU Minerba ancam habitat gajah Sumatera di Bengkulu
Selanjutnya kata Sofian pada 14 Oktober 2021 sebuah pengumuman tentang rencana penyusunan dokumen AMDAL PT Inmas Abadi muncul di koran lokal dan dalam pengumuman itu masyarakat diberikan waktu 10 hari untuk menyampaikan masukan, respon dan sanggahan.
"Tahun 2018 Koalisi Selamatkan Bentang Alam Seblat telah membuat petisi penolakan tambang batu bara PT Inmas Abadi di Seblat yang telah ditandatangani hampir 6.000 orang dan petisi dalam berbahasa Inggris yang sudah ditandatangani lebih 300 ribu orang dan sampai hari ini juga penolakan itu kembali kami tegaskan," ujarnya.
Ia menjelaskan, wilayah yang membentang dari TWA Seblat hingga Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) ini juga adalah potret sempurna keanekaragaman hayati hutan Sumatera termasuk harimau dan gajah Sumatera yang saat ini berstatus kritis (Critically Endangered). Di wilayah Bengkulu, bentang Seblat adalah rumah terakhir bagi gajah Sumatera tersisa," ujarnya.
Baca juga: Tambang batu bara ancam habitat gajah Sumatera di Bengkulu
Pelaku industri wisata, Krishna Gamawan yang juga tergabung dalam Koalisi Selamatkan Bentang Alam Seblat mengatakan bahwa Alesha Wisata bersama dengan rekan-rekan lintas asosiasi pariwisata di Provinsi Bengkulu telah berkomitmen dan menandatangani nota kesepakatan (MoU) dengan desa di sekitar Bentang Seblat Bengkulu Utara.
"Kami meminta Menteri Siti Nurbaya untuk tidak memberikan rekomendasi AMDAL PT Inmas Abadi karena kerusakan yang ditimbulkan terlalu besar dan tidak bisa dikembalikan," kata Krishna.
Hal ini juga membuat koalisi menggalang dukungan dari masyarakat luas untuk bersama-sama mendesak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) untuk tidak membahas dokumen AMDAL PT Inmas Abadi.
"Ada lebih 50 lembaga yang ikut meminta menteri LHK untuk tidak merekomendasikan AMDAL PT Inmas Abadi dan akan terus bertambah," tuturnya.
Koordinator Elephant Care Comunity (ECC) Seblat Desa Suka Baru, Anang Widiatmoko menambahkan sebagian besar warga desa di wilayah itu bermata pencaharian sebagai petani dan pekebun. Area pertanian dan perkebunan warga, sebagian besar berada di hilir Sungai Seblat, yang memiliki ketergantungan sumber air dari sungai tersebut.
"Banjir bandang yang diakibatkan oleh meluapnya Sungai Seblat pada tahun 2016 lalu, telah mengakibatkan kerugian material yang tidak sedikit dirasakan oleh warga Suka Baru, terutama akibat dari gagal panen yang disebabkan banjir bandang tersebut. Peristiwa ini tentu saja menjadi alarm bagi kita semua bahwa akibat kerusakan ekologis akan berbalik dalam wujud bencana," kata Anang.
Sementara itu, Manager Kampanye Energi Kanopi Hijau Indonesia, Olan Sahayu mengatakan berkaca dari wilayah bekas areal penambangan di wilayah lain di Bengkulu, yang tersisa hanyalah kerusakan dan membuat wilayah tersebut semakin rentan bencana, terutama banjir seperti yang saat ini terjadi di wilayah Bengkulu Tengah.
Menurutnya, belum ada praktik pertambangan yang mampu mengantisipasi dampak buruk seperti yang mereka sebutkan sendiri di dalam pengumuman itu, bahkan yang akan terjadi adalah pencemaran terhadap Sungai Seblat dan meningkatnya risiko bencana banjir.
"Ingat pada tahun 2016, Sungai Seblat dilanda banjir bandang yang membuat rumah terendam, puluhan ternak hanyut, bahkan jalan nasional terputus total," kata Olan.
Bila PT Inmas Abadi diizinkan beroperasi di Bentang Seblat, maka potensi banjir yang lebih parah akan menghantui wilayah penambangan di lima desa di kawasan Bentang Alam Seblat yakni Desa Sukabaru, Sukamerindu, Sukamaju, Air Putih dan Sukamakmur.
Baca juga: Aksi prihatin atas ancaman kepunahan gajah warnai Hari Satwa Sedunia
Alasannya karena dikhawatirkan menghancurkan habitat satwa langka dilindungi gajah Sumatera dan mengganggu fungsi Sungai Seblat sebagai penyedia air bersih bagi belasan desa.
Koordinator Koalisi Selamatkan Bentang Alam Seblat, Sofian Ramadhan mengatakan bahwa sejak izin operasi produksi untuk perusahaan itu terbit pada 2017, anggota koalisi telah bersurat ke Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya untuk menjaga kelestarian Bentang Seblat.
"Sejak awal izin produksi untuk PT Inmas Abadi sudah bermasalah dan pada 2018 kami sudah layangkan protes dan mendesak pecabutan izin produksi bernomor I.315.DESDM Tahun 2017," kata Sofian kepada jurnalis di Bengkulu, Kamis.
Ia mengatakan, permasalahan yang dimaksud adalah izin yang diberikan pemerintah kepada PT Inmas Abadi seluas 4.051 hektare terbagi menjadi 735 ha berada di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Seblat, 1.915 ha berada di Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis register 69 dan seluas 540 ha tumpang tindih dengan Hutan Produksi Konversi (HPK).
Baca juga: Aktivis LH: UU Minerba ancam habitat gajah Sumatera di Bengkulu
Selanjutnya kata Sofian pada 14 Oktober 2021 sebuah pengumuman tentang rencana penyusunan dokumen AMDAL PT Inmas Abadi muncul di koran lokal dan dalam pengumuman itu masyarakat diberikan waktu 10 hari untuk menyampaikan masukan, respon dan sanggahan.
"Tahun 2018 Koalisi Selamatkan Bentang Alam Seblat telah membuat petisi penolakan tambang batu bara PT Inmas Abadi di Seblat yang telah ditandatangani hampir 6.000 orang dan petisi dalam berbahasa Inggris yang sudah ditandatangani lebih 300 ribu orang dan sampai hari ini juga penolakan itu kembali kami tegaskan," ujarnya.
Ia menjelaskan, wilayah yang membentang dari TWA Seblat hingga Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) ini juga adalah potret sempurna keanekaragaman hayati hutan Sumatera termasuk harimau dan gajah Sumatera yang saat ini berstatus kritis (Critically Endangered). Di wilayah Bengkulu, bentang Seblat adalah rumah terakhir bagi gajah Sumatera tersisa," ujarnya.
Baca juga: Tambang batu bara ancam habitat gajah Sumatera di Bengkulu
Pelaku industri wisata, Krishna Gamawan yang juga tergabung dalam Koalisi Selamatkan Bentang Alam Seblat mengatakan bahwa Alesha Wisata bersama dengan rekan-rekan lintas asosiasi pariwisata di Provinsi Bengkulu telah berkomitmen dan menandatangani nota kesepakatan (MoU) dengan desa di sekitar Bentang Seblat Bengkulu Utara.
"Kami meminta Menteri Siti Nurbaya untuk tidak memberikan rekomendasi AMDAL PT Inmas Abadi karena kerusakan yang ditimbulkan terlalu besar dan tidak bisa dikembalikan," kata Krishna.
Hal ini juga membuat koalisi menggalang dukungan dari masyarakat luas untuk bersama-sama mendesak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) untuk tidak membahas dokumen AMDAL PT Inmas Abadi.
"Ada lebih 50 lembaga yang ikut meminta menteri LHK untuk tidak merekomendasikan AMDAL PT Inmas Abadi dan akan terus bertambah," tuturnya.
Koordinator Elephant Care Comunity (ECC) Seblat Desa Suka Baru, Anang Widiatmoko menambahkan sebagian besar warga desa di wilayah itu bermata pencaharian sebagai petani dan pekebun. Area pertanian dan perkebunan warga, sebagian besar berada di hilir Sungai Seblat, yang memiliki ketergantungan sumber air dari sungai tersebut.
"Banjir bandang yang diakibatkan oleh meluapnya Sungai Seblat pada tahun 2016 lalu, telah mengakibatkan kerugian material yang tidak sedikit dirasakan oleh warga Suka Baru, terutama akibat dari gagal panen yang disebabkan banjir bandang tersebut. Peristiwa ini tentu saja menjadi alarm bagi kita semua bahwa akibat kerusakan ekologis akan berbalik dalam wujud bencana," kata Anang.
Sementara itu, Manager Kampanye Energi Kanopi Hijau Indonesia, Olan Sahayu mengatakan berkaca dari wilayah bekas areal penambangan di wilayah lain di Bengkulu, yang tersisa hanyalah kerusakan dan membuat wilayah tersebut semakin rentan bencana, terutama banjir seperti yang saat ini terjadi di wilayah Bengkulu Tengah.
Menurutnya, belum ada praktik pertambangan yang mampu mengantisipasi dampak buruk seperti yang mereka sebutkan sendiri di dalam pengumuman itu, bahkan yang akan terjadi adalah pencemaran terhadap Sungai Seblat dan meningkatnya risiko bencana banjir.
"Ingat pada tahun 2016, Sungai Seblat dilanda banjir bandang yang membuat rumah terendam, puluhan ternak hanyut, bahkan jalan nasional terputus total," kata Olan.
Bila PT Inmas Abadi diizinkan beroperasi di Bentang Seblat, maka potensi banjir yang lebih parah akan menghantui wilayah penambangan di lima desa di kawasan Bentang Alam Seblat yakni Desa Sukabaru, Sukamerindu, Sukamaju, Air Putih dan Sukamakmur.
Baca juga: Aksi prihatin atas ancaman kepunahan gajah warnai Hari Satwa Sedunia
Pewarta: Helti Marini S
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021
Tags: