Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Agus Martowardojo menjelaskan pertemuan G20 pada 17 hingga 19 Februari lalu di Paris, Perancis, menghasilkan keputusan penting untuk mengevaluasi volatilitas harga komoditas serta perlunya investasi jangka panjang sektor pertanian negara berkembang.

"Kenaikan dan volatilitas harga komoditas berpotensi mengganggu pemulihan ekonomi global. G20 bekerjasama dengan organisasi internasional terkait akan mengevaluasi penyebab volatilitas harga komoditas. G20 juga mengingatkan perlunya investasi jangka panjang di sektor pertanian di negara berkembang," ujarnya dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Ia mengatakan, di samping itu G20 juga menyambut baik laporan interim dari Joint Organization Data Initiative (JODI) Oil dan meminta laporan detil implementasi dari rekomendasi yang disampaikan dalam laporan finalnya.

Selain itu, negara anggota G-20 mempertegas komitmen untuk melakukan kebijakan yang terkoordinasi guna mencapai pertumbuhan ekonomi yang kuat, berkelanjutan dan seimbang.

Dan dalam mengatasi ketidakpastian global, pertemuan juga menyepakati akan melakukan penilaian atas ketidakseimbangan dengan menggunakan arahan indikatif (indicative guideline) atas sejumlah indikator.

"Indikator yang meliputi public debt, fiscal deficit, private saving, private debt, trade balance dan net investment income flow dan transfer. Penilaian akan dilakukan melalui 2-step process, dan sebagai langkah pada tahap pertama, pada bulan April diharapkan dapat dicapai kesepakatan atas indicative guideline guna menilai indikator-indikator yang sudah disepakati," ujarnya.

Menkeu menambahkan meskipun sistem ekonomi moneter saat ini menunjukkan daya tahan terhadap krisis, beberapa permasalahan mendasar masih perlu diperbaiki agar terdapat stabilitas moneter yang lebih kuat.

"Untuk memperkuat sistem moneter internasional, G20 menyepakati program kerja yang meliputi pendekatan atas manajemen capital flow dan global liquidity," ujarnya.

Negara anggota G20 juga menyatakan kembali komitmen untuk reformasi sektor keuangan untuk menjalankan Basel III sesuai dengan jangka waktu yang disepakati, rekomendasi FSB atas OTC derivatives dan pengurangan ketergantungan atas rating dari credit rating agency.

Pertemuan G20 juga akan memperluas cakupan framework systemically important financial institutions (SIFls) ke seluruh SIFI setelah framework untuk Global SIFI disetujui.

"G20 juga mengharapkan rekomendasi FSB atas shadow banking pada pertengahan 2011 dapat menilai risiko dan hubungannya dengan sektor perbankan dan mendorong seluruh jurisdiksi untuk memperluas kerjasama dalam rangka Tax Information Exchange Agreement dan mendorong pelaksanaan kerjasama melalui Multilateral Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matter," ujarnya.

Kemudian, negara anggota G20 menyambut hasil kesepakatan Cancun Climate Conference, khususnya pembentukan Green Climate Fund dan akan membahas mobilisasi sumber pendanaan, baik dari publik maupun swasta, bilateral dan multilateral, juga sumber-sumber pembiayaan yang inovatif sesuai dengan prinsip UNFCCC.

Pertemuan Deputi Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral serta Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral kelompok Negara G-20 di Paris dihadiri oleh 20 Anggota G20, beserta lima negara diundang sebagai observer yaitu Ethiopia, Spanyol, Singapura, Uni Emirat Arab serta Equatorial Guinea.

Agenda utama pertemuan ini adalah membahas situasi terkini ekonomi global dan menentukan indikator untuk penilaian external imbalances, reformasi sistem moneter internasional, volatilitas harga komoditas dunia, pembahasan regulasi sektor keuangan serta pembahasan isu climate finance dan pembangunan.

Dalam pertemuan ini Menteri Keuangan Agus Martowardojo, mengusulkan beberapa indikator internal seperti posisi keuangan publik dan swasta, termasuk public debt, fiscal deficit, private saving, dan private debt.

Indikator ini disepakati oleh negara-negara G20 menjadi indikator untuk penilaian dengan menggunakan indicative guideline.

Pada sesi reformasi sistem moneter internasional, Menkeu menyampaikan bahwa regional financial safety net diperlukan dalam rangka mengatasi permasalahan global liquidity, serta diperlukan adanya kerjasama internasional seperti yang dilakukan melalui ASEAN+3 dengan IMF melalui Chiang Mai Initiatives.

Pada sesi komoditas, Menkeu menyampaikan salah satu upaya mengatasi food crisis adalah mengatasi sisi supply yang dapat dilakukan melalui pengembangan varitas unggul untuk membantu negara miskin meningkatkan produksi dan diharapkan negara-negara maju dapat memobilisasi pendanaan untuk pengembangan penelitian varitas unggul.

Untuk mengatasi kenaikan harga pangan, Menkeu menyampaikan agar para Menteri Keuangan tidak mengurangi pengeluaran untuk sektor pertanian serta mengeluarkan kebijakan fiskal terkait penanganan kenaikan harga pangan.

Di samping itu, terkait laporan Advisory Group on Climate Change Financing, Menteri juga meminta negara-negara maju memperkuat pendanaan untuk perubahan iklim.

(S034/B012/S026)