Turki panggil 10 dubes asing terkait tokoh filantropi
19 Oktober 2021 17:50 WIB
Arsip foto - Pendukung kelompok solidaritas Gezi berkumpul di depan Gedung Pengadilan Caglayan yang menyidangkan ulang tokoh filantropi Osman Kavala dan 15 lainnya atas peran mereka dalam aksi protes nasional pada 2013, di Istanbul, Turki, 21 Mei 2021. ANTARA/Reuters/as.
Istanbul (ANTARA) - Kementerian luar negeri Turki memanggil duta besar 10 negara, termasuk AS, Jerman dan Prancis, terkait pernyataan mereka agar tokoh filantropi Osman Kavala segera dibebaskan.
Pernyataan bersama oleh sejumlah kedutaan besar pada Senin (18/10) itu berisi desakan agar kasus Kavala diselesaikan secara adil dan cepat.
Kavala, pebisnis Turki yang juga aktivis dan tokoh filantropi, sudah empat tahun ditahan tanpa vonis pengadilan setelah ditangkap pada 2017.
Kelompok-kelompok pembela hak asasi menyebut kasus itu sebagai simbol tindakan keras pemerintahan Presiden Tayyip Erdogan terhadap pembangkang.
Pengadilan HAM Eropa (ECHR) pada akhir 2019 mendesak agar Kavala segera dibebaskan karena kurangnya bukti dia telah menyerang pemerintah.
EHCR menyebut penahanan Kavala dilakukan untuk membungkamnya.
Tahun lalu dia dibebaskan dari tuduhan terlibat dalam protes anti pemerintah di seluruh Turki pada 2013, namun putusan itu dibatalkan tahun ini.
Tuduhan pada Kavala lalu ditambah dengan kasus lain yang terkait dengan upaya kudeta pada 2016.
"Penundaan terus-menerus pada sidang (Kavala), termasuk munculnya kasus-kasus yang berbeda dan membuat kasus baru setelah sebelumnya dibebaskan, membayangi penghormatan pada demokrasi, hukum dan transparansi dalam sistem peradilan Turki," kata para kedubes dalam pernyataan itu.
"Mengingat keputusan Pengadilan HAM Eropa pada kasus itu, kami meminta Turki untuk membebaskan dia segera," kata mereka.
Kedubes lain yang ikut dalam pernyataan bersama itu adalah Kanada, Denmark, Belanda, Norwegia, Swedia, Finlandia dan Selandia Baru.
Kemenlu Turki mengatakan mereka menyampaikan kepada para dubes pada Selasa bahwa mereka menolak pernyataan "yang tak bisa diterima" yang menekan peradilan Turki dan memolitisasi proses hukum.
"Ditegaskan bahwa Turki adalah negara hukum demokratis yang menghormati hak asasi manusia dan mereka diingatkan bahwa peradilan Turki tak akan dipengaruhi oleh pernyataan yang tidak bertanggung jawab semacam itu," kata kemenlu.
Sidang pemeriksaan berikutnya dalam kasus Kavala, yang menolak semua tuduhan, dan terdakwa lain akan digelar pada 26 November.
Sumber: Reuters
Pernyataan bersama oleh sejumlah kedutaan besar pada Senin (18/10) itu berisi desakan agar kasus Kavala diselesaikan secara adil dan cepat.
Kavala, pebisnis Turki yang juga aktivis dan tokoh filantropi, sudah empat tahun ditahan tanpa vonis pengadilan setelah ditangkap pada 2017.
Kelompok-kelompok pembela hak asasi menyebut kasus itu sebagai simbol tindakan keras pemerintahan Presiden Tayyip Erdogan terhadap pembangkang.
Pengadilan HAM Eropa (ECHR) pada akhir 2019 mendesak agar Kavala segera dibebaskan karena kurangnya bukti dia telah menyerang pemerintah.
EHCR menyebut penahanan Kavala dilakukan untuk membungkamnya.
Tahun lalu dia dibebaskan dari tuduhan terlibat dalam protes anti pemerintah di seluruh Turki pada 2013, namun putusan itu dibatalkan tahun ini.
Tuduhan pada Kavala lalu ditambah dengan kasus lain yang terkait dengan upaya kudeta pada 2016.
"Penundaan terus-menerus pada sidang (Kavala), termasuk munculnya kasus-kasus yang berbeda dan membuat kasus baru setelah sebelumnya dibebaskan, membayangi penghormatan pada demokrasi, hukum dan transparansi dalam sistem peradilan Turki," kata para kedubes dalam pernyataan itu.
"Mengingat keputusan Pengadilan HAM Eropa pada kasus itu, kami meminta Turki untuk membebaskan dia segera," kata mereka.
Kedubes lain yang ikut dalam pernyataan bersama itu adalah Kanada, Denmark, Belanda, Norwegia, Swedia, Finlandia dan Selandia Baru.
Kemenlu Turki mengatakan mereka menyampaikan kepada para dubes pada Selasa bahwa mereka menolak pernyataan "yang tak bisa diterima" yang menekan peradilan Turki dan memolitisasi proses hukum.
"Ditegaskan bahwa Turki adalah negara hukum demokratis yang menghormati hak asasi manusia dan mereka diingatkan bahwa peradilan Turki tak akan dipengaruhi oleh pernyataan yang tidak bertanggung jawab semacam itu," kata kemenlu.
Sidang pemeriksaan berikutnya dalam kasus Kavala, yang menolak semua tuduhan, dan terdakwa lain akan digelar pada 26 November.
Sumber: Reuters
Penerjemah: Anton Santoso
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2021
Tags: