Program WHO disebut akan beli molnupiravir dan obat COVID lain
19 Oktober 2021 15:55 WIB
Pil antivirus COVID-19 eksperimental, molnupiravir, yang sedang dikembangkan oleh Merck & Co Inc dan Ridgeback Biotherapeutics LP terlihat dalam foto selebaran tak bertanggal yang dirilis oleh Merck & Co Inc dan diperoleh Reuters pada 17 Mei 2021. (ANTARA/Merck & Co Inc/HO via Reuters/as) (ANTARA/Merck & Co Inc/HO via Reuters/as)
Brussels (ANTARA) - Sebuah program global yang membantu negara miskin untuk mendapatkan vaksin, tes dan pengobatan COVID-19 berencana mengamankan obat-obatan antivirus untuk pasien bergejala ringan, menurut draf dokumen yang dilihat oleh Reuters.
Program yang dipimpin oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) itu akan membeli obat-obatan dengan harga terendah 10 dolar AS atau sekitar Rp140.770 per paket.
Pil molnupiravir eksperimental buatan Merck & Co kemungkinan termasuk dalam daftar obat yang akan dipesan.
Dokumen itu menjelaskan program tersebut ingin membagikan sekitar 1 miliar tes COVID-19 ke negara-negara miskin dan obat-obatan untuk merawat 120 juta pasien secara global.
Baca juga: IGJ harap G20 dorong akses vaksin berkeadilan
Sekitar 200 juta kasus baru COVID-19 diperkirakan muncul dalam 12 bulan ke depan, menurut dokumen yang disusun Access to COVID-19 Tools Accelerator (ACT-A) itu.
Juru bicara ACT-A mengatakan dokumen bertanggal 13 Oktober itu masih berupa rancangan yang perlu dikonsultasikan. Dia menolak berkomentar tentang isinya sebelum difinalisasi.
Dokumen tersebut akan dikirimkan kepada para pemimpin dunia jelang konferensi tingkat tinggi kelompok 20 negara/kawasan ekonomi besar dunia (KTT G20) di Roma akhir bulan ini.
ACT-A meminta G20 dan donor lainnya untuk memberi dana tambahan 22,8 miliar dolar AS (Rp320,1 triliun) hingga September 2022.
Dana itu akan dipakai untuk membeli dan mendistribusikan vaksin, obat-obatan dan tes COVID-19 ke negara miskin dalam upaya mempersempit jurang pasokan dengan negara kaya.
Para donor sejauh ini telah menjanjikan bantuan 18,5 miliar dolar (Rp 260 triliun) untuk program tersebut.
Baca juga: Presiden G20: Dunia jangan terapkan pembatasan baru COVID
Permintaan dana itu didasarkan pada perkiraan rinci tentang harga obat, perawatan dan tes, yang porsi biayanya paling besar selain ongkos distribusi vaksin.
Meskipun tidak secara eksplisit menyebut molnupiravir, dokumen ACT-A itu memperkirakan akan membeli "obat antivirus oral terbaru untuk pasien bergejala ringan/sedang" seharga 10 dolar AS per paket.
Obat-obat lain untuk merawat pasien bergejala ringan saat ini sedang dikembangkan, namun molnupiravir jadi satu-satunya obat yang sejauh ini telah menunjukkan hasil positif dalam uji coba tahap akhir.
ACT-A tengah berunding dengan Merck & Co dan sejumlah produsen obat generik untuk membeli obat-obat tersebut.
Harga sebesar itu sangat murah ketimbang 700 dolar (Rp9.851.800) per paket yang disepakati Amerika Serikat untuk membeli 1,7 juta paket pengobatan COVID-19.
Namun, penelitian oleh Universitas Harvard memperkirakan molnupiravir akan dibanderol sekitar 20 dolar (Rp280.000) jika dibuat oleh produsen obat generik dan bisa turun lagi menjadi 7,7 dolar (Rp108.000) jika produksinya dioptimalkan.
Baca juga: Pada pertemuan G20, Menlu RI soroti dampak pandemi terhadap Afrika
Merck & Co telah menyepakati lisensi dengan delapan produsen obat generik di India.
Dokumen ACT-A menyebutkan kesepakatan pembelian "obat oral untuk pasien rawat jalan" ditargetkan tercapai pada akhir November dan diharapkan tersedia mulai kuartal pertama tahun depan.
Selain itu, program tersebut juga berharap dapat membeli 4,3 juta paket pengobatan COVID-19 untuk pasien rawat inap seharga 28 dolar (Rp393.000) per paket, namun dokumen ACT-A tidak menyebut nama obatnya.
Sumber: Reuters
Baca juga: Negara peserta G-20 puji kinerja penanggulangan pandemi di Indonesia
Baca juga: Menkeu: G20 sebar stimulus fiskal 16 triliun dolar AS hadapi COVID-19
Program yang dipimpin oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) itu akan membeli obat-obatan dengan harga terendah 10 dolar AS atau sekitar Rp140.770 per paket.
Pil molnupiravir eksperimental buatan Merck & Co kemungkinan termasuk dalam daftar obat yang akan dipesan.
Dokumen itu menjelaskan program tersebut ingin membagikan sekitar 1 miliar tes COVID-19 ke negara-negara miskin dan obat-obatan untuk merawat 120 juta pasien secara global.
Baca juga: IGJ harap G20 dorong akses vaksin berkeadilan
Sekitar 200 juta kasus baru COVID-19 diperkirakan muncul dalam 12 bulan ke depan, menurut dokumen yang disusun Access to COVID-19 Tools Accelerator (ACT-A) itu.
Juru bicara ACT-A mengatakan dokumen bertanggal 13 Oktober itu masih berupa rancangan yang perlu dikonsultasikan. Dia menolak berkomentar tentang isinya sebelum difinalisasi.
Dokumen tersebut akan dikirimkan kepada para pemimpin dunia jelang konferensi tingkat tinggi kelompok 20 negara/kawasan ekonomi besar dunia (KTT G20) di Roma akhir bulan ini.
ACT-A meminta G20 dan donor lainnya untuk memberi dana tambahan 22,8 miliar dolar AS (Rp320,1 triliun) hingga September 2022.
Dana itu akan dipakai untuk membeli dan mendistribusikan vaksin, obat-obatan dan tes COVID-19 ke negara miskin dalam upaya mempersempit jurang pasokan dengan negara kaya.
Para donor sejauh ini telah menjanjikan bantuan 18,5 miliar dolar (Rp 260 triliun) untuk program tersebut.
Baca juga: Presiden G20: Dunia jangan terapkan pembatasan baru COVID
Permintaan dana itu didasarkan pada perkiraan rinci tentang harga obat, perawatan dan tes, yang porsi biayanya paling besar selain ongkos distribusi vaksin.
Meskipun tidak secara eksplisit menyebut molnupiravir, dokumen ACT-A itu memperkirakan akan membeli "obat antivirus oral terbaru untuk pasien bergejala ringan/sedang" seharga 10 dolar AS per paket.
Obat-obat lain untuk merawat pasien bergejala ringan saat ini sedang dikembangkan, namun molnupiravir jadi satu-satunya obat yang sejauh ini telah menunjukkan hasil positif dalam uji coba tahap akhir.
ACT-A tengah berunding dengan Merck & Co dan sejumlah produsen obat generik untuk membeli obat-obat tersebut.
Harga sebesar itu sangat murah ketimbang 700 dolar (Rp9.851.800) per paket yang disepakati Amerika Serikat untuk membeli 1,7 juta paket pengobatan COVID-19.
Namun, penelitian oleh Universitas Harvard memperkirakan molnupiravir akan dibanderol sekitar 20 dolar (Rp280.000) jika dibuat oleh produsen obat generik dan bisa turun lagi menjadi 7,7 dolar (Rp108.000) jika produksinya dioptimalkan.
Baca juga: Pada pertemuan G20, Menlu RI soroti dampak pandemi terhadap Afrika
Merck & Co telah menyepakati lisensi dengan delapan produsen obat generik di India.
Dokumen ACT-A menyebutkan kesepakatan pembelian "obat oral untuk pasien rawat jalan" ditargetkan tercapai pada akhir November dan diharapkan tersedia mulai kuartal pertama tahun depan.
Selain itu, program tersebut juga berharap dapat membeli 4,3 juta paket pengobatan COVID-19 untuk pasien rawat inap seharga 28 dolar (Rp393.000) per paket, namun dokumen ACT-A tidak menyebut nama obatnya.
Sumber: Reuters
Baca juga: Negara peserta G-20 puji kinerja penanggulangan pandemi di Indonesia
Baca juga: Menkeu: G20 sebar stimulus fiskal 16 triliun dolar AS hadapi COVID-19
Penerjemah: Anton Santoso
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2021
Tags: