Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengemukakan bahwa kebijakan menggeser hari libur nasional adalah bentuk keseriusan pemerintah dalam upaya menangani pandemi COVID-19.

"Dari pengalaman sebelumnya, setiap libur panjang akan diikuti pergerakan orang dalam jumlah besar dari satu tempat ke tempat yang lain. Hampir dipastikan hal itu akan diikuti dengan kenaikan kasus COVID-19," kata Muhadjir Effendy melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.

Pernyataan itu dikemukakan mantan Menteri Pendidikan dan Budaya itu menyikapi keputusan pemerintah menggeser hari libur Maulid Nabi Muhammad SAW dari yang seharusnya jatuh pada 19 Oktober menjadi 20 Oktober 2021.

Perubahan itu tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 712/2021, No. 1/2021, No. 3/2021 tentang Perubahan Atas Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 642/2020, No. 4/2020, No. 4/2020 tentang Hari libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2021.

Baca juga: Wapres: Pergeseran libur Maulid Nabi mengantisipasi lonjakan COVID-19

Baca juga: Libur maulid, ASN dilarang cuti bepergian 18-22 Oktober 2021


Muhadjir menjelaskan pertimbangan pemerintah menggeser Hari Libur Nasional Maulid Nabi Muhammad SAW untuk menghindari masa libur panjang dan mencegah pergerakan massa yang besar.

Apabila hari libur tetap berlangsung Selasa (19/10), maka ada celah 'hari kejepit' di hari Senin (18/10).

"Sehingga jika liburnya tetap di hari Selasa, maka akan banyak orang yang memanfaatkan hari Senin untuk izin tidak masuk," tutur dia.

Ia mengakui saat ini kasus COVID-19 sedang melandai. Tapi justru membuat pemerintah lebih waspada dan fokus untuk mencegah penambahan jumlah kasus baru.

"Kita tidak ingin main-main lagi, karena kita sudah pengalaman setiap kasus sudah turun kita membiarkan libur panjang tanpa adanya intervensi kebijakan, itu akan diikuti dengan kenaikan kasus," ujarnya.