Emas jatuh lagi 2,6 dolar tertekan kenaikan imbal hasil obligasi AS
19 Oktober 2021 05:21 WIB
Dokumentasi. Karyawan menunjukan emas batangan di Butik Emas Antam, Kebon Sirih, Jakarta, Senin (18/1/2021). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/rwa. (ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA)
Chicago (ANTARA) - Emas kembali melemah pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), mencatat kerugian hari kedua berturut-turut karena kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS mengurangi daya tariknya, meskipun sentimen penghindaran risiko di pasar keuangan yang lebih luas membatasi kerugian untuk logam.
Kontrak emas paling aktif untuk pengiriman Desember di divisi Comex New York Exchange, jatuh 2,6 dolar AS atau 0,15 persen, menjadi ditutup pada 1.765,70 dolar AS per ounce. Akhir pekan lalu, Jumat (15/10/2021), emas berjangka juga anjlok 29,6 dolar AS atau 1,65 persen menjadi 1.768,30 dolar AS.
Emas berjangka terdongkrak 3,2 dolar AS atau 0,18 persen menjadi 1.797,90 dolar AS pada Kamis (14/10/2021), setelah melonjak 35,4 dolar AS atau 2,01 persen menjadi 1.794,70 dolar AS pada Rabu (13/10/2021), dan menguat 3,6 dolar AS atau 0,21 persen menjadi 1.759,30 dolar AS pada Selasa (12/10/2021).
"Jika imbal hasil terus meningkat, hambatan akan tetap signifikan untuk emas," kata analis OANDA, Craig Erlam.
"Kecuali pasar mulai mempertimbangkan berita buruk bagi ekonomi dan pasar saham, yang mungkin menjadi langkah rasional berikutnya jika pembuat kebijakan bersikeras untuk melakukan pengetatan bahkan ketika pemulihan tetap lamban dan risiko penurunan signifikan."
Sentimen di pasar keuangan yang lebih luas tetap lemah karena pertumbuhan ekonomi di China melambat, sementara lonjakan harga minyak yang tak henti-hentinya memicu kekhawatiran tentang peningkatan inflasi.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun yang jadi acuan naik karena investor meningkatkan taruhan kenaikan suku bunga, sementara indeks dolar tetap stabil.
Sementara emas dipandang sebagai lindung nilai inflasi, emas juga bersaing dengan greenback untuk status safe-haven. Pengurangan stimulus bank sentral dan prospek kenaikan suku bunga mendorong imbal hasil obligasi pemerintah naik, membebani emas yang tidak memberikan imbal hasil.
Investor semakin memperkirakan Federal Reserve AS untuk mulai mengurangi pembelian aset setelah data menunjukkan peningkatan yang solid dalam harga-harga konsumen AS bulan lalu.
"Jika The Fed mempercepat agenda pengetatan kebijakannya, memperkuat dolar di sepanjang jalan, itu akan melemahkan emas," kata Han Tan, kepala analis pasar di Exinity.
Namun laporan Federal Reserve pada Senin (18/10/2021) bahwa produksi industri AS turun 1,3 persen pada September, jauh lebih besar dari yang diharapkan karena efek Badai Ida yang masih ada terus menghambat aktivitas, memberikan beberapa dukungan pada emas.
Logam mulia lainnya, perak untuk pengiriman Desember turun 8,5 sen atau 0,36 persen, menjadi ditutup pada 23,264 dolar AS per ounce. Platinum untuk pengiriman Januari turun 21 dolar AS atau 1,98 persen, menjadi ditutup pada 1.037,90 dolar AS per ounce.
Baca juga: Rupiah awal pekan ditutup melemah, di tengah ekspektasi tapering Fed
Baca juga: IHSG awal pekan ditutup naik, ditopang optimisme pemulihan ekonomi RI
Baca juga: Saham Jepang dilanda ambil untung, Nikkei ditutup turun 0,15 persen
Kontrak emas paling aktif untuk pengiriman Desember di divisi Comex New York Exchange, jatuh 2,6 dolar AS atau 0,15 persen, menjadi ditutup pada 1.765,70 dolar AS per ounce. Akhir pekan lalu, Jumat (15/10/2021), emas berjangka juga anjlok 29,6 dolar AS atau 1,65 persen menjadi 1.768,30 dolar AS.
Emas berjangka terdongkrak 3,2 dolar AS atau 0,18 persen menjadi 1.797,90 dolar AS pada Kamis (14/10/2021), setelah melonjak 35,4 dolar AS atau 2,01 persen menjadi 1.794,70 dolar AS pada Rabu (13/10/2021), dan menguat 3,6 dolar AS atau 0,21 persen menjadi 1.759,30 dolar AS pada Selasa (12/10/2021).
"Jika imbal hasil terus meningkat, hambatan akan tetap signifikan untuk emas," kata analis OANDA, Craig Erlam.
"Kecuali pasar mulai mempertimbangkan berita buruk bagi ekonomi dan pasar saham, yang mungkin menjadi langkah rasional berikutnya jika pembuat kebijakan bersikeras untuk melakukan pengetatan bahkan ketika pemulihan tetap lamban dan risiko penurunan signifikan."
Sentimen di pasar keuangan yang lebih luas tetap lemah karena pertumbuhan ekonomi di China melambat, sementara lonjakan harga minyak yang tak henti-hentinya memicu kekhawatiran tentang peningkatan inflasi.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun yang jadi acuan naik karena investor meningkatkan taruhan kenaikan suku bunga, sementara indeks dolar tetap stabil.
Sementara emas dipandang sebagai lindung nilai inflasi, emas juga bersaing dengan greenback untuk status safe-haven. Pengurangan stimulus bank sentral dan prospek kenaikan suku bunga mendorong imbal hasil obligasi pemerintah naik, membebani emas yang tidak memberikan imbal hasil.
Investor semakin memperkirakan Federal Reserve AS untuk mulai mengurangi pembelian aset setelah data menunjukkan peningkatan yang solid dalam harga-harga konsumen AS bulan lalu.
"Jika The Fed mempercepat agenda pengetatan kebijakannya, memperkuat dolar di sepanjang jalan, itu akan melemahkan emas," kata Han Tan, kepala analis pasar di Exinity.
Namun laporan Federal Reserve pada Senin (18/10/2021) bahwa produksi industri AS turun 1,3 persen pada September, jauh lebih besar dari yang diharapkan karena efek Badai Ida yang masih ada terus menghambat aktivitas, memberikan beberapa dukungan pada emas.
Logam mulia lainnya, perak untuk pengiriman Desember turun 8,5 sen atau 0,36 persen, menjadi ditutup pada 23,264 dolar AS per ounce. Platinum untuk pengiriman Januari turun 21 dolar AS atau 1,98 persen, menjadi ditutup pada 1.037,90 dolar AS per ounce.
Baca juga: Rupiah awal pekan ditutup melemah, di tengah ekspektasi tapering Fed
Baca juga: IHSG awal pekan ditutup naik, ditopang optimisme pemulihan ekonomi RI
Baca juga: Saham Jepang dilanda ambil untung, Nikkei ditutup turun 0,15 persen
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021
Tags: