Jakarta (ANTARA) - Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban mengemukakan gelombang ketiga virus corona di Tanah Air amat mungkin terjadi.

"Apakah gelombang ketiga itu mungkin terjadi?. Tentu kita berharap jangan sampai terjadi. Namun kenyataannya dari data sekarang ini kondisi itu amat mungkin terjadi," kata Zubairi Djoerban dalam postingan kanal YouTube pribadinya bertajuk "Harap-Harap Cemas Gelombang Ketiga" yang diikuti ANTARA dari Jakarta, Senin.

Meski masih menjadi perdebatan di kalangan para ahli, tapi Zubairi mengemukakan sejumlah perkiraan situasi yang memicu gelombang ketiga COVID-19 di Indonesia.

Baca juga: Penambahan kasus COVID-19 terbanyak di DKI Jakarta

Zubairi mengatakan situasi sejumlah negara tetangga Indonesia saat ini sedang menunjukkan tren peningkatan kasus terkonfirmasi positif COVID-19, misalnya Malaysia, Singapura, Thailand dan Filipina.

"Sekarang rangkingnya naik, setiap hari kasusnya banyak sekali, melebihi kasus harian Indonesia," katanya.

Meski kondisi COVID-19 di Indonesia sedang membaik, tapi Zubairi mengingatkan bahwa pandemi di Tanah Air kerap dipengaruhi oleh kondisi negara terdekat.

Baca juga: Kasus harian bertambah 1.404 orang, sembuh COVID-19 tertinggi di Jabar

"Sekarang ini kondisi Indonesia sedang bagus sekali, ya benar bagus sekali. Sekarang ini positivity rate turun di bawah 3 persen, rata-rata Indonesia rendah sekali. Jakarta lebih lagi kurang dari 1 persen, tepatnya 0,8 persen," ujarnya.

Angka statistik tersebut menunjukkan penularan COVID-19 di Indonesia sekarang sedang sangat rendah. Kondisi itu diperkuat dengan fakta tingkat keterisian rumah sakit yang relatif sepi serta ruang pelayanan IGD COVID-19 yang kosong, katanya menambahkan.

Baca juga: Jawa Tengah laporkan angka kesembuhan harian tertinggi nasional

Zubairi mengatakan potensi lain kemunculan gelombang ketiga di Indonesia bisa dipicu varian baru SARS-CoV-2 penyebab COVID-19, pelaksanaan sekolah tatap muka, pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) Papua, hingga dibukanya kembali kawasan pariwisata.

"Kita sudah mulai buka sekolah tatap muka dan ternyata menyebabkan beberapa klaster. Kemudian kita tahu PON Papua walaupun sebagian besar yang terinfeksi itu sembuh," katanya.

Belum lagi tempat pariwisata. "Bayangin saja yang ke puncak banyak sekali, bahkan ada keluarga yang mengubah bentuk mobilnya menjadi seperti ambulans supaya bisa lolos dari skrining polisi," katanya.