Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi III DPR RI dari Fraksi Golkar Aziz Syamsudin dan anggota Fraksi PDI-P Gayus Lumbuun mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak melakukan tebang pilih dalam mengungkap kasus-kasus korupsi yang melibatkan pejabat dan beberapa politisi.

"Saya lihat KPK saat ini masih melakukan praktek pilih tebang. Yakni dipilih-pilih dulu sesuai keinginan, terus baru ditebangi. Segera hentikan, KPK jangan tebang pilih," kata Wakil Ketua Komisi III DPR RI dari Fraksi Golkar Aziz Syamsudin di Jakarta, Jumat.

Sebelumnya KPK telah menahan 26 anggota dewan beberapa di antaranya berasal dari Partai Golkar dan PDI-P terkait kasus suap cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Gultom.

Menurut Aziz, jika KPK ingin menegakkan hukum, khususnya pemberantasan korupsi, maka harus berdasarkan skala prioritas yang dianggap paling merugikan negara.

"Kan masih ada kasus Century, Damkar. Dan untuk kasus suap terhadap Johnny Aleen (Politisi Demokrat) juga sudah ada fakta persidangan. Semua kasus itu, lebih merugikan negara, karena diduga ada uang negara yang hilang," katanya.

Sementara itu, di dalam kasus suap gubernur Senior BI, Aziz mendesak agar KPK segera memanggil Miranda Goletom sebagai pihak utama yang diduga melakukan penyuapan.

"Ini aneh, yang disuap ditangkapi, tetapi yang menyuap malah belum diungkap. Untuk itu, periksa saja dulu Miranda, dan untuk Bu Nunun menyusul kemudian," ucapnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Politisi Senior PDIP Gayus Lumbuun. Ia meminta agar KPK jangan tebang pilih mengungkap kasus-kasus korupsi yang melibatkan pejabat dan beberapa politisi. KPK harus melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sesuai undang-undang (UU).

"KPK terkesan tebang pilih dan diduga telah menjadi alat kekuasaan dalam dalam penanganan kasus-kasus yang melibatkan pejabat dan politisi," kata Gayus yang juga anggota Komisi III DPR RI ini.

Ia menyontohkan dugaan kasus korupsi pemilihan Deputy Bank Indonesia, Miranda Gultom. KPK hanya menjerat politisi PDIP dan Golkar. Sedangkan, kasus-kasus mega korupsi yang diduga melibatkan pejabat dan politisi dan partai penguasa sama sekali belum tersentuh hukum.

Untuk itu, Gayus Lumbuun mempertanyakan konsistensi KPK untuk mencegah dan memberantas korupsi.

"Mengapa oknum-oknum politisi dari partai penguasa tidak ikut dinyatakan tersangka, seperti yang terjadi pada kasus korupsi dana stimulus pelabuhan di Indonesia Timur yang melibatkan politisi Demokrat Johny Allen dan kasus Century," katanya.

(J004/S019/S026)