Jakarta (ANTARA) - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menilai implikasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) berpotensi menekan defisit tahun depan, yang ditargetkan sebesar Rp868 triliun atau 4,85 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

“Dampak UU HPP defisit ini akan lebih rendah dari asumsi,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu dalam Webinar Bincang APBN 2022 di Jakarta, Senin.

Febrio menuturkan defisit yang berpotensi semakin menurun ini diharapkan levelnya akan kembali ke 3 persen pada 2023 sesuai UU Nomor 2 tahun 2020.

Ia memastikan defisit anggaran tahun depan akan dibiayai dengan sumber pembiayaan yang aman dan dikelola secara hati-hati untuk menciptakan keberlanjutan fiskal.

Secara rinci pendapatan negara tahun depan adalah sebesar Rp1.846,1 triliun meliputi penerimaan perpajakan Rp1.510 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp335,6 triliun.

Untuk belanja negara diperkirakan sebesar Rp2.714,2 triliun, meliputi belanja pemerintah pusat Rp 1.944,5 triliun serta Transfer ke Daerah dan Dana Desa Rp769,6 triliun.

Ia menjelaskan pemerintah akan melakukan optimalisasi penerimaan pajak maupun reformasi pengelolaan PNBP untuk memenuhi target pendapatan negara tersebut.

Baca juga: Stafsus Menkeu: UU HPP mengakomodir perpajakan di era digital

Reformasi perpajakan ini dilakukan melalui perluasan basis pajak, peningkatan kepatuhan, serta perbaikan tata kelola dan administrasi perpajakan.

Tak hanya itu pemerintah juga akan memberikan insentif pajak secara lebih terukur dan efisien sehingga mampu menciptakan efek berkelanjutan bagi perekonomian nasional.

Sementara itu reformasi perpajakan turut dilakukan melalui pembentukan UU HPP yang akan mendekatkan kinerja perpajakan ke level potensial.

Hal ini dapat terjadi karena dalam UU HPP terdapat berbagai perbaikan baik dari sisi administrasi maupun kebijakan, termasuk memperhatikan adaptasi perkembangan baru dan aktivitas bisnis terkini.

UU HPP juga berusaha memperkuat keadilan terkait beban pajak bagi wajib pajak (WP) sekaligus memperkuat sektor UMKM.

Ia optimis melalui berbagai perubahan kebijakan dan kinerja administrasi maka UU HPP akan berdampak positif kepada penerimaan perpajakan.

Jangka pendek 2022 penerimaan perpajakan pun diprediksikan tumbuh dengan rasio perpajakan sebesar 9 persen terhadap PDB, sedangkan untuk jangka menengah dapat mencapai lebih dari 10 persen pada 2025.

“Ini dapat terlaksana jika pertumbuhan ekonomi membaik dan administrasi terjadi dengan lebih baik,” ujarnya.

Baca juga: Kemenkeu tekankan UU HPP perkuat pelaku UMKM