Kemenkeu tekankan UU HPP perkuat pelaku UMKM
16 Oktober 2021 22:19 WIB
Tangkapan layar - Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu dalam acara Strategi dan Outlook Perekonomian dan Kesejahteraan di Jakarta, Rabu (18/8/2021). (ANTARA/Astrid Faidlatul Habibah/am.)
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Keuangan menegaskan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) merupakan salah satu bentuk keberpihakan pemerintah dalam melindungi masyarakat berpenghasilan rendah termasuk menguatkan pelaku sektor UMKM.
“Dukungan Pemerintah terhadap UMKM sangat jelas terlihat bahkan semakin kuat dengan UU HPP,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu di Jakarta, Sabtu.
Febrio mengatakan UU HPP melengkapi dukungan lainnya seperti program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan desain APBN karena UMKM berkontribusi 60 persen terhadap PDB dan 97 persen penyerapan tenaga kerja.
Febrio menuturkan perubahan atas UU Pajak Penghasilan (PPh) berupaya untuk meningkatkan keadilan dan keberpihakan kepada pengusaha UMKM orang pribadi maupun badan.
Baca juga: Stafsus Menkeu: UU HPP mengakomodir perpajakan di era digital
Bagi WP Orang Pribadi UMKM yang selama ini membayar PPh dengan tarif final 0,5 persen sesuai PP 23 Tahun 2018, diberikan insentif berupa batasan penghasilan tidak kena pajak atas peredaran bruto hingga Rp500 juta setahun.
Sebagai contoh, pengusaha dengan peredaran bruto sebesar Rp2,5 miliar setahun hanya membayar PPh atas peredaran bruto Rp2 miliar karena sampai dengan peredaran bruto Rp500 juta dibebaskan dari PPh.
Untuk pengusaha yang memiliki peredaran bruto kurang dari Rp500 miliar maka tidak perlu membayar PPh sama sekali sedangkan bagi WP Badan UMKM tetap diberikan fasilitas penurunan tarif PPh Badan 50 persen sesuai Pasal 31E UU PPh.
Selain itu, kemudahan dalam pemungutan PPN juga tetap diberikan dengan penerapan tarif PPN Final seperti 1 persen, 2 persen atau 3 persen dari peredaran usaha untuk jenis barang, jasa, dan sektor usaha tertentu yang akan diatur dengan PMK.
Baca juga: Kemenkeu: UU HPP pijakan reformasi fiskal menuju Indonesia maju
Pengusaha kecil dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar setahun tetap seperti saat ini yaitu pengusaha kecil dapat memilih untuk menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau pun tidak.
Kemudian, pengusaha kecil atau UMKM yang sudah dikukuhkan sebagai PKP tidak perlu melakukan mekanisme Pajak Keluaran-Pajak Masukan (PK-PM).
Mereka cukup menerapkan tarif final dalam pemungutan PPN yang tentu tarifnya lebih rendah dibandingkan tarif dalam pedoman pengkreditan pajak masukan berdasarkan PMK 74/PMK.03/2010.
“Hal ini menunjukkan bahwa dalam langkah reformasi perpajakan. Aspek kemudahan administrasi bagi wajib pajak tetap menjadi perhatian besar pemerintah,” ujarnya.
Baca juga: Kemenkeu sebut reformasi PPN dorong keadilan untuk masyarakat
Baca juga: UU HPP ubah ketentuan sanksi administrasi dan kuasa wajib pajak
“Dukungan Pemerintah terhadap UMKM sangat jelas terlihat bahkan semakin kuat dengan UU HPP,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu di Jakarta, Sabtu.
Febrio mengatakan UU HPP melengkapi dukungan lainnya seperti program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan desain APBN karena UMKM berkontribusi 60 persen terhadap PDB dan 97 persen penyerapan tenaga kerja.
Febrio menuturkan perubahan atas UU Pajak Penghasilan (PPh) berupaya untuk meningkatkan keadilan dan keberpihakan kepada pengusaha UMKM orang pribadi maupun badan.
Baca juga: Stafsus Menkeu: UU HPP mengakomodir perpajakan di era digital
Bagi WP Orang Pribadi UMKM yang selama ini membayar PPh dengan tarif final 0,5 persen sesuai PP 23 Tahun 2018, diberikan insentif berupa batasan penghasilan tidak kena pajak atas peredaran bruto hingga Rp500 juta setahun.
Sebagai contoh, pengusaha dengan peredaran bruto sebesar Rp2,5 miliar setahun hanya membayar PPh atas peredaran bruto Rp2 miliar karena sampai dengan peredaran bruto Rp500 juta dibebaskan dari PPh.
Untuk pengusaha yang memiliki peredaran bruto kurang dari Rp500 miliar maka tidak perlu membayar PPh sama sekali sedangkan bagi WP Badan UMKM tetap diberikan fasilitas penurunan tarif PPh Badan 50 persen sesuai Pasal 31E UU PPh.
Selain itu, kemudahan dalam pemungutan PPN juga tetap diberikan dengan penerapan tarif PPN Final seperti 1 persen, 2 persen atau 3 persen dari peredaran usaha untuk jenis barang, jasa, dan sektor usaha tertentu yang akan diatur dengan PMK.
Baca juga: Kemenkeu: UU HPP pijakan reformasi fiskal menuju Indonesia maju
Pengusaha kecil dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar setahun tetap seperti saat ini yaitu pengusaha kecil dapat memilih untuk menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau pun tidak.
Kemudian, pengusaha kecil atau UMKM yang sudah dikukuhkan sebagai PKP tidak perlu melakukan mekanisme Pajak Keluaran-Pajak Masukan (PK-PM).
Mereka cukup menerapkan tarif final dalam pemungutan PPN yang tentu tarifnya lebih rendah dibandingkan tarif dalam pedoman pengkreditan pajak masukan berdasarkan PMK 74/PMK.03/2010.
“Hal ini menunjukkan bahwa dalam langkah reformasi perpajakan. Aspek kemudahan administrasi bagi wajib pajak tetap menjadi perhatian besar pemerintah,” ujarnya.
Baca juga: Kemenkeu sebut reformasi PPN dorong keadilan untuk masyarakat
Baca juga: UU HPP ubah ketentuan sanksi administrasi dan kuasa wajib pajak
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2021
Tags: