Denpasar (ANTARA News) - Ini sebuah metamorfose bersulam erotisme. Tari Gandrung, sebuah tari pergaulan yang hidup dan berkembang di Banyuwangi, Jawa Timur hingga sekarang, sebenarnya jenis tarian pergaulan itu juga terdapat di Lombok dan Bali.

"Di Bali tari gandrung itu kini lebih dikenal dengan tari joget, yang juga mengemban misi sebagai tari pergaulan yang cukup diganderungi anak-anak muda," kata Kadek Suartaya, SS Kar, MSI, dosen Program studi Seni Karawitan Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Minggu (13/2).

Ia mengatakan, tari pergaulan di Banyuwangi, Bali dan Sasak, Lombok itu memiliki kekhasan dan keunikannya masing-masing.

Di Banyuwangi tari Gandrung hingga kini masih bergelinjang mesra dan di Lombok tetap berlenggok riang, namun di Bali kesenian ini hampir punah.

Suartaya yang sering memperkuat tim kesenian Bali untuk mengadakan pentas ke mancanegara menambahkan, seni pertunjukan sejenis Gandrung banyak dijumpai di Nusantara.

"Kesenian itu masih satu genre dengan Ketuktilu di Jawa Barat, Tayub di Jawa Tengah maupun Jawa Timur bagian barat, Lengger di wilayah Banyumas dan Joged Bumbung di Bali, dengan melibatkan seorang wanita penari profesional yang menari bersama-sama tamu (terutama pria) dengan iringan musik (gamelan)," tutur Suartaya.

Penampilannya senantiasa disertai unsur-unsur erotisme seperti juga dalam tari Ronggeng di Jawa Barat dan juga Joged Bumbung di Bali.

Pada masa lalu, penari Gandrung memang banyak mengundang debur asmara kaum pria, padahal para penari Gandrung itu sendiri adalah laki-laki.

Di Banyuwangi kesenian Gandrung pada awalnya dilakoni oleh kaum pria, setidaknya hingga tahun 1890-an. Baru pada tahun 1914 penari wanita dihadirkan setelah kematian penari pria terakhir, Marsam. Gandrung wanita pertama Banyuwangi bernama Semi, seorang gadis kecil yang sakit-sakitan yang berkaul jika sembuh akan menjadi penari Gandrung.

Berbeda dengan di Banyuwangi, di Bali hingga kini tari Gandrung masih dibawakan penari laki-laki. Salah satu grup seni pertunjukan Gandrung yang masih bertahan adalah Sekaa Gandrung Banjar Ketapian Kelod, Denpasar, masih mempertahankan penari pria.

Kesenian Gandrung yang disakralkan oleh komunitasnya itu lebih menampilkan diri sebagai presentasi estetik. Melalui iringan musik bambu yang disebut gandrangan, Gandrung Bali menyuguhkan raga keindahan tari yang lazim dijumpai dalam tari klasik Legong Keraton.

Suartaya menambahkan, seperti halnya di Banyuwangi, diduga kuat tari Gandrung di Lombok pada awalnya juga dibawakan oleh kaum pria.

Gandrung Lombok yang kini lazim dibawakan kaum wanita itu masih eksis sebagai sajian profan, menampakkan karakter Bali dan Banyuwangi.
(*)