Jakarta (ANTARA News) - Pakar Biologi Molekuler dari Lembaga Eijkman Marsia Gustiananda PhD mendesain vaksin sintetik flu burung (H5N1) berdasarkan informasi genetik virus serta meneliti respon imun populasi Jawa dan Sunda terhadap virus tersebut.

"Keunggulan dari vaksin sintetik yang didesain dengan cara ini adalah lebih efektif dan lebih aman," kata Marsia yang baru saja memperoleh hibah ITSF (Indonesia Toray Science Foundation) untuk risetnya tersebut di Jakarta, Senin.

Marsia mengajukan riset berjudul "Analisis Respon sel-T terhadap Epitop Turunan dari Protein NP Virus Influensza H5N1 pada Populasi Jawa dan Sunda" itu.

Berdasarkan data genome virus flu yang telah dipublikasi, pihaknya melakukan analisis menggunakan program komputer untuk memprediksi bagian mana dari virus flu yang dikenali oleh sistem imun manusia.

"Bagian dari virus yang akan dikenali oleh sistem imun seseorang ditentukan oleh jenis molekul MHC (major histocompatibility complex) yang dipunyai oleh orang tersebut. Molekul MHC atau dikenal juga sebagai molekul HLA (human leukocyte antigen) adalah protein yang terdapat pada permukaan sel manusia yang tugasnya mengikat bagian kecil dari protein virus (epitop) dan kemudian memperlihatkannya kepada sel-T," katanya.

Dengan cara ini sel-T (jenis sel yang berperan penting dalam sistem imun) mengenali adanya sel yang terinfeksi oleh virus dan kemudian menghancurkan sel terinfeksi tersebut sehingga mencegah infeksi yang lebih parah, ujarnya.

"Tujuan dari vaksinasi adalah untuk menimbulkan respon sel-T yang lebih cepat dan lebih efektif apabila seseorang terkena infeksi virus flu yang baru dan lebih ganas. Karena itu kami berusaha mendapatkan antigen dari virus flu itu," katanya.

Identifikasi antigen virus flu yang dikenali oleh sistem imun manusia diakuinya telah banyak dilakukan, namun penelitian tersebut mengidentifikasi antigen yang dikenali oleh populasi Barat (ras Kaukasian) yang tipe molekul HLA-nya berbeda dengan tipe molekul yang dipunyai oleh orang Indonesia.

Selain itu epidemiologi flu di Indonesia yang merupakan daerah tropis, berbeda dengan epidemiologi flu di daerah selain tropik, dimana di daerah tropik flu ada sepanjang tahun sedangkan di tempat lain flu datang di musim dingin.

"Kami menggunakan program komputer untuk memprediksi epitop dari protein NP (nucleocapsid protein) virus influenza yang akan diikat oleh molekul HLA yang paling banyak ditemui pada populasi Jawa dan Sunda," katanya sambil menambahkan bahwa lebih dari setengah jumlah kasus H5N1 di Indonesia terjadi di Pulau Jawa dengan populasi etnis Jawa dan Sunda.

Platform lembaga Eijkman genome-to-vaccine apabila telah berjalan, menurut dia, akan membuka peluang untuk menciptakan vaksin flu dalam situasi pandemik (wabah global) dan dalam waktu yang relatif singkat.

Platform teknologi genom ini tentu dapat juga diaplikasikan pada pengembangan vaksin untuk penyakit lainnya seperti penyakit tropis malaria, demam berdarah dengue, filariasis, dan penyakit infeksi yang endemik di Indonesia, demikian Marsia.
(D009)