Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya, dan Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Hartono meluncurkan Peta Mangrove Nasional di TWA Muara Angke, Jakarta Utara, Rabu.

Peta Mangrove Nasional atau One Map Mangrove dinilai penting sebagai basis data aksi rehabilitasi mangrove.

"Pada kesempatan kali ini saya ingin menggarisbawahi tentang pentingnya One Map Mangrove sebagai basis data aksi rehabilitasi mangrove dan diharapkan mampu menghasilkan informasi geo-spasial secara akurat dan akuntabel," kata Luhut dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.

Luhut menekankan pentingnya upaya melestarikan hutan mangrove karena memiliki manfaat yang sangat penting. Dari aspek fisik, mangrove mampu mencegah bahaya gelombang tinggi dan abrasi air laut bahkan tsunami. Sementara itu, dari aspek ekologi dan ekonomi, mangrove dapat menyerap dan menyimpan karbon lebih besar dari hutan tropis.

"Kita ketahui bahwa hingga tahun 2020, Indonesia tercatat memiliki 3,31 juta hektare mangrove yang merupakan terluas di Asia bahkan di dunia. Bapak Presiden dalam beberapa kesempatan menyampaikan kepada dunia internasional bahwa Indonesia sedang melakukan rehabilitasi mangrove seluas sekitar 600.000 hektare. Untuk ini, perlu dibangun persemaian mangrove skala besar," urainya.

Menurut Luhut, dengan pesatnya pembangunan di wilayah pesisir, tidak sedikit ditemukan adanya pengalihan pemanfaatan lahan.

Lahan yang menurut Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) seharusnya menjadi sabuk hijau, justru sudah berganti menjadi lahan-lahan tambak atau perikanan budidaya.

Adanya penebangan liar juga akan mengikis habis mangrove yang seharusnya dikonservasi agar lebih bermanfaat bagi masyarakat. Oleh karena itu, perlu diutamakan pemeliharaan termasuk penegakan hukum.

Terkait hal tersebut, Luhut juga menyampaikan terima kasih kepada Bank Dunia yang telah mengingatkan pentingnya rehabilitasi, konservasi dan pengawasan mangrove sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Pemerintah pun, menurut dia, sangat serius dalam upaya rehabilitasi ekosistem mangrove yang kritis, dengan membentuk BRGM untuk memfasilitasi percepatan restorasi gambut dan mangrove di 34 provinsi di Indonesia.

"Kredibilitas BRGM dalam penanganan gambut sudah terbukti, namun untuk peletakan fondasi yang kuat dalam penanganan mangrove masih perlu penguatan dari aspek SDM dan secara institusi harus tumbuh berkembang menjadi Lembaga yang terbuka dan akomodatif-adaptif atas setiap perubahan yang terjadi," jelasnya.

Di sisi lain, Luhut mengingatkan meski refocusing anggaran telah membatasi target capaian BRGM, ia meminta agar jangan sampai mematahkan semangat untuk menggapai tujuan mulia untuk merehabilitasi lahan-lahan kritis di Indonesia bagi kemakmuran masyarakat pesisir. Berdasarkan hal itu, maka perlu membuka kerja sama-kerja sama baru dengan luar negeri.

"Pengelolaan ekosistem mangrove perlu dilaksanakan secara terintegrasi dengan perencanaan yang baik, strategi pengelolaan mangrove dan pendanaan serta kelembagaannya," bebernya.

Setelah diluncurkannya Peta Mangrove Nasional, Luhut berharap upaya rehabilitasi, konservasi dan pemeliharaan serta pengawasan harus dipercepat agar target rehabilitasi 600.000 hektare hingga tahun 2024 dapat terwujud.

"Untuk itu, mari kita bersama-sama mewujudkan pengelolaan ekosistem mangrove yang berkelanjutan dengan semangat tinggi demi terciptanya lingkungan hidup yang berkualitas untuk generasi mendatang," pungkas Luhut.

Baca juga: Pemerintah akan lakukan akselerasi rehabilitasi mangrove
Baca juga: Pemerintah umumkan luas mangrove jadi 3,364 juta hektare pada 2021
Baca juga: BRGM: Pulihnya ekosistem mangrove dukung penurunan emisi karbon