Kuala Lumpur (ANTARA) - Pemerintah Malaysia mengkhawatirkan isu penyitaan aset milik Petronas di Khartoum, Sudan, oleh pemerintah transisi negara Afrika itu yang melibatkan Petronas Sudan Complex dengan alasan diperoleh secara ilegal oleh pemerintahan sebelumnya..

Kementerian Luar Negeri Malaysia dalam pernyataannya pada Rabu mengatakan sejak isu tersebut muncul pada Desember 2020, pihaknya telah bekerja sama dengan Petronas, termasuk melalui Kedutaan Besar Malaysia di Khartoum, untuk menangani persoalan itu.

Kemlu mengaku telah melakukan upaya diplomatik, termasuk memanggil Kuasa Usaha Sudan di Kuala Lumpur dua kali untuk menyampaikan kekhawatiran Malaysia, dan akan terus memantau perkembangan isu tersebut untuk menjaga kepentingan Malaysia di Sudan.

Pemerintah Malaysia telah meminta pemerintah Sudan untuk menghormati Perjanjian Promosi dan Perlindungan Investasi Bilateral yang disepakati kedua negara, kata Kemlu.

Pemerintah Sudan juga diminta untuk menghormati status Kedutaan Besar Malaysia sebagai sebuah entitas diplomatik.

Walaupun Petronas sudah berusaha menyelesaikan masalah itu, Kemlu berharap agar masalah tersebut dapat segera diselesaikan dengan baik untuk menjaga hubungan Malaysia-Sudan.

Baca juga: Petronas mengalami kerugian Rp73,9 triliun

Kemlu juga menyampaikan bahwa semua warga negara Malaysia yang tinggal di Sudan sudah melapor ke kedutaan dan berada dalam keadaan selamat.

Sebelumnya dikabarkan, pemerintah transisi Sudan berusaha untuk menyita aset milik perusahaan minyak nasional Malaysia itu dengan tuduhan diperoleh melalui cara ilegal ketika Sudan diperintah oleh Omar al-Bashir.

Setelah al-Bashir digulingkan, pemerintah transisi mengeluarkan undang-undang dan membentuk Komite Pemberdayaan Penghapusan, Anti-Korupsi, dan Pengembalian Uang (ERC), yang bertugas meninjau perjanjian dan mengambil aset yang diduga diperoleh melalui cara ilegal selama pemerintahan sebelumnya.

Saat menyelidiki mantan presiden dan lingkaran dekatnya, komite itu menuduh investor asing di Sudan dan menyita aset mereka.

Petronas Malaysia beroperasi di Sudan lebih dari 20 tahun dan membantu negara itu menjadi negara pengekspor minyak.

Sanksi Amerika Serikat terhadap Sudan telah menimbulkan tantangan yang besar bagi perusahaan asing, termasuk Petronas.

Baca juga: Petronas dan Sarawak capai kesepakatan pengelolaan migas
Baca juga: Pendapatan Petronas Malaysia turun empat persen