Jarkarta (ANTARA News) - Obat anti-kerut Botox, yang telah mendapat lisensi di beberapa negara sebagai obat migrain kronis, ternyata tak memiliki dampak berarti terhadap sakit kepala itu, demikian hasil satu studi yang disiarkan Selasa (8/2).

Botox --neurotoksin yang dibuat dari germ botulinum Clostridium -- bekerja sebagai kosmetik dengan melumpuhkan otot yang mengakibatkan kerutan.

Sekarang zat itu telah disahkan di Inggris, Amerika Serikat dan negara lain guna mengobati sakit kepala kronis. Obat tersebut diberikan melalui suntikan reguler ke sebanyak 39 sembilan titik di otot kepala dan tengkuk.

Botox membuat santai bagian otot wajah yang dikehendaki sehingga menghasilkan permukaan kulit yang mulus dan tanpa kerutan.

Keistimewaan Botox adalah dapat digunakan pada bagian otot wajah yang diinginkan, sementara otot wajah yang lain dapat berfungsi seperti biasa. Hasilnya adalah ekspresi wajah terlihat tidak kaku melainkan tetap normal alami hanya saja tidak akan menampakkan kerutan.

Botox secara umum digunakan untuk mengatasi:
  • Kerutan antara kedua alis (yang timbul saat orang sedang berpikir),
  • Crows feet, yaitu garis-garis di samping mata yang timbul saat wajah sedang berekspresi, misalnya ketika tertawa,
  • Alis yang menurun serta mata yang terlihat lelah dan menua,
  • Garis-garis di bibir bagian atas yang sering timbul pada perokok,
  • Dagu yang mengerut sebagai akibat dari penyerapan tulang (absorpsi),
  • Kulit wajah yang mengendur dan garis-garis penuaan horisontal di leher,
Umumnya perawatan tersebut juga digunakan untuk membuka mata dan garis nasobial dari bagian hidung hingga mata.

Hasil dari penyuntikan Botox akan tampak 5 hingga 7 hari setelah penyuntikan. Wajah terlihat secara dramatis lebih muda dengan kerutan dan garis ekspresi wajah yang lebih halus sehingga menghasilkan kulit wajah yang mulus dan bebas dari kerutan serta garis-garis. Alis yang terangkat membuka mata untuk mendapatkan penampilan yang lebih muda dan segar.

Tetapi jurnal Inggris "Drug and Therapeutics Bulletin", yang dikutip AFP menyatakan percobaan klinis hanya memperlihatkan "bukti manfaat yang terbatas".

Antara satu dan 10 persen relawan yang diberi suntikan obat itu mengalami dampak yang menyakitkan dan tak menyenangkan, termasuk kejang otot, ruam dan gatal.

Laporan tersebut menambahkan tak mungkin untuk sepenuhnya memutuskan risiko lain dari Botox, termasuk risiko infeksi akibat protein yang disebut serum manusia albumin, yang menjadi bagian dari formula obat itu.

Albumin (bahasa Latin: albus, white) adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada segala jenis protein monomer yang larut dalam air dan larutan garam, dan mengalami koagulasi saat terpajan panas. Substansi yang mengandung albumin, seperti putih telur, disebut albuminoid.

Pada manusia, albumin diproduksi oleh hati dalam bentuk prealbumin dan memenuhi sekitar 60 persen jumlah serum darah dengan konsentrasi antara 30 hingga 50 g/L[1] dengan waktu paruh sekitar 20 hari. Albumin memiliki berat molekul sekitar 65 kD dan terdiri atas 584 asam amino tanpa karbohidrat.

Gen untuk albumin terletak pada kromosom 4, mutasi pada gen itu dapat mengakibatkan berbagai macam protein dengan fungsi yang tidak beraturan (bahasa Inggris: anomalous protein).
(C003/T010/A038)