Ahli asal Thailand: Ganja tidak digunakan untuk semua penyakit
12 Oktober 2021 15:20 WIB
Hasil tangkapan layar sidang mendengarkan keterangan Ahli Pemohon (VI) Perkara 106/PUU-XVIII/2020 yang disiarkan langsung di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (12/10/2021) (ANTARA/Tri Meilani Ameliya)
Jakarta (ANTARA) - Ahli obat-obatan asal Thailand Pakakrong Kwankhao mengatakan negaranya tidak menggunakan ganja dari tanaman Cannabis menjadi obat untuk semua penyakit dan bukan pula dijadikan pilihan pertama.
“Kami tidak langsung pertama-tama meresepkan Cannabis karena ketidakcukupan bukti,” kata Pakakrong Kwankhao yang telah dialihbahasakan oleh penerjemahnya dalam sidang mendengarkan keterangan ahli yang dihadirkan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM) yang sebagai pemohon VI dalam perkara 106/PUU-XVIII/2020 yang disiarkan langsung di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa.
Pemakaian Cannabis dalam dunia medis Thailand diperbolehkan setelah pengobatan perawatan standar yang didahulukan, seperti paliatif, yaitu perawatan peningkatan kualitas hidup pasien melalui pemberian obat pereda nyeri dan diet sehat gagal dilakukan.
Baca juga: Ahli asal Korea Selatan: Korsel punya aturan hukum ganja menjadi obat
Ahli juga menjelaskan Pemerintah Thailand tidak memberi izin kepada sembarang orang untuk menghasilkan tanaman Cannabis, begitu pula bagi yang ingin memberikannya sebagai obat. Mereka harus mendapatkan lisensi dari pemerintah terlebih dahulu.
Penjelasan yang dipaparkan tersebut ditujukan untuk menjawab pertanyaan dari Kuasa Presiden dalam sidang permohonan uji materi UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terhadap UUD 1945 terkait praktik pemakaian ganja dari tanaman Cannabis sebagai obat.
Pakakrong Kwankhao bertindak sebagai ahli dari Pemohon VI Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM).
Baca juga: Ahli sebut UU Narkotika butuh perspektif kesehatan masyarakat
Menurut pemohon, Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 8 ayat (1) UU Narkotika yang diujikan dalam sidang ini telah menghambat dan mengganggu mereka yang fokus menjamin pemenuhan hak atas pelayanan kesehatan dan hak untuk memperoleh manfaat dari hasil proses pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pelayanan tersebut.
Pengajuan perkara menjadi bukti peran aktif LBHM dalam memastikan pemenuhan hak-hak itu untuk berpartisipasi dalam pembangunan masyarakat, bangsa, dan negara yang merupakan mandat Pasal 28C ayat (2) UUD 1945.
Sidang selanjutnya akan diselenggarakan pada Rabu (10/10) dengan agenda mendengarkan keterangan 4 orang saksi dari pemohon.
Baca juga: Hakim MK minta pemerintah hadirkan ahli dalam uji materi UU Narkotika
“Kami tidak langsung pertama-tama meresepkan Cannabis karena ketidakcukupan bukti,” kata Pakakrong Kwankhao yang telah dialihbahasakan oleh penerjemahnya dalam sidang mendengarkan keterangan ahli yang dihadirkan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM) yang sebagai pemohon VI dalam perkara 106/PUU-XVIII/2020 yang disiarkan langsung di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa.
Pemakaian Cannabis dalam dunia medis Thailand diperbolehkan setelah pengobatan perawatan standar yang didahulukan, seperti paliatif, yaitu perawatan peningkatan kualitas hidup pasien melalui pemberian obat pereda nyeri dan diet sehat gagal dilakukan.
Baca juga: Ahli asal Korea Selatan: Korsel punya aturan hukum ganja menjadi obat
Ahli juga menjelaskan Pemerintah Thailand tidak memberi izin kepada sembarang orang untuk menghasilkan tanaman Cannabis, begitu pula bagi yang ingin memberikannya sebagai obat. Mereka harus mendapatkan lisensi dari pemerintah terlebih dahulu.
Penjelasan yang dipaparkan tersebut ditujukan untuk menjawab pertanyaan dari Kuasa Presiden dalam sidang permohonan uji materi UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terhadap UUD 1945 terkait praktik pemakaian ganja dari tanaman Cannabis sebagai obat.
Pakakrong Kwankhao bertindak sebagai ahli dari Pemohon VI Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM).
Baca juga: Ahli sebut UU Narkotika butuh perspektif kesehatan masyarakat
Menurut pemohon, Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 8 ayat (1) UU Narkotika yang diujikan dalam sidang ini telah menghambat dan mengganggu mereka yang fokus menjamin pemenuhan hak atas pelayanan kesehatan dan hak untuk memperoleh manfaat dari hasil proses pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pelayanan tersebut.
Pengajuan perkara menjadi bukti peran aktif LBHM dalam memastikan pemenuhan hak-hak itu untuk berpartisipasi dalam pembangunan masyarakat, bangsa, dan negara yang merupakan mandat Pasal 28C ayat (2) UUD 1945.
Sidang selanjutnya akan diselenggarakan pada Rabu (10/10) dengan agenda mendengarkan keterangan 4 orang saksi dari pemohon.
Baca juga: Hakim MK minta pemerintah hadirkan ahli dalam uji materi UU Narkotika
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021
Tags: