Perdami: Gangguan penglihatan dan kebutaan akan meningkat saat pandemi
12 Oktober 2021 15:16 WIB
Tangkapan layar Ketua Umum Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) Muhammad Sidik dalam Konferensi Pers Hari Penglihatan Sedunia Tahun 2021 yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa (12/11/2021). (ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti)
Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami), Muhammad Sidik memprediksi gangguan penglihatan dan kebutaan yang dialami oleh masyarakat Indonesia akan meningkat saat pandemi COVID-19.
“Banyak kegiatan yang terbatas, terhambat akibat adanya pandemi COVID-19. Angka kebutaan kalau diprediksi akan meningkat karena adanya hambatan dalam pemeriksaan gangguan penglihatan pada masyarakat,” kata Sidik dalam Konferensi Pers Hari Penglihatan Sedunia 2021 yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Waspadai gangguan penglihatan gegara radiasi gadget di era pandemi
Sidik menjelaskan, selain terbatasnya akses layanan kesehatan selama pandemi COVID-19, adanya aturan yang membuat masyarakat harus bekerja dan belajar dari rumah juga menjadi penyebab pasien tidak dapat mendapatkan penanganan yang layak dari tenaga kesehatan.
Meningkatnya angka tersebut juga disebabkan adanya permasalahan baru, seperti gangguan penglihatan yang berhubungan dengan kelelahan, gangguan refraksi yang tidak tampak dan munculnya penyakit lain dari degeneratif akibat bertambahnya umur harapan hidup masyarakat.
“Sekarang gangguan penglihatan tidak hanya katarak dan refreksi, tapi juga gangguan penglihatan yang berhubungan dengan penyakit degeneratif karena panjangnya usia harapan hidup,” ujar dia.
Sebelum pandemi COVID-19, lanjutnya, penyakit yang muncul akibat degeneratif (perubahan sel-sel tubuh yang mempengaruhi fungsi organ secara menyeluruh), seperti diabetes melitus (kencing manis) atau penyakit pada retina mata tidak banyak muncul.
Namun, setelah pandemi penyakit seperti glaukoma (kerusakan syaraf mata akibat meningkatnya tekanan pada bola mata) banyak menjadi penyebab terjadinya angka kebutaan di Indonesia.
Terjadinya peningkatan pada masyarakat yang terkena gangguan penglihatan atau kebutaan, kata dia, dapat berdampak pada kualitas sumber daya manusia Indonesia di masa depan dan berpotensi menyebabkan terjadinya economic loss (kerugian ekonomi).
Baca juga: 81 persen kebutaan terjadi akibat katarak di Indonesia
Baca juga: Kenali tanda awal gangguan mata pada anak
Ia menyarankan untuk dapat mencegah terjadinya penambahan angka pada masyarakat yang menderita gangguan penglihatan, seluruh pihak untuk memiliki pemahaman yang sama dalam mengatasi gangguan penglihatan dan kebutaan. Sehingga, setelah pandemi COVID-19 berakhir, Indonesia dapat memiliki langkah yang sama dalam melakukan percepatan penanganan gangguan penglihatan dan kebutaan.
“Perlu duduk bersama dulu semua pemangku kebijakan untuk punya konsep yang sama, sehingga kita bisa berjalan bersama-sama dalam hal mengatasi masalah penglihatan ini,” kata dia.
“Banyak kegiatan yang terbatas, terhambat akibat adanya pandemi COVID-19. Angka kebutaan kalau diprediksi akan meningkat karena adanya hambatan dalam pemeriksaan gangguan penglihatan pada masyarakat,” kata Sidik dalam Konferensi Pers Hari Penglihatan Sedunia 2021 yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Waspadai gangguan penglihatan gegara radiasi gadget di era pandemi
Sidik menjelaskan, selain terbatasnya akses layanan kesehatan selama pandemi COVID-19, adanya aturan yang membuat masyarakat harus bekerja dan belajar dari rumah juga menjadi penyebab pasien tidak dapat mendapatkan penanganan yang layak dari tenaga kesehatan.
Meningkatnya angka tersebut juga disebabkan adanya permasalahan baru, seperti gangguan penglihatan yang berhubungan dengan kelelahan, gangguan refraksi yang tidak tampak dan munculnya penyakit lain dari degeneratif akibat bertambahnya umur harapan hidup masyarakat.
“Sekarang gangguan penglihatan tidak hanya katarak dan refreksi, tapi juga gangguan penglihatan yang berhubungan dengan penyakit degeneratif karena panjangnya usia harapan hidup,” ujar dia.
Sebelum pandemi COVID-19, lanjutnya, penyakit yang muncul akibat degeneratif (perubahan sel-sel tubuh yang mempengaruhi fungsi organ secara menyeluruh), seperti diabetes melitus (kencing manis) atau penyakit pada retina mata tidak banyak muncul.
Namun, setelah pandemi penyakit seperti glaukoma (kerusakan syaraf mata akibat meningkatnya tekanan pada bola mata) banyak menjadi penyebab terjadinya angka kebutaan di Indonesia.
Terjadinya peningkatan pada masyarakat yang terkena gangguan penglihatan atau kebutaan, kata dia, dapat berdampak pada kualitas sumber daya manusia Indonesia di masa depan dan berpotensi menyebabkan terjadinya economic loss (kerugian ekonomi).
Baca juga: 81 persen kebutaan terjadi akibat katarak di Indonesia
Baca juga: Kenali tanda awal gangguan mata pada anak
Ia menyarankan untuk dapat mencegah terjadinya penambahan angka pada masyarakat yang menderita gangguan penglihatan, seluruh pihak untuk memiliki pemahaman yang sama dalam mengatasi gangguan penglihatan dan kebutaan. Sehingga, setelah pandemi COVID-19 berakhir, Indonesia dapat memiliki langkah yang sama dalam melakukan percepatan penanganan gangguan penglihatan dan kebutaan.
“Perlu duduk bersama dulu semua pemangku kebijakan untuk punya konsep yang sama, sehingga kita bisa berjalan bersama-sama dalam hal mengatasi masalah penglihatan ini,” kata dia.
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021
Tags: