Jakarta (ANTARA) - Guyonan seputar heboh fenomena crop circle beberapa pekan lalu di sebuah desa di Daerah Istimewa Yogyakarta membuncah, kemudian menyeret perbedaan pernik imajinasi antara manusia dengan hewan. "Lha wong manusia kok dilawan," kata hewan kepada sesama hewan dalam nada jenaka.
Apa yang ganjil? Manusia dapat menggelar rapat anggaran dengan ketrampilan menyusun, mengatur dan menata pundi-pundi mata uang agar berdaya guna dan berdaya pikat bagi birokrat.
Sebaliknya, kambing hanya mengembik, kucing mengeong dan harimau mengaum. Persamaan antara bunyi uang dan bunyi hewan adalah sama-sama bersuara teratur, tersusun demi terpenuhi harapan di masa depan. Uang menanti harapan masa depan.
Lima juta ditambah lima juta hasilnya sepuluh juta. Sepuluh juta ditilep satu juta hasilnya sembilan juta. Ini drama tanpa masa depan bernama korupsi. Jargon korupsi berbunyi 'gantungkan uang setinggi langit, tilep duit sebanyak-banyaknya.'
Sementara, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional menegaskan bahwa crop circle bukan jejak Unidentified Flying Object atau UFO, melainkan buatan manusia. Ini drama kecil-kecilan dari Ratu Adil. Ini mirip gejala ekuivok.
Ekuivok, artinya sama suara, tetapi artinya berbeda. Kata yang menunjukkan pengertian yang berlainan. Kata "genting" misalnya, bisa berarti atap rumah, tetapi dapat juga menunjukkan suatu keadaan yang gawat.
Kalau nilep duit orang, maka tetaplah nilep duit orang. Ini disebut sebagai sama suara, sama arti, atau univok.
Nah, pembacaan fenomena crop circle dalam pusaran Ratu Adil menunjukkan bahwa alam adalah dasar bagi kemungkinan pemenuhan harapan manusia akan dunia yang lebih baik.
Menurut tradisi Ratu Adil, orang Jawa menantikan suatu "Kerajaan Baru" di mana tidak ada lagi kemiskinan, kekurangan dan penderitaan di sana. Ratu Adil tampil sebagai sohib yang tiada henti diharapkan dan dinanti kedatangannya.
Berbekal kreativitas yang dipateri dalam harapan datangnya Ratu Adil, foto Ketua Umum PSSI, Nurdin Halid beredar luas di dunia maya. Di situs jejaring sosial Facebook, beredar foto crop circle yang menyindir Ketua Umum PSSI, Nurdin Halid.
Di dunia maya, UFO lantas diartikan dalam berbagai macam, tak sebatas Unidentified Flying Object seperti seharusnya. UFO diartikan sebagai unidentified football organization, unofficial football organization. Lagi-lagi ini contoh jenaka dari ekuivok.
Sebelumnya, Nurdin juga pernah disindir dalam sebuah video di YouTube dengan judul "Lagu Nurdin Turun Downk..." yang dinyanyikan oleh seorang gadis cantik.
"...Walau kosong prestasi bikin frustrasi. Tapi haram hukumnya kalau turun kursi. Menjunjung demokrasi, alasan si nurdin basi. Pelecehan demokrasi negeri. Korupsi sejak dari dalam hati."
Ratu adil, PSSI dan crop circle bagaikan drama yang dipentaskan berulangkali oleh pemain yang sama pula. Tiada yang baru di bawah kolong langit. Bahasa Latinnya, nil novi sub sole.
Ketika merespons ide membuat crop circle atau potongan melingkar di Kabupaten Sleman dan Bantul, Gubernur Sri Sultan Hamengku Buwono X menyatakan, "Perbuatan itu secara akademik merupakan sesuatu yang luar biasa, sehingga patut diapresiasi".
Sementara, bagi Nurdin Halid, guyonannya kembali saja kepada bait-bait teks Lagu Nurdin Turun Downk.
Temuan crop circle di areal persawahan Dusun Rejosari dan Dusun Jogomangsan, Desa Jogotirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, menjadi objek wisata dadakan.
"Banyak pengunjung yang bersedia mendaki bukit yang licin, untuk itu beberapa warga berinisiatif membantu, agar para pengunjung tidak terpeleset dan jatuh," kata warga setempat, Joko.
Pengunjung yang banyak dimanfaatkan penduduk untuk menambah pemasukan kas desa dengan membuat jasa parkir dan menjual foto "jejak UFO".
Foto-foto ini laris manis bahkan 300 lembar yang dicetak seorang warga dan dijual kepada pengunjung, habis hanya dalam satu jam.
Warga sekitar dan para pedagang asongan menjual air mineral, topi, makanan ringan, serta jasa parkir. Dalam satu hari, ada yang bisa meraup pendapatan Rp3,5 juta.
Rejeki nomplok kehadiran crop circle dapat dibaca sebagai "narasi kecil` dari Ratu Adil. Kiprah Nurdin Halid dapat ditafsirkan sebagai "narasi besar" dari Ratu Adil bernama demokrasi.
Baik Ratu Adil maupun demokrasi sama-sama linglung ketika dihadapkan kepada "kebodohan" (stultitia) di bidang etika.
Faktanya, sepanjang sejarah hanya sedikit orang yang bijaksana, yakni seorang per 500 tahun! Sebaliknya, jumlah orang bodoh tidak terbatas (numerus stultorum est finitus).
Orang agak-agak cerdas akan berkata bahwa orang bermoral itu langka. Mengutip sajak penyair Romawi Ovidius, "Tampaklah cuma sana sini ada orang berenang di samudera luas membentang".
Dan menurut mazhab Stoa yang hidup pada 300 SM sampai 200 Masehi, manusia tidak dapat maju di bidang moral. Hanya ada dua kemungkinan: 100 persen bermoral atau sama sekali tidak bermoral.
Kalau Ratu Adil menjanjikan harapan serba baru, maka berdasarkan apa masa depan bisa ditentukan lebih baik ketimbang masa sekarang? Bukankah harapan masa depan akan lebih baik bila mengandaikan juga masa kini?
Masa depan sebenarnya tidak serba baru lagi, artinya, masa depan secara kwalitatif mulai dari saat ini. Masa depan mustahil ada tanpa masa lalu.
Ini Ratu Adil bagi PSSI!
Ratu Adil, PSSI, Crop Circle
8 Februari 2011 20:19 WIB
Crop Circle Berbah diambil lewat pemotretan udara (ANTARA/UGM)
Oleh A.A. Ariwibowo
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2011
Tags: