DJP: Program Pengungkapan Sukarela kesempatan WP penuhi kewajiban
8 Oktober 2021 21:37 WIB
Dokumentasi - Petugas pajak melayani warga yang mengikuti program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) di Kantor Direktorat Jendral Pajak, Jakarta, beberapa waktu yang lalu. ANTARA FOTO/Atika Fauziyyah/pd.
Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberikan kesempatan kepada wajib pajak (WP) untuk melaporkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi melalui Program Pengungkapan Sukarela atau Voluntary Disclosure Program.
Program ini masuk dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang memang disusun pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan sukarela WP.
“Ini bertujuan meningkatkan kepatuhan sukarela WP berdasarkan asas kesederhanaan, kepastian hukum, dan kemanfaatan,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Neilmaldrin Noor di Jakarta, Jumat.
Pemberian kesempatan kepada WP itu dilakukan melalui pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) berdasarkan pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi (OP) Tahun Pajak 2020.
Kemudian juga pembayaran PPh berdasarkan pengungkapan harta yang tidak atau belum sepenuhnya dilaporkan oleh peserta Program Pengampunan Pajak atau amnesti pajak.
WP dapat mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan sepanjang DJP belum menemukan data dan/atau informasi mengenai harta dimaksud mulai 1 Januari 2022 sampai 30 Juni 2022.
Harta bersih yang dimaksud dianggap sebagai tambahan penghasilan dan dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dan dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak.
Tarif yang berlaku dalam program ini dibagi menjadi dua kebijakan yaitu kebijakan pertama subjeknya adalah WP OP dan Badan peserta Program Pengampunan Pajak dengan basis aset per 31 Desember 2015 yang belum diungkapkan saat mengikuti program ini.
Tarif PPh Final subjek tersebut adalah 11 persen untuk deklarasi luar negeri (LN), 8 persen untuk aset LN repatriasi dan aset dalam negeri (DN), serta 6 persen untuk aset LN repatriasi dan aset DN yang diinvestasikan dalam SBN/hilirisasi/renewable energy.
Kebijakan kedua memiliki subjek WP OP dengan basis aset perolehan sejak 2016 sampai 2020 yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan 2020.
Tarif PPh Final subjek tersebut adalah 18 persen untuk deklarasi LN, 14 persen untuk aset LN repatriasi dan aset DN, serta 12 persen untuk aset LN repatriasi dan aset DN yang diinvestasikan dalam SBN/hilirisasi/renewable energy.
Setelah menyampaikan surat pemberitahuan pengungkapan harta maka WP akan memperoleh surat keterangan yang diterbitkan DJP.
Kemudian setelah WP mendapat surat keterangan maka DJP tidak akan menerbitkan surat ketetapan pajak atas kewajiban perpajakan mulai Tahun Pajak 2016 sampai dengan Tahun Pajak 2020.
Neil menambahkan, Program Pengungkapan Sukarela turut memberikan kebebasan kepada WP untuk memilih tarif maupun prosedur yang digunakan dalam mengungkapkan harta yang belum dilaporkannya secara sukarela.
Baca juga: Kemenkeu: Perubahan lapisan tarif PPh lindungi kelas menengah ke bawah
Baca juga: DPR: UU HPP berpotensi naikkan tax ratio hingga 10,12 persen pada 2025
Baca juga: Wamenkeu: UU HPP berpotensi tambah penerimaan Rp140 triliun pada 2022
Baca juga: Menanti implementasi UU HPP untuk penguatan reformasi perpajakan
Program ini masuk dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang memang disusun pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan sukarela WP.
“Ini bertujuan meningkatkan kepatuhan sukarela WP berdasarkan asas kesederhanaan, kepastian hukum, dan kemanfaatan,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Neilmaldrin Noor di Jakarta, Jumat.
Pemberian kesempatan kepada WP itu dilakukan melalui pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) berdasarkan pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi (OP) Tahun Pajak 2020.
Kemudian juga pembayaran PPh berdasarkan pengungkapan harta yang tidak atau belum sepenuhnya dilaporkan oleh peserta Program Pengampunan Pajak atau amnesti pajak.
WP dapat mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan sepanjang DJP belum menemukan data dan/atau informasi mengenai harta dimaksud mulai 1 Januari 2022 sampai 30 Juni 2022.
Harta bersih yang dimaksud dianggap sebagai tambahan penghasilan dan dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dan dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak.
Tarif yang berlaku dalam program ini dibagi menjadi dua kebijakan yaitu kebijakan pertama subjeknya adalah WP OP dan Badan peserta Program Pengampunan Pajak dengan basis aset per 31 Desember 2015 yang belum diungkapkan saat mengikuti program ini.
Tarif PPh Final subjek tersebut adalah 11 persen untuk deklarasi luar negeri (LN), 8 persen untuk aset LN repatriasi dan aset dalam negeri (DN), serta 6 persen untuk aset LN repatriasi dan aset DN yang diinvestasikan dalam SBN/hilirisasi/renewable energy.
Kebijakan kedua memiliki subjek WP OP dengan basis aset perolehan sejak 2016 sampai 2020 yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan 2020.
Tarif PPh Final subjek tersebut adalah 18 persen untuk deklarasi LN, 14 persen untuk aset LN repatriasi dan aset DN, serta 12 persen untuk aset LN repatriasi dan aset DN yang diinvestasikan dalam SBN/hilirisasi/renewable energy.
Setelah menyampaikan surat pemberitahuan pengungkapan harta maka WP akan memperoleh surat keterangan yang diterbitkan DJP.
Kemudian setelah WP mendapat surat keterangan maka DJP tidak akan menerbitkan surat ketetapan pajak atas kewajiban perpajakan mulai Tahun Pajak 2016 sampai dengan Tahun Pajak 2020.
Neil menambahkan, Program Pengungkapan Sukarela turut memberikan kebebasan kepada WP untuk memilih tarif maupun prosedur yang digunakan dalam mengungkapkan harta yang belum dilaporkannya secara sukarela.
Baca juga: Kemenkeu: Perubahan lapisan tarif PPh lindungi kelas menengah ke bawah
Baca juga: DPR: UU HPP berpotensi naikkan tax ratio hingga 10,12 persen pada 2025
Baca juga: Wamenkeu: UU HPP berpotensi tambah penerimaan Rp140 triliun pada 2022
Baca juga: Menanti implementasi UU HPP untuk penguatan reformasi perpajakan
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2021
Tags: