Mentan luncurkan tiga vaksin hewan besutan Kementan
8 Oktober 2021 20:24 WIB
Vaksin Neo Rabivet, vaksin Afluvet HiLow, dan serum Scovet ASF hasil penelitian Kementerian Pertanian yang diproduksi oleh Pusat Veteriner Farma (Pusvetma) Surabaya. ANTARA/HO-Kementerian Pertanian
Jakarta (ANTARA) - Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo meluncurkan tiga vaksin hewan buatan peneliti Kementerian Pertanian dalam acara Hari Rabies Sedunia sekaligus mencanangkan Indonesia bebas rabies pada 2030.
"Ketiga produk hasil penelitian dan pengembangan Kementan tersebut sangat penting, mengingat Indonesia adalah negara pengekspor babi terbesar yang cukup diperhitungkan. Apalagi virus adalah lawan yang tidak kelihatan dan bisa masuk ke semua sektor," kata Syahrul dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Ketiga vaksin yang diluncurkan pada Jumat (8 /10) itu adalah vaksin Neo Rabivet yang sudah terintegrasi, terverifikasi dan memenuhi persyaratan CPOHB. Kedua, vaksin Afluvet HiLow yang merupakan vaksin kombinasi antara H5N1 dan H9N2.
Dan terakhir adalah serum Scovet ASF yang merupakan produk biologis berupa serum konvalescen African Swine Fever dari babi yang sembuh dari penyakit ASF.
Mentan menilai ketiga produk yang dikeluarkan Pusat Veteriner Farma (Pusvetma) Surabaya ini sangat membanggakan, mengingat produk ini hasil karya pegawai Kementan, dan terutama produk serum ASF yang berdasar penelitian mampu meningkatkan kekebalan virus demam babi Afrika hingga 52 persen.
Produk tersebut menjadi solusi mengingat vaksin demam babi Afrika belum ada di dunia.
Terkait penyakit rabies, Mentan mengatakan penyakit ini menjadi salah satu masalah kesehatan besar yang harus ditangani bersama, termasuk para kepala daerah dan semua pihak yang terlibat di sektor peternakan maupun pemeliharaan. Caranya melalui program pengendalian yang mengedepankan implementasi one health.
"Karena penanganan hewan itu bukan sesuatu yang mudah. Kenapa begitu? Karena virus rabies itu bukan hanya kita yang kena, tetapi tetangga juga kena. Apalagi kalau di tempat wisata. Ini bahaya banget," katanya.
Mentan menegaskan pentingnya pencegahan rabies untuk keselamatan hewan dan manusia. Dampak rabies tidak hanya pada kesehatan, namun juga akan berpengaruh pada ekonomi secara umum.
“Dan saya bersyukur dukungan pembebasan rabies di Indonesia terus menguat. Saya optimis tidak sampai 2030 kita bisa membebaskan Indonesia dari rabies,” kata Mentan.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian Nasrullah menegaskan bahwa program pengendalian dan pemberantasan rabies merupakan komitmen kuat dari jajarannya untuk Indonesia yang lebih berkualitas.
Sejauh ini, kata Nasrullah, Kementan telah mengalokasikan vaksin dan operasional pengendalian rabies, khususnya untuk wilayah tertular dengan risiko tinggi.
"Untuk daerah tertular risiko tinggi, kita upayakan alokasi vaksin sebanyak 70 persen populasi hewan penular rabies. Sedangkan untuk daerah risiko rendah dan bebas, alokasi vaksin cukup untuk vaksinasi tertarget dan vaksinasi darurat," katanya.
Baca juga: Mentan sebut Balitbangtan tengah uji coba vaksin Demam Babi Afrika
Baca juga: Mentan ungkap harapannya soal vaksin unggas
"Ketiga produk hasil penelitian dan pengembangan Kementan tersebut sangat penting, mengingat Indonesia adalah negara pengekspor babi terbesar yang cukup diperhitungkan. Apalagi virus adalah lawan yang tidak kelihatan dan bisa masuk ke semua sektor," kata Syahrul dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Ketiga vaksin yang diluncurkan pada Jumat (8 /10) itu adalah vaksin Neo Rabivet yang sudah terintegrasi, terverifikasi dan memenuhi persyaratan CPOHB. Kedua, vaksin Afluvet HiLow yang merupakan vaksin kombinasi antara H5N1 dan H9N2.
Dan terakhir adalah serum Scovet ASF yang merupakan produk biologis berupa serum konvalescen African Swine Fever dari babi yang sembuh dari penyakit ASF.
Mentan menilai ketiga produk yang dikeluarkan Pusat Veteriner Farma (Pusvetma) Surabaya ini sangat membanggakan, mengingat produk ini hasil karya pegawai Kementan, dan terutama produk serum ASF yang berdasar penelitian mampu meningkatkan kekebalan virus demam babi Afrika hingga 52 persen.
Produk tersebut menjadi solusi mengingat vaksin demam babi Afrika belum ada di dunia.
Terkait penyakit rabies, Mentan mengatakan penyakit ini menjadi salah satu masalah kesehatan besar yang harus ditangani bersama, termasuk para kepala daerah dan semua pihak yang terlibat di sektor peternakan maupun pemeliharaan. Caranya melalui program pengendalian yang mengedepankan implementasi one health.
"Karena penanganan hewan itu bukan sesuatu yang mudah. Kenapa begitu? Karena virus rabies itu bukan hanya kita yang kena, tetapi tetangga juga kena. Apalagi kalau di tempat wisata. Ini bahaya banget," katanya.
Mentan menegaskan pentingnya pencegahan rabies untuk keselamatan hewan dan manusia. Dampak rabies tidak hanya pada kesehatan, namun juga akan berpengaruh pada ekonomi secara umum.
“Dan saya bersyukur dukungan pembebasan rabies di Indonesia terus menguat. Saya optimis tidak sampai 2030 kita bisa membebaskan Indonesia dari rabies,” kata Mentan.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian Nasrullah menegaskan bahwa program pengendalian dan pemberantasan rabies merupakan komitmen kuat dari jajarannya untuk Indonesia yang lebih berkualitas.
Sejauh ini, kata Nasrullah, Kementan telah mengalokasikan vaksin dan operasional pengendalian rabies, khususnya untuk wilayah tertular dengan risiko tinggi.
"Untuk daerah tertular risiko tinggi, kita upayakan alokasi vaksin sebanyak 70 persen populasi hewan penular rabies. Sedangkan untuk daerah risiko rendah dan bebas, alokasi vaksin cukup untuk vaksinasi tertarget dan vaksinasi darurat," katanya.
Baca juga: Mentan sebut Balitbangtan tengah uji coba vaksin Demam Babi Afrika
Baca juga: Mentan ungkap harapannya soal vaksin unggas
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2021
Tags: