Kairo (ANTARA News/Reuters) - Para pendukung Presiden Hosni Mubarak melepaskan tembakan ke arah para pengunjukrasa anti Mubarak yang berada di Bundaran Tahrir, Kairo, sehingga sedikitnya tujuh orang menderita cedera, kata sejumlah saksi mata.
Seorang dokter, seperti dikutip Televisi Al Arabiya, mengatakan seorang pemerotes tewas terkena tembakan sekitar pukul 4.00 waktu setempat (pukul 9.00 WIB).
Saksi mata lain menyebutkan 15 orang menderita luka-luka akibat peristiwa itu.
Seorang wanita berusia 33 tahun, seperti dikutip televisi Al Jazeera, mengatakan para pengunjukrasa yang menentang Presiden Mubarak tidak akan menyerah. "Kami tak akan mundur," ujarnya.
Selasa lalu, Mubarak yang telah berkuasa 30 tahun berjanji akan menyerahkan kekuasaan September nanti. Dia marah kepada pengunjukrasa yang menginginkannya segera mundur dari kursi kepresidenan dan terhadap anjuran Amerika Serikat yang menyatakan perubahan "harus mulai sekarang".
Sehari kemudian, Angkatan Darat Mesir menyeru kubu reformis pulang, lalu tiba-tiba pendukung Mubarak yang menunggang kuda dan unta melemparkan bom-bom bensin dan menyerang pengunjukrasa di Tahrir.
Banyak orang berpendapat aksi itu dilakukan oleh kelompok yang didukung pemerintah.
"Mereka melemparkan bom-bom bensin ke arah kami dari jembatan di bagian utara Bunderan Tahrir," ujar seorang saksi mata.
Para demonstran anti Mubarak membalas dengan lemparan batu dan menyatakan para penyerang adalah personel polisi berpakaian preman.
Kementerian Dalam Negeri Mesir membantah tuduhan tersebut dan pemerintah menolak seruan dunia guna mengakhiri kekerasan dan memulai pengalihan kekuasaan.
Rabu malam, para pengunjukrasa masih berkumpul di Tahrir yang menjadi pusat demontrasi massal di hari kesepuluh unjuk rasa itu.
Sejauh ini sedikitnya 145 orang tewas, sementara demonstrasi terus terjadi di berbagai wilayah negara Arab itu. Kepala Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa Navi Pillay menyebutkan 300 orang diperkirakan tewas.
Hentikan
Wakil Presiden Mesir Omar Suleiman sebelumnya mendesak 2.000 demonstran di Tahrir untuk meninggalkan kawasan itu dan mematuhi jam malam yang diberlakukan untuk memulihkan ketertiban.
Ia mengatakan dialog dengan kubu reformis dan oposisi bergantung pada diakhirnya protes jalanan, namun pengunjukrasa membuat penghalang di Tahrir untuk mencegah pendukung Mubarak masuk.
"Tempat ini akan segera berubah jadi rumah jagal jika tentara tidak campur tangan," kata Ahmed Maher, yang melihat pendukung Mubarak bersenjata pedang dan pisau, kepada Reuters.
Para pejabat mengatakan tiga orang tewas dalam kekerasan, sedangkan seorang dokter di tempat kejadian menyebutkan angka 1.500 untuk orang yang cedera.
Tokoh opisisi Mohamed ElBaradai, peraih Hadiah Nobel Perdamaian, menyerukan Angkatan Darat turun tangan menghentikan kekerasan.
Pasukan AD yang mendesak pengunjukrasa meningalkan jalan-jalan, telah menyeru para demonstran bahwa tuntutan mereka telah didengar pemerintah. Namun masih banyak yang bertahan menduduki Tahrir sampai Mubarak mundur dari jabatannya.
Khalil, pria yang berusia sekitar 60 tahun dan bersenjata pentungan, menyalahkan pendukung Mubarak dan personil keamanan menyulut bentrokan. "Kami tidak akan pergi," katanya kepada Reuters. "Setiap orang siaga."
"Saya terinspirasi oleh kejadian-kejadian hari ini, darah dan kekerasan terlihat, dan saya akan bersama saudara-saudari saya di Tahrir sampai mati atau Mubarak enyah dari negeri ini," kata Shaaban Metwalli, mahasiswa kedokteran, dini hari tadi.
SYS/M016
Pendukung Mubarak Bertindak Brutal
3 Februari 2011 12:07 WIB
Ekspresi seorang demonstran di yang tergabung dalam demonstrasi anti pemerintah yang dilakukan di Tahrir Square, Kairo (30/1) (ANTARA/REUTERS/Yannis Behraki )
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2011
Tags: