Jakarta (ANTARA) - Upaya mengurangi penggunaan plastik sekali pakai (PSP) dalam kehidupan sehari-hari termasuk dari kegiatan belanja saat ini menghadapi tantangan dari konsumen yang dinilai belum merasa nyaman meninggalkan produk polimerisasi sintetik itu.

Research Associate Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Bisuk Abraham Sisungkunon mengatakan, dalam beberapa diskusi, ditemukan kenyataan upaya pelaku usaha berhemat konten plastik dalam pengiriman produk justru berbuah komplain dari konsumen.

Menurut Bisuk, konsumen merasa produk yang diterima kurang aman tanpa ada lapisan plastik yang membungkus kemasan. Pada beberapa kasus ekstrem, mereka yang berbelanja secara daring bahkan langsung memberi rating satu pada toko yang tidak mengemas barang menggunakan plastik.

“Cukup banyak konsumen merasa kurang aman kalau produk tidak dibungkus plastik lagi, walau disediakan kotak-kotak yang berbahan seperti karton,” kata dia dalam talkshow bertajuk Pawai Bebas Plastik 2021 yang digelar secara daring, Kamis.

Di sisi lain, Bisuk melihat sebenarnya adanya kemauan dari para pelaku usaha mengurangi penggunaan PSP karena ternyata upaya ini dinilai tak terlalu berdampak signifikan pada biaya produksi mereka.

Hasil survei yang dia lakukan melibatkan 88 pelaku usaha dari tiga sektor yakni manufaktur, perdagangan besar dan eceran serta makanan dan minuman di DKI Jakarta pada Mei 2021 menunjukkan sebanyak 43 persen dari mereka merasa pengurangan atau penanganan PSP masih dalam batas toleransi sehingga ada kesempatan untuk melakukan pengurangan maupun penanganan PSP.

Sementara itu, dari sisi pelaku usaha sendiri, upaya pengurangan plastik diklaim bisa membantu penghematan biaya produksi. Head of Values, PR & Community Engagement The Body Shop Indonesia, Ratu Ommaya mengatakan, komitmen meninggalkan plastik bisa membantu perusahaan berhemat hingga 25 persen.

Merek kosmetik asal Inggris itu sudah menaruh perhatian pada penggunaan plastik. Pada akhir tahun 2018, mereka berkomitmen sama sekali tak menggunakan kantong plastik sebagai pembungkus produk.

Mereka memilih paper bag daur ulang kertas dengan tinta yang terbuat dari soya ink. Harapannya, produk ini tidak mencemari lingkungan seperti halnya plastik.

“Kami belajar, berusaha mencari supaya pengiriman tidak menggunakan plastik sama sekali bahkan di bagian luar. Biasanya menggunakan sisa-sisa karton untuk ditaruh di sela-sela produk supaya produk tetap aman sampai ke customer,” tutur Maya.
Tangkapan layar- Transformasi pengemasan dari The Body Shop (ANTARA/Lia Wanadriani Santosa)


Beralih dari plastik, perusahaan mulai memanfaatkan tissue paper dan boks berbahan karton dengan kualitas bagus sehingga menjamin tidak perlu lagi disegel menggunakan plastik.

Tetapi karena dinilai belum cukup ramah lingkungan, mereka akhirnya menggunakan hard box yang didalamnya terdapat corrugated carton atau kertas dengan bentuk bergelombang dan berlapis yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kardus, agar produk tetap aman.

Pihak perusahaan lalu menjelaskan alasan pemilihan mengemas produk tanpa plastik pada pihak jasa kurir dan konsumen. Mereka juga memberikan jaminan produk tetap aman sampai pada konsumen dan siap bertanggung bila nantinya ada kerusakan akibat pengemasan tanpa plastik.

“Trennya apresiasi dari customer. Mereka merasa dengan membeli produk kami bukan hanya digunakan sebagai perawatan tubuh tetapi juga ada nilai-nilai lain yang mereka dapat (ikut menjaga kelestarian lingkungan),” kata Maya.
Ilustrasi barang dikemas tanpa plastik (Pixabay)


Perlunya inovasi pengganti penggunaan plastik

Polusi sampah plastik menjadi isu yang dihadapi oleh semua orang, termasuk di Indonesia. Pandemi COVID-19 yang terjadi sejak awal tahun 2020 salah satunya berdampak pada frekuensi belanja secara daring makin tinggi. Studi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menunjukkan, sampah plastik dari belanja online meningkat sebesar 96 persen.

Hal itu terjadi karena adanya peningkatan transaksi sebesar 62 persen pada sektor marketplace dan 47 persen pada sektor jasa antar makanan.

Head of Public Policy and Government Relations Indonesian E-Commerce Association, Rofi Uddarojat, berpendapat dalam hal ini diperlukan inovasi pada cara pengemasan agar pelaku usaha termasuk dari sektor marketplace beralih dari kemasan plastik sekaligus mendorong masyarakat sebagai konsumen menurunkan konsumsi plastik.

Menurut Rofi, inovasi produk ini nantinya diharapkan membuat konsumen merasa barang yang dia beli tetap terjaga keamanannya, tidak kotor dan rusak serta ramah lingkungan. Sementara di sisi pelaku usaha, bagaimana agar bahan baku bisa lebih murah sehingga bisa membantu meringankan biaya produksi mereka.

Tak hanya inovasi, upaya edukasi dan meningkatkan kesadaran pedagang, konsumen dan pihak ketiga dalam hal ini penyedia layanan logistik juga menjadi bagian yang tak kalah penting.

“Yang menjadi poin penting bagaimana setiap ekosistem di dalamnya aware dengan permasalahan plastik ini misalnya pihak seperti para pedagang, merchant, bisa memahami. Dari sisi logistik juga karena bagaimanapun juga penggunan plastik terkait packaging,” ujar Rofi.

Jadi, dalam upaya pengurangan plastik dalam kegiatan sehari-hari termasuk dari kegiatan belanja daring, memerlukan dukungan dari semua pihak baik itu pelaku usaha, konsumen maupun sektor jasa pengiriman sebagai pihak ketiga.

Dukungan ini tidak hanya dari sisi inovasi berupa produk pengganti plastik yang terjamin keamanannya tetapi juga edukasi pentingnya berdiet penggunaan plastik demi mengurangi polusi plastik yang bisa mengancam kelestarian lingkungan.

Baca juga: Tips aman konsumsi air minum dalam kemasan

Baca juga: Cara aman beli makanan dalam kemasan plastik di saat pandemi

Baca juga: Menilik limbah di balik kemasan kopi kekinian