Jakarta (ANTARA News) - Seorang pakar Timur Tengah memperkirakan bahwa pengangkatan wakil presiden dan perdana menteri baru Mesir dari figur berlatar belakang militer merupakan skenario Presiden Hosni Mubarak untuk mundur secara perlahan.

"Perkiraan saya hal itu merupakan skenario Mubarak yaitu ia akan mundur secara pelan," kata Direktur Eksekutif Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES) Hamdan Basyar melalui wawancara telepon dengan ANTARA di Jakarta, Senin.

Ia mengatakan bahwa berdasarkan sejarah Mesir pascaperang revolusi pada 1952, sebenarnya pihak militer yang selalu berkuasa oleh sebab itu jabatan presiden selalu dari kalangan militer.

"Selama Mubarak berkuasa tidak ada wapres yang menjabat, dengan diangkatnya wakil presiden baru, ia akan mundur supaya militer tetap berkuasa," kata Hamdan yang juga menjelaskan bahwa presiden pendahulunya berafiliasi dengan militer.

Sebelumnya, Mubarak menjabat sebagai wakil presiden pada saat Anwar al Sadat, yang berlatar belakang angkatan darat, saat menjadi Presiden Mesir.

Menurutnya, masyarakat Mesir menghendaki reformasi karena mayoritas masih belum mau menerima kemungkinan militer akan bertahan, bahkan ada yang menyuarakan revolusi terhadap rezim Mubarak.

Presiden Mesir Hosni Mubarak, 82 tahun, menunjuk pada Sabtu (29/1) kepala intelijen Omar Suleiman sebagai wakil presiden, jabatan Mubarak sebelum menjadi presiden dan tidak pernah diisi selama 30 tahun kekuasaannya.

Ia kemudian pada hari sama menunjuk seorang mantan komandan Angkatan Udara dan Menteri Penerbangan, Ahmed Shafiq, sebagai perdana menteri, memastikan figur berkaitan dengan militer mendapat tiga jabatan tinggi secara politik.

Langkah itu mengindikasikan untuk pertama kali adanya rencana suksesi kepemimpinan dan juga menunjukkan putra Mubarak, yang telah lama dikatakan menjadi calon pemimpin, telah dicoret dari kemungkinan itu.

Tindakan tersebut dilakukan setelah unjuk rasa selama beberapa hari yang merusak citra sebagai negara yang dapat menekan pembangkang dan oposisi melalui kepiawaian militer dan pasukan keamanan.

Hal itu juga menunjukkan bahwa Mubarak tidak akan mencalonkan diri dalam rencana pemilihan umum pada September, saat banyak pejabat mengisyaratkan ia akan mencalonkan diri.

Omar Suleiman, 74 tahun, telah lama mengambil peran dalam kebijakan kunci, seperti proses perdamaian Palestina-Israel, masalah yang dinilai penting bagi hubungan Mesir oleh Amerika Serikat, sekutu penting dan penyumbang bantuan.

(KR-IFB/S026)