BMKG sebut wilayah daratan Sultra terjadi pergeseran musim kemarau
6 Oktober 2021 17:29 WIB
Ilustrasi - Salah satu kawasan pertanian padi sawah milik petani di Kecamatan Lantari Jaya, Bombana gagal panen karena dilanda kekeringan. ANTARA/Azis Senong
Kendari (ANTARA) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyampaikan wilayah daratan di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terjadi pergeseran musim kemarau dibanding wilayah kepulauan di daerah itu.
Kepala Stasiun Klimatologi Konawe Selatan (Konsel) Aris Yunatas melalui telepon selulernya dari Kendari, Rabu mengatakan secara umum Sulawesi Tenggara diprediksi mengalami musim kemarau yang singkat dimana untuk wilayah kepulauan musim kemarau terjadi sejak September sementara daratan pada Oktober bulan ini.
"Di wilayah daratan mulai dari Kota Kendari, Kabupaten Konawe Selatan, Konawe, Konawe Utara, Kolaka Timur, Kolaka Utara, Kolaka, Bombana itu mengalami pergeseran terkait dengan awal musim kemaraunya. Musim kemarau itu pendek hanya bulan Oktober saja," kata dia.
Dia menyampaikan, prediksi BMKG Stasiun Klimatologi Konawe Selatan secara umum Sulawesi Tenggara musim kemarau seharusnya berada di Juli hingga Agustus, namun setelah pihaknya mengevaluasi ternyata mengalami pergeseran dimana wilayah kepulauan yakni Buton dan Pulau Muna memasuki musim kemarau nanti pada September.
Baca juga: 85,1 persen wilayah Indonesia sedang musim kemarau
Baca juga: KLHK waspadai potensi karhutla di siklus puncak musim kemarau
Aris menjelaskan, berdasarkan hasil analisa pihaknya terdapat dua faktor yang menyebabkan terjadinya pergeseran musim kemarau di provinsi tersebut pertama adanya fenomena Maden Julian Oscillation (MJO) yaitu sekumpulan awan konvektif yang bergerak dari sebelah barat Pulau Sumatera bergerak ke sebelah timur Papua dengan kurang lebih durasinya 40-60 hari.
"Cuma fenomena itu lagi aktif di wilayah Indonesia Timur khususnya di Sulawesi sehingga menyebabkan peningkatan curah hujan di wilayah kita," ujar dia.
Kedua, adanya Gelombang Rossby yang aktif di wilayah Sulawesi Tenggara. Gelombang ini menyebabkan terjadinya peningkatan suhu muka laut yang menyebabkan peningkatan penguapan dan peningkatan pertumbuhan awan konvektif yang menyebabkan hujan di wilayah itu.
"Jadi dua faktor itulah yang menyebabkan hujan masih terjadi di wilayah daratan. Kecuali Muna sama Buton sudah masuk kemarau," kata Aris.
Meski begitu, dia mengatakan gelombang rossby tidak berpotensi menimbulkan bencana hidrometeorologi, apalagi saat ini khususnya wilayah daratan di Sulawesi Tenggara berada di musim kemarau.
"Secara umum untuk awal musim hujan wilayah Sulawesi Tenggara itu diperkirakan pada awal November dan Desember 2021 mendatang," demikian Aria Yunatas.
Baca juga: BMKG prediksi awal musim hujan di Sulsel Oktober
Baca juga: BNPB gelar kesiapan bencana antisipasi puncak kemarau dan musim hujan
Baca juga: BNPB siapkan alat komunikasi guna hadapi bencana di puncak kemarau
Kepala Stasiun Klimatologi Konawe Selatan (Konsel) Aris Yunatas melalui telepon selulernya dari Kendari, Rabu mengatakan secara umum Sulawesi Tenggara diprediksi mengalami musim kemarau yang singkat dimana untuk wilayah kepulauan musim kemarau terjadi sejak September sementara daratan pada Oktober bulan ini.
"Di wilayah daratan mulai dari Kota Kendari, Kabupaten Konawe Selatan, Konawe, Konawe Utara, Kolaka Timur, Kolaka Utara, Kolaka, Bombana itu mengalami pergeseran terkait dengan awal musim kemaraunya. Musim kemarau itu pendek hanya bulan Oktober saja," kata dia.
Dia menyampaikan, prediksi BMKG Stasiun Klimatologi Konawe Selatan secara umum Sulawesi Tenggara musim kemarau seharusnya berada di Juli hingga Agustus, namun setelah pihaknya mengevaluasi ternyata mengalami pergeseran dimana wilayah kepulauan yakni Buton dan Pulau Muna memasuki musim kemarau nanti pada September.
Baca juga: 85,1 persen wilayah Indonesia sedang musim kemarau
Baca juga: KLHK waspadai potensi karhutla di siklus puncak musim kemarau
Aris menjelaskan, berdasarkan hasil analisa pihaknya terdapat dua faktor yang menyebabkan terjadinya pergeseran musim kemarau di provinsi tersebut pertama adanya fenomena Maden Julian Oscillation (MJO) yaitu sekumpulan awan konvektif yang bergerak dari sebelah barat Pulau Sumatera bergerak ke sebelah timur Papua dengan kurang lebih durasinya 40-60 hari.
"Cuma fenomena itu lagi aktif di wilayah Indonesia Timur khususnya di Sulawesi sehingga menyebabkan peningkatan curah hujan di wilayah kita," ujar dia.
Kedua, adanya Gelombang Rossby yang aktif di wilayah Sulawesi Tenggara. Gelombang ini menyebabkan terjadinya peningkatan suhu muka laut yang menyebabkan peningkatan penguapan dan peningkatan pertumbuhan awan konvektif yang menyebabkan hujan di wilayah itu.
"Jadi dua faktor itulah yang menyebabkan hujan masih terjadi di wilayah daratan. Kecuali Muna sama Buton sudah masuk kemarau," kata Aris.
Meski begitu, dia mengatakan gelombang rossby tidak berpotensi menimbulkan bencana hidrometeorologi, apalagi saat ini khususnya wilayah daratan di Sulawesi Tenggara berada di musim kemarau.
"Secara umum untuk awal musim hujan wilayah Sulawesi Tenggara itu diperkirakan pada awal November dan Desember 2021 mendatang," demikian Aria Yunatas.
Baca juga: BMKG prediksi awal musim hujan di Sulsel Oktober
Baca juga: BNPB gelar kesiapan bencana antisipasi puncak kemarau dan musim hujan
Baca juga: BNPB siapkan alat komunikasi guna hadapi bencana di puncak kemarau
Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021
Tags: