New York (ANTARA News) - Mantan Jaksa Agung yang kini menjadi pakar independen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) urusan hak asasi manusia, Marzuki Darusman, meminta pihak berwenang Korea Utara menyelesaikan masalah penculikan warga negara Jepang.

Seperti dilaporkan pusat media PBB dari Markas Besar PBB di New York, Jumat, Marzuki melontarkan ini di Jepang pada hari terakhir lawatan tiga harinya, yaitu 25-28 Januari, dalam kapasitasnya sebagai Pelapor Khusus PBB untuk situasi hak asasi manusia di Korea Utara.

Menurut catatan Kantor Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia yang berbasis di Jenewa, dari 17 kasus penculikan warga negara Jepang oleh agen-agen Korea Utara di masa lalu, baru lima warga Jepang yang kembali ke negaranya.

Saat berbicara pada akhir kunjungan di Tokyo, Marzuki menyebut kasus lama soal penculikan itu telah membuat prihatin masyarakat internasional.

"Pihak berwenang (Korea Utara) berkewajiban menyelesaikan masalah penculikan yang sudah lama itu serta melibatkan diri pada masalah-masalah lebih luas menyangkut hak asasi manusia dan kondisi kemanusiaan rakyat Republik Rakyat Demokratik Korea," katanya.

Ia mengingatkan Korut untuk tidak mengesampingkan kewajiban internasional yang melekat kepadanya, yaitu menyelesaikan kasus-kasus penculikan tersebut dan mengadili para pelakunya.

"Untuk memulainya, saya mendesak Republik Rakyat Demokratik Korea untuk memenuhi janjinya yang dibuat pada Agustus 2008 untuk kembali menyelidiki kasus-kasus yang tertunda," katanya.

Selama mengunjungi Jepang, Marzuki bertemu dengan keluarga para warga Jepang yang diculik agen-agen Korut, mendengarkan cerita-cerita menyedihkan yang diungkapkan keluarga mereka.

"Saya tergerak dengan cerita-cerita itu. Saya bersimpati dan berjanji akan mengawasi kasus ini dan melakukan apapun yang saya bisa lakukan untuk menyoroti kasus mereka di berbagai forum internasional, juga situasi yang lebih luas menyangkut hak asasi manusia di Republik Rakyat Demokratik Korea," katanya.

Marzuki mengatakan bahwa gambaran yang diperolehnya dari pertemuan dengan para warga Jepang yang akhirnya melarikan diri, mempertegas laporan tentang situasi kemanusiaan yang menakutkan di Korut serta tidak adanya hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya bagi masyarakat yang berada di negara tersebut.

"Hal ini menggarisbawahi perlunya bantuan kemanusiaan bagi negara ini, tentu dengan pengawasan yang seharusnya terhadap proses penyaluran (bantuan)," katanya.

"Republik Demokratik Rakyat Korea perlu mengambil langkah-langkah untuk memastikan hak asasi warganya dihormati," tambahnya.

Di Tokyo Marzuki juga bertemu dengan sejumlah pejabat tingkat tinggi negara setempat, termasuk menteri luar negeri dan kehakiman serta menteri yang khusus menangani kasus-kasus penculikan warga negara Jepang.

Ia juga berbicara dengan perwakilan sejumlah lembaga swadaya masyarakat nasional dan internasional serta para diplomat dan pejabat PBB.

Dia menyatakan harapannya bahwa Korut tidak terus mengisolasi diri dan justru perlu mengambil setiap kesempatan untuk membuka dialog dengan masyarakat internasional.

"Saya akan terus berhubungan dengan pihak berwenang Republik Rakyat Demokratik Korea dan saya berharap mereka akan merubah posisi mereka dan mau berinteraksi dengan saya," ujarnya.

Mantan Jaksa Agung itu menjalankan mandat sebagai Pelapor Khusus tentang situasi HAM di Korut sejak 1 Agustus 2010.

Sejak mandat dikeluarkan oleh Komisi HAM PBB tahun 2004 untuk memonitor dan melaporkan situasi hak asasi manusia di Korut, hingga kini pemerintah Korut belum memberikan ijin kepada para pelapor khusus untuk mengunjungi negaranya.

Sementara permintaan untuk berkunjung yang diajukan Marzuki pada Oktober lalu telah ditolak pemerintah Korut. (*)

K-TNY/S025