Kairo (ANTARA News) - Kekhawatiran banyak pengamat bisa menjadi kenyataan menyangkut nasib Presiden Mesir Hosni Mubarak menyusul hengkangnya Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali ke luar negeri akibat aksi protes bertubi-tubi rakyatnya yang menghendaki dia mundur setelah berkuasa 23 tahun.

Apa yang dialami Ben Ali kini dirasakan pula Presiden Mubarak yang diguncang demonstrasi besar pada Selasa (25/1) yang menghendaki dia mundur setelah berkuasa 30 tahun.

Aksi unjuk rasa yang lebih besar, diperkirakan diikuti oleh sejuta orang, akan terjadi setelah warga menjalankan shalat Jumat (28/1).

Aksi massa pada Jumat diduga makin berkobar dengan hadirnya pemenang Hadiah Nobel Mesir, Mohamed Al Baradei yang tiba di Kairo pada Kamis, dan berjanji akan bergabung dengan massa berdemonstrasi setelah ibadah Jumat.

Al Baradei, mantan ketua Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) juga dikenal sebagai pengampanye pembaruan politik Mesir.

Dia tinggal di Wina setelah gagal menyalurkan ambisi politiknya.

"Ini adalah waktu yang sangat kritis dalam kehidupan politik di Mesir. Saya datang untuk bergabung dengan rakyat Mesir," ujar Al Baradei setiba di Bandara Kairo.

Jaringan televisi Mesir, Nile TV melaporkan bahwa tidak ada penyambutan atas kedatangan Al Baradei, namun hanya beberapa keluarga dan pendukungnya.

Pemenang hadiah Nobel perdamaian itu meminta aparat keamanan Mesir untuk tidak menggunakan kekerasan dalam menghadapi peserta aksi unjuk rasa.

Sebelumnya, beberapa kalangan Mesir meminta Al Baradei kembali ke negaranya untuk berupaya mengumpulkan kelompok-kelompok oposisi yang lemah dan berbeda-beda menjadi satu gerakan yang koheren dengan perubahan.

Al Baradei (68 tahun) sebelumnya menuduh Partai Nasional Demokrat yang dipimpin Mubarak melakukan kecurangan dalam pemilihan parlemen pada November tahun lalu.

Tetapi pemerintah Kairo menolak tuduhan itu dan mengatakan hasil pemilihan umum selalu mencerminkan dukungan luas pada kebijakan partainya.

Sekjen PBB Ban Ki-moon pada Rabu menyeru kepada semua pihak di Mesir untuk berupaya mencegah terjadinya aksi kekerasan lebih lanjut.

Sekjen Ban juga mengimbau pihak berwenang Mesir untuk menangkap peluang untuk mengatasi "keprihatinan yang sah dari rakyat."

Ia menyerukan kepada semua pihak yang berkaitan untuk menjamin bahwa situasi di Mesir tidak terus dilanda kekerasan, dan mengimbau pemerintah mengatasi apa yang menjadi kepentingan sah rakyatnya itu, menurut juru bicaranya.

"PBB mencermati dari dekat perkembangan aksi-aksi protes dan ketegangan-ketegangan di Mesir, dan wilayah yang lebih luas," kata Martin Nesirky.

Selain terjadi beberapa kerusakan kecil, aksi-aksi demonstrasi juga menghantam Bursa Saham Mesir. Saham gabungan EGX 30 anjlok 9,11 persen menjadi 5.735,82 poin pada saat dibuka kembali setelah untuk sementara ditutup pada Kamis, khawatir terhadap kerusuhan telah berlangsung dua hari itu.

Pasar sempat dihentikan setengah jam setelah EGX 30 anjlok 6,34 persen dalam tempo 15 menit setelah dibukan Kamis, menjadi 5.916,74.

Perkembangan itu jelas membuat cemas para investor.

Sementara itu Amerika Serikat pada Selasa menyerukan pihak berwenang Mesir agar menangani aksi-aksi protes yang berkembang itu secara damai.

"Kami memantau situasi di Mesir dari dekat. Amerika Serikat mendukung hak dasar menyatakan pendapat dan berkumpul bagi semua orang," kata juru bicara Departemen Luar Negeri, Philip Crowley dalam satu pernyataan.

Sebelumnya, dalam pidato di Qatar 13 Januari, Menlu AS Hillary Clinton mendesak para pemimpin Arab untuk bekerja dengan masyarakat mereka, dalam melakukan reformasi atau dalam mencermati para ekstremis.

"Orang-orang di seluruh Timur Tengah - seperti di mana-mana - sedang mencari kesempatan untuk berkontribusi dan memiliki peran dalam keputusan-keputusan yang akan menentukan kehidupan mereka," kata Menlu AS itu.


Kian Panas

Sampai Kamis (27/1) malam, huru-hara di beberapa tempat di ibu kota Kairo dan di sejumlah kota Mesir lainnya, masih memanas.

Bahkan kian mencekam setelah bentrokan antara para pengunjukrasa dan aparat keamanan tak terbendung, diwarnai tembakan gas air mata dan meriam air.

Setidaknya 1.000 pemrotes ditangkap dan ditahan dalam protes terbesar yang pernah terjadi di seluruh negeri.

Suratkabar Mesir Al Masry Al Youm mengatakan di dalam lamannya, penangkapan-penangkapan terjadi di Kairo, Alexandria, Mansoura dan Suez.

Sampai kini, enam orang telah tewas selama dua hari protes, termasuk seorang polisi di Kairo dan tiga demonstran di Suez, menurut media massa setempat.

Kementerian Dalam Negeri mengatakan aparat keamanan telah menangkap sekitar 500 telah ditangkap, namun para pegiat hak asasi manusia (HAM) menaksir penangkapan itu lebih dari 1.000 orang termasuk sekitar 350 anggota Ikhwanul Muslimin, oposisi utama negeri Piramida itu.

Aksi unjuk rasa terus berlangsung kendati pada Rabu (26/1) Menteri Luar Negeri Mesir, Habib Al Adly mengeluarkan perintah pelarangan pengumpulan massa di tempat-tempat umum.

Ini adalah demonstrasi terbesar sejak Mubarak dilantik sebagai presiden pada 1981, kata para pengamat.

Jaringan televisi setempat pada Kamis mewartakan situasi mulai tenang, tapi ternyata kerusuhan meledak lagi di beberapa jam kemudian.

Untuk membubarkan massa, polisi menembakkan gas air mata dan meriam air di pusat Kairo, tetapi pengunjukrasa melempari polisi dengan batu dan mendesak truk meriam air untuk mundur.

Bentrokan-bentrokan kecil antara puluhan pemrotes dan aparat keamanan pada Kamis juga terjadi di Kota Ismailiya, di Mesir timur.

Di sini enam pengunjukrasa ditangkap ketika mereka menuntut Partai Nasional Demokrat yang berkuasa dibubarkan dan pemerintah turun, selanjutnya mereka menuntut reformasi politik.

Pemerintah Mesir dan Partai Nasional Demokrat yang berkuasa pada Kamis menggelar pertemuan untuk membahas situasi Mesir terakhir, tetapi hasilnya tidak diumumkan.

Ketua MPR yang juga Sekretaris Jenderal Partai Nasional Demokrat, Safwat Al Sharif seusai pertemuan itu kepada wartawan mengimbau masyarakat untuk tenang pada hari Jumat agar masyarakat melaksanakan ibadah dengan khusyuk.

"Mari kita menciptakan ketenangan supaya masyarakat melaksanakan shalat Jumat dengan khusyuk," ujar Al Sharif, merujuk pada isu bahwa sejuta demonstran bakal turun ke jalan seusai shalat Jumat. (MO43/K004)