Belum diketahui efek polutan parasetamol di perairan bagi manusia
4 Oktober 2021 15:00 WIB
Peneliti Oseanografi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dr Wulan Koagouw berbicara dalam Sapa Media virtual yang diselenggarakan BRIN di Jakarta, Senin (4/10/2021). ANTARA/Martha Herlinawati Simanjuntak
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Oseanografi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dr Wulan Koagouw mengatakan belum diketahui efek pencemaran parasetamol di perairan terhadap manusia, terutama terkait pencemaran parasetamol di muara Sungai Angke dan muara Sungai Ciliwung Ancol di Teluk Jakarta.
"Saya belum lihat efeknya pada manusia. Secara logika karena konsentrasinya lebih rendah dibanding konsentrasi parasetamol yang kita minum, harusnya efeknya itu kecil. Tetapi tentu saja kalau ingin mengonfirmasi sebagai peneliti saya harus bilang segala sesuatunya harus dikonfirmasi dulu, pada saat kita punya data baru kita bisa berbicara oh iya ada efeknya pada manusia atau tidak," kata Wulan dalam Sapa Media virtual yang diselenggarakan BRIN di Jakarta, Senin.
Terkait riset yang mengungkap konsentrasi parasetamol relatif tinggi di muara Sungai Angke dan muara Sungai Ciliwung Ancol di Teluk Jakarta, Wulan yang sedang melakukan postdoktoral di Inggris menuturkan belum bisa diketahui seberapa mengkhawatirkannya pencemaran tersebut.
Oleh karena itu, ia mengatakan perlu penelitian lebih lanjut untuk mengungkap bagaimana atau ada tidaknya dampak pencemaran parasetamol di lingkungan perairan tersebut terhadap biota laut di sekitarnya dan pada manusia.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan Wulan bersama Prof Zainal Arifin yang merupakan peneliti oseanografi di BRIN, serta George WJ Olivier dan Corina Ciocan dari Universitas Brighton di Inggris, menunjukkan konsentrasi tinggi parasetamol di muara sungai Angke dan muara sungai Ciliwung Ancol di Teluk Jakarta itu.
Baca juga: Peneliti BRIN: Pencemaran parasetamol ganggu reproduksi kerang
Baca juga: Peneliti BRIN: Angke dan Ancol tercemar parasetamol
Konsentrasi parasetamol di Teluk Jakarta relatif tinggi yakni 420-610 nanogram per liter (ng/L) jika dibandingkan dengan konsentrasi-konsentrasi lainnya yang sudah terdeteksi di negara-negara lain, yakni di pantai Brasil yang sebesar 34,6 ng/L, dan pantai utara Portugis yang sebesar 51,2–584 ng/L.
Sementara Zainal Arifin mengatakan penelitian tersebut merupakan riset awal dan pertama untuk mendeteksi paparan parasetamol di beberapa lokasi perairan laut Indonesia.
Namun, riset masih terbatas di empat lokasi di Teluk Jakarta, yaitu Angke, Ancol, Tanjung Priok, dan Cilincing, serta satu lokasi di pantai utara Jawa Tengah, yakni Pantai Eretan.
Penelitian itu juga merupakan riset pertama yang mengambil sampel-sampel air laut di beberapa lokasi di perairan Indonesia untuk menemukan ada tidaknya kandungan parasetamol yang mencemari lingkungan itu.
"Ini baru awal, riset kita kan baru sekali sampling di laut," kata Zainal.
Menurut dia, sisa atau limbah farmasi memang seharusnya tidak ada di dalam air sungai dan air laut.
Jika didukung pendanaan dan sumber daya, Zainal mengatakan riset serupa bisa diperluas ke lokasi-lokasi perairan lain di Indonesia. "Kita perlu bukti data," katanuyaujar Zainal.
Baca juga: BRIN : Riset lanjutan ungkap dampak limbah farmasi pada lingkungan
Baca juga: Soal parasetamol, Riza minta warga tak buang limbah obat sembarangan
"Saya belum lihat efeknya pada manusia. Secara logika karena konsentrasinya lebih rendah dibanding konsentrasi parasetamol yang kita minum, harusnya efeknya itu kecil. Tetapi tentu saja kalau ingin mengonfirmasi sebagai peneliti saya harus bilang segala sesuatunya harus dikonfirmasi dulu, pada saat kita punya data baru kita bisa berbicara oh iya ada efeknya pada manusia atau tidak," kata Wulan dalam Sapa Media virtual yang diselenggarakan BRIN di Jakarta, Senin.
Terkait riset yang mengungkap konsentrasi parasetamol relatif tinggi di muara Sungai Angke dan muara Sungai Ciliwung Ancol di Teluk Jakarta, Wulan yang sedang melakukan postdoktoral di Inggris menuturkan belum bisa diketahui seberapa mengkhawatirkannya pencemaran tersebut.
Oleh karena itu, ia mengatakan perlu penelitian lebih lanjut untuk mengungkap bagaimana atau ada tidaknya dampak pencemaran parasetamol di lingkungan perairan tersebut terhadap biota laut di sekitarnya dan pada manusia.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan Wulan bersama Prof Zainal Arifin yang merupakan peneliti oseanografi di BRIN, serta George WJ Olivier dan Corina Ciocan dari Universitas Brighton di Inggris, menunjukkan konsentrasi tinggi parasetamol di muara sungai Angke dan muara sungai Ciliwung Ancol di Teluk Jakarta itu.
Baca juga: Peneliti BRIN: Pencemaran parasetamol ganggu reproduksi kerang
Baca juga: Peneliti BRIN: Angke dan Ancol tercemar parasetamol
Konsentrasi parasetamol di Teluk Jakarta relatif tinggi yakni 420-610 nanogram per liter (ng/L) jika dibandingkan dengan konsentrasi-konsentrasi lainnya yang sudah terdeteksi di negara-negara lain, yakni di pantai Brasil yang sebesar 34,6 ng/L, dan pantai utara Portugis yang sebesar 51,2–584 ng/L.
Sementara Zainal Arifin mengatakan penelitian tersebut merupakan riset awal dan pertama untuk mendeteksi paparan parasetamol di beberapa lokasi perairan laut Indonesia.
Namun, riset masih terbatas di empat lokasi di Teluk Jakarta, yaitu Angke, Ancol, Tanjung Priok, dan Cilincing, serta satu lokasi di pantai utara Jawa Tengah, yakni Pantai Eretan.
Penelitian itu juga merupakan riset pertama yang mengambil sampel-sampel air laut di beberapa lokasi di perairan Indonesia untuk menemukan ada tidaknya kandungan parasetamol yang mencemari lingkungan itu.
"Ini baru awal, riset kita kan baru sekali sampling di laut," kata Zainal.
Menurut dia, sisa atau limbah farmasi memang seharusnya tidak ada di dalam air sungai dan air laut.
Jika didukung pendanaan dan sumber daya, Zainal mengatakan riset serupa bisa diperluas ke lokasi-lokasi perairan lain di Indonesia. "Kita perlu bukti data," katanuyaujar Zainal.
Baca juga: BRIN : Riset lanjutan ungkap dampak limbah farmasi pada lingkungan
Baca juga: Soal parasetamol, Riza minta warga tak buang limbah obat sembarangan
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2021
Tags: