Jayapura (ANTARA) - Air mata menetes dari mata Donny Trisnadi begitu tim bisbol putra DKI Jakarta mengakhiri perlawanan Lampung 5-2 dalam pertandingan final cabang olahraga ini pada Pekan Olahraga Nasional (PON) Papua, Minggu.

DKI pun menyabet medali emas. Dan emas ini membuat Donny kian tersentuh karena mengalungi lehernya tepat pada akhir karirnya dalam PON.

"Medali emas yang didapat ini merupakan hasil perjuangan berat dan kerjasama tim dalam PON terakhir saya ini," kata Donny, usai pertandingan pamungkas bisbol PON yang pertama kali digelar di Papua tersebut.

Baca juga: Bisbol putra DKI Jakarta raih emas kalahkan Lampung

Donny sudah lama bergelut untuk kemudian berkarir profesional dalam dunia bisbol.

Lahir pada 5 September 1981, Donny mengakrabi bisbol sejak remaja dan manakala usianya beranjak 16 tahun, dia turut memperkuat tim junior sofbol DKI Jakarta.

Masih muda padahal, namun kapten tim bisbol putra DKI ini memutuskan PON Papua adalah PON terakhirnya.

Kapten bisbol yang juga bankir berjabatan Vice President Finance and Operation pada sebuah perusahaan keuangan nasional ini adalah juga pelatih pada klub bisbol Jakarta CHEETAHS Baseball Club.

Mengutip laman YouTube-nya, klub yang berbasis di Jakarta ini fokus mengembangkan atlet bisbol berpijak pada pengembangan teknik yang benar dan karakter yang kuat.

Atlet jebolan Ohio State University di Amerika Serikat ini memang orang yang sibuk. Bisbol bukan dunia satu-satunya karena dia juga banker dan eksekutif olahraga. Kesibukan seperti ini agaknya mendorong Donny memutuskan tak lagi mengikuti PON-PON berikutnya.

Donny tidak sendirian. Ada atlet-atlet lain yang menyatakan PON Papua sebagai PON pamungkasnya.

Sekalipun sebagian atlet memperlakukan PON Papua 2021 sebagai PON pertamanya, sebagian kecil atlet lainnya datang ke tanah Papua untuk mengarungi laut kompetisi PON untuk terakhir kalinya.

Bagi yang memandangnya sebagai ajang debut, PON Papua adalah tirai masa untuk terbukanya kesempatan-kesempatan mencapai prestasi lebih tinggi lagi. Mereka ini tengah mengawali usia-usia produktifnya yang mungkin akan membawa mereka ke level lebih tinggi lagi, seperti Donny Trisnadi yang malang melintang dalam ajang-ajang bisbol Asia.

Baca juga: PB Perbasasi Lampung apresiasi capaian perak bisbol putra di PON Papua


Akhiri karir dengan manis

Tapi usia pula yang kadang membuat atlet memandang perhelatan olahraga multicabang terbesar setanah air edisi tertunda satu tahun oleh pandemi virus corona dan keduapuluh ini sebagai yang terakhirnya.

Salah satunya adalah binaragawan senior Yana Komara yang masuk ajang PON Papua 2021 saat usia sudah menginjak 49 tahun.

Tetapi atlet yang mewakili Jawa Timur yang sudah menyebut PON Papua sebagai PON terakhirnya ini tak pernah surut dalam tekad dan ambisi. Di Papua ini, dia bertekad memburu medali emas keenam PON.

"Mudah-mudahan saya bisa mewujudkan medali emas keenam di Papua. Saya akan berusaha semaksimal mungkin," kata Yana dalam sehari lalu.

Binaragawan veteran kelahiran 27 Juni 1972 ini sudah tak asing dengan medali emas PON karena sudah meraihnya dalam PON Jakarta 1996, Jawa Timur 2000, Palembang 2004, Riau 2012, dan Jawa Barat 2016.

Dia juga mendapatkan medali perak SEA Games Jakarta 1997 dan Myanmar 2013.

Di Papua, Yana akan berlomba dalam kelas 80kg menghadapi atlet-atlet muda seperti Diding Griman dari Sumatera Barat, Atang Effendi dari Jawa Barat, sampai Gatot Suherman dari Papua.

Baca juga: Yana Komara incar emas keenam binagara pada PON Papua

Lain halnya dengan Maizir Riyondra. Atlet dayung ini adalah andalan Riau yang memberikan medali emas pertama untuk kontingen Riau pada PON Papua. Total, dia mempersembahkan dua medali emas kepada Riau selama PON Papua.

Atlet tim nasional dayung Indonesia ini merasakan sukses emasnya semakin manis karena diraih pada penampilan terakhirnya dalam ajang PON.

“Alhamdulillah senang sekali karena ini PON terakhir bagi saya,” kata dia beberapa hari lalu, tak lama setelah merebut medali emas pertamanya pada PON Papua.

Dayung adalah salah satu cabang olahraga PON Papua yang dimainkan lebih awal pada 27 September atau lima hari sebelum perhelatan ini dibuka pada 2 Oktober. Dayung diikuti 22 provinsi dan memperebutkan 40 medali emas.

Bidikan Maizir Riyondra berikutnya adalah SEA Games dan Asian Games yang keduanya digelar tahun depan di Vietnam dan Beijing di China.

Atlet lain yang memaklumatkan PON Papua sebagai PON terakhirnya adalah Juwita Niza Wasni. Jagoan wushu ini adalah andalan Sumatera Utara. Juwita memutuskan meninggalkan matras profesional tak lama setelah meraih medali emas PON Papua.

"Ini adalah penampilan terakhir saya setelah 14 tahun sebagai atlet. Saya bersyukur sekali, mengakhiri karir dengan manis, menyumbangkan medali emas bagi Sumut dalam PON Papua " kata Juwita setelah memastikan medali emas untuk Sumatera Utara, Minggu 3 Oktober kemarin.

Baca juga: Atlet Sumut Juwita Niza putuskan pensiun usai rebut emas wushu


Selalu ingin yang terbaik

Juwita baru sebulan lalu genap berusia 25 tahun. Dia lahir 16 Agustus 1996.

Tapi Juwita sungguh mentereng dengan prestasi. Keterampilannya berwushu yang mumpuni tak saja membuatnya kampiun wushu di tingkat nasional, namun juga menonjol dalam ajang-ajang internasional sehingga medali, termasuk emas, sudah terbiasa dikalungkan ke lehernya.

Dia pernah mempersembahkan tiga medali emas dan satu medali perak SEA Games kepada Indonesia dari tiga edisi ajang multievent se-Asia Tenggara itu, masing-masing di Myanmar 2013, Singapura 2015, dan Malaysia 2017.

Lebih menakjubkan lagi, Juwita juga sukses menggondol medali Asian Games Incheon di Korea Selatan pada 2014 dan setahun kemudian dalam Kejuaraan Dunia Wushu 2015.

Alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara ini mengaku sempat khawatir tidak bisa mengikuti PON Papua karena terus saja dibelit cedera.

Dia masih merasakan sakit setelah menjalani operasi lutut di Australia pada 2019.

"Bahkan, dua bulan sebelum ini saya masih belum kuat untuk melakukan lompatan," kata Juwita kepada Antara.

Baca juga: Maizir Riyondra raih emas pertama untuk Riau lewat dayung

Seperti atlet-atlet bermental juara lainnya, Juwita tak mau menyerah, dan cedera serta rasa sakit itu pun dilawannya.

Dia membunuh rasa sakit itu untuk mencapai pencapaian tertinggi dalam penampilan terakhirnya dalam PON dan sekaligus atlet wushu.

"Saya tampil habis-habisan. Saya ingin memberi yang terbaik. Alhamdulillah, doa kita semua dikabulkan Allah," kata dia, tidak menyembunyikan lega dan bahagia emasnya.

Tetapi Juwita tak ingin sama sekali meninggalkan wushu.

Dia masih ingin dekat dengan dunia yang telah membentuk dan membesarkan namanya itu, dengan menjadi pelatih wushu, sekalipun harus sambal menjalani tugas sebagai aparatur sipil negara (ASN).

Tidak hanya Juwita, Donny Trisnadi, Maizir Riyondra atau Yana Komara, sejumlah atlet lain juga menyatakan PON Papua sebagai PON terakhirnya.

PON Papua masih sebelas hari lagi, namun bagi atlet-atlet seperti ini termasuk Yana Komara yang baru tampil hari ini, sebelas hari ke depan adalah kesempatan terakhir menghiasi kiprah kemilaunya dalam PON.

Baca juga: Maizir sabet emas kano 1000 meter putra


(Rujukan laporan Shofi Ayudiana, Bayu Kuncahyo, dan Juraidi)