Palu (ANTARA News) - Lembaga Informasi Kebijakan Pembangunan dan Keuangan Daerah (Lipkada) Sulawesi Tengah menegaskan bahwa standar kemiskinan di daerah itu belum manusiawi.

"Dalam laporan pertanggungjawaban gubernur tahun 2010, pemerintah daerah menetapkan standar kemiskinan kita hanya berpendapatan Rp7.000 perhari atau Rp210 ribu perbulan. Ini juga yang digunakan Badan Pusat Statistik. Ini tidak manusiawi," kata Direktur Lipkada Andi Ridwan di Palu, Senin.

Dia mengatakan, standar tersebut jauh dari standar bank dunia yakni memiliki pendapatan 2 USD atau sekitar Rp20 ribu perhari.

Menurutnya, pemerintah daerah sudah harus mengubah standar tersebut karena sangat jauh dari standar bank dunia. "Standar kemiskinan versi pemerintah itu adalah kemiskinan absolut. Mau makan apa jika pendapatan hanya Rp7.000 perhari," kata Andi.

Dia mengatakan, karena standar yang minim tersebut sehingga angka kemiskinan di Sulteng hanya 18 persen.

Jika menggunakan standar kemiskinan bank dunia maka persentase angka kemiskinan di Sulteng dipastikan melonjak tajam, bahkan bisa melanjutkan hingga tiga kali lipat.

Menurut Ridwan, pemerintah sebaiknya tidak menetapkan standar kemiskinan tersebut secara sepihak, tetapi perlu melibatkan para pemangku kepentingan.

"Pertanyaannya apa yang menjadi dasar pemerintah dalam menetapkan standar kemiskinan itu," kata Andi.

Menurut dia, pemerintah mestinya menata kembali standar angka kemiskinan, lalu memetakan kembali data tersebut berdasarkan sektor pekerjaannya.

Jika ternyata hasilnya menunjukkan angka kemiskinan tersebut berada di sektor pertanian, maka kebijakan penganggaran harus difokuskan pada sektor tersebut.

"Kalau pemerintah mau serius menekan angka kemiskinan maka politik anggaran kita sudah harus prorakyat miskin dan tergambar jelas dalam struktur APBD," kata mantan aktivis Pelajar Islam Indonesia (PII) itu.

Andi menilai, kasus kemiskinan di daerah terjadi karena instrumen hukum seperti peraturan daerah belum berorientasi pada kesejahteraan rakyat.

Bahkan, kata dia, jarang ditemukan peraturan daerah yang bermuara pada kesejahteraan rakyat.

"Inilah yang mesti kita dorong bersama agar kita memperbanyak produk hukum yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan rakyat, sebagai tujuan negara," kata Andi.

(A055/S027/S026)