Jakarta (ANTARA News) - Martinus Antonius Wesselinus Brouwer bukan tanpa alasan mengatakan Tuhan sedang tersenyum saat menciptakan Tanah Priangan.

Bumi Parahiyangan hampir pasti telah memesonakan fenomenolog, psikolog, sekaligus budayawan kelahiran Delft yang meninggal di Belanda pada 1991 itu.

Puluhan tahun setelahnya kini, kalimat penulis kolom yang tajam, sarkastik, dan humoris di berbagai media masa di Indonesia tersebut, tetap hidup. Faktanya Tanah Priangan tetap memikat hingga detik ini.

Senyum Sang Khalik masih tertinggal di sana dalam bentuk kecantikan alam, kekayaan budaya, dan keramahan masyarakatnya.

Priangan memang tiada duanya dan Bumi Pangalengan adalah salah satunya.

Daerah di Bandung Selatan itu senantiasa memiliki cara untuk memikat mereka yang mendatanginya.

Jika destinasi lain cuma menawarkan pesona wisata alam, budaya, kuliner dan belanja murah, maka Pangalengan menjanjikan lebih dari itu, yaitu pesona kelima berupa tantangan. Tapi ini berlaku hanya bagi mereka yang bernyali.

Tantangan itub adalah petualangan rafting hingga outbond di sekitar Sungai Palayangan. Mengalaminya sungguh akan sangat sulit terlupakan.

Arung jeram sepanjang 6 km dengan 13 jeram, membuat tantangan tak pernah surut, pada musim kemarau sekalipun.

Jika itu masih dirasa kurang, maka mendaki gunung (hiking), menjelajah goa (caving), berpetualang hutan (tracking), dan teawalk di perkebunan teh Malabar, siap memenuhi dahaga petualangan Anda.

Pangalengan memang memiliki segalanya.

Masyarakat dan pemangku kepentingan di wilayah ini beruntung segera menyadari besarnya potensi daerah mereka.

Mereka, kata Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Bandung Diky Anugrah, sedang menempu tiga hal untuk menggarap potensi Pangalengan.

"Kami mengembangkan destinasi melalui kemitraan dengan swasta, menyusun program promosi wisata, dan mengembangkan wisata alternatif termasuk wisata minat khusus dan desa wisata," kata Diky.

Pelaku bisnis wisata juga tak tinggal diam menggarap potensi wisata alami dari salah satu kecamatan di Kabupaten Bandung ini.

"Jangan lupa pula untuk mengunjungi rumah adat Sunda yang berumur 306 tahun di Desa Lamajang," kata Ketua Kelompok Penggerak Pariwisata, Ade Sukmana, seraya mengekspos begitu banyaknya potensi wisata yang bisa dikembangkan dari Pangalengan.

Susu dan Bosscha

Tak sekadar menawarkan alam yang jelita mulai setu hingga perkebunan teh, Pangalengan juga penghasil susu segar dan makanan berbahan dasar susu sapi yang kondang ke seantero negeri.

Dasep Cahyo, seorang produsen makanan olahan berbahan dasar susu di daerah itu mengatakan, susu sapi segar adalah tumpuan dan harapan hidup kebanyakan warga Pangalengan.

"Dari tahun ke tahun, permintaan produk olahan susu naik terus, saat ini saya bisa meraup keuntungan Rp200 juta per bulan dari hasil penjualan makanan olahan susu," kata Dasep yang diantaranya memproduksi permen susu, dodol susu dan kerupuk susu.

Tapi sebelum berwisata belanja produk olahan susu, alangkah baiknya jika didahului dengan memulai petualangan di Situ Cileunca.

Danau buatan seluas 180 ha di Desa Warnasari dan Pulosari itu dibangun mulai 1919 hingga 1926, setelah terlebih dahulu membendung aliran Sungai Cileunca.

Konon danau itu dibangun oleh masyarakat wilayah itu hanya dengan alat penumbuk padi dari kayu tanpa sama sekali menggunakan perkakas logam seperti cangkul.

Arungilah Situ Cileunca yang tenang ini dengan perahu sewaan, maka Amda akan menikmati keindahan yang kian lengkap karena dari tengah danau buatan itu terhampr latar Gunung Malabar yang menawan.

Tak hanya Situ Cileunca, masih ada beberapa danau lain yang tak kalah menariknya, yakni Situ Cipanunjang, Situ Gede, Situ Cicoledas, Situ Cisanti, dan Situ Kanceuh.

Masih tidak puas? Coba alami wisata sejarah di tengah perkebunan teh Malabar.

Di sini berbaring K.A.R Bosscha, tokoh dan ilmuwan yang berjasa membangun tempat peneropongan bintang dan observatorium di Lembang. Di kawasan Malabar inilah Bosscha dimakamkan yang dikelilingi hutan kecil yang pepohonannya rindang-rindang.

Di tempat yang sama, ratusan tahun lalu para jurangan teh asal Belanda menemukan tempat terbaik untuk beristirahat sehabis bertugas di Hindia Timur.

Setelah lelah bertualang, renggangkan otot di Pemandian Air Panas Cibolang. Dengan suhu berkisar 18 derajat celcius pemandian di kaki Gunung Wayang ini bakal memberi sensasi yang amat sulit untuk dilupakan.

Kaya budaya

Keluhuran budaya Sunda terpancar pada wajah jelita Pangalengan. Di daerah Bandung Selatan itu, beberapa rumah adat Sunda berumur ratusan tahun masih tegak berdiri.

Menurut Kasie Pelayanan Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bandung Selatan, Lilis Maryati, Pangalengan memiliki sekitar lima rumah adat Sunda yang umurnya lebih dari 300 tahun.

"Rumah adat di Cikondang saat ini mulai banyak diminati wisatawan yang menyukai wisata sejarah," katanya.

Di Cikalong pula terdapat satu rumah adat yang setiap Muharam selalu menjadi tuan rumah penyelenggaraan upacara adat "Kukud Taun".

Pemerintah Kabupaten Bandung terus menata wisata sejarah di wilayah ini demi menyelamatkan peninggalan para leluhur orang Sunda.

"Di rumah adat Kabuyutan ada satu alat yang bernama `goong renteng` yang diketahui tinggal dua dan hanya ada di wilayah Pangalengan," kata Lilis.

Tak heran, dengan panorama alam yang jelita serta budayanya yang kaya, Pangalengan layak untuk selalu dilancongi.

Tapi jangan lupa, sebelum Anda pulang, tentenglah oleh-oleh khas Pangalengen; strawberry segar, permen susu, dodol susu, dan kerupuk susu. Ini semua tak ada di daerah lain. (*)