Pemilik Kapal Sedang Upayakan Pembebasan Pelaut Indonesia
20 Januari 2011 00:10 WIB
Pasukan khusus angkatan laut Korea Selatan bersiap dalam operasi penyelamatan awak kapal di kapal Samho Samho Jewelry di Laut Arab, 21 Januari 2011. (ANTARA/REUTERS/South Korean Navy/Handout)
Jakarta (ANTARA News) - Pemilik kapal Kapal Samho Jewerly sedang bernegosiasi untuk membebaskan dua pelaut Indonesia yang disandera perompak asal Somalia di Laut Arab.
Presiden Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) Hanafi Rustandi dalam siaran persnya yang diterima di Jakarta, Rabu, mengatakan, seluruh proses negosiasi untuk membebaskan pelaut di kapal tersebut merupakan wewenang pemilik kapal, tanpa ada campur tangan dari pihak luar.
"Ini merupakan kesepakatan internasional yang harus dipatuhi semua pihak selama negosiasi berlangsung," kata Hanafi.
Dia menjelaskan KPI sudah meminta Kementerian Luar Negeri RI bekerja sama dengan pemerintah Korea Selatan (negara asal pemilik kapal) dalam upaya pembebasan awak kapal, termasuk dua pelaut Indonesia yang disandera perompak bersenjata Somalia.
KPI juga minta PT Korin Jakarta, agen penempatan dua pelaut itu menginformasikan perkembangan pelaut Indonesia yang menjadi korban penyanderaan tersebut.
Samho Jewerly, sebuah kapal kargo milik perusahaan Korea Selatan pekan lalu dibajak perompak bersenjata Somalia saat melintasi Laut Arab.
Kapal yang bermuatan 11.500 ton bahan kimia itu berlayar dari India menuju Srilangka. Sebelum ke Srilangka, kapal berbendera Korea itu menuju Uni Emirat Arab, lewat Laut Arab.
Di laut Arab inilah kapal yang diawaki 21 orang ini dibajak perompak bersenjata Somalia. Awak kapal terdiri dari 8 orang warga Korea, 11 orang dari Myanmar dan dua orang berasal dari Indonesia.
Kedua pelaut Indonesia bernama Sonny Aritonang asal Medan, Sumatera Utara, dan Ufuk Megantoro dari Surabaya, Jawa Timur.
Menurut Hanafi, nasib semua awak kapal yang disandera kelompok bersenjata Somalia itu menjadi tanggung jawab pemerintah Korea Selatan, karena kapal tersebut berbendera Korea.
Namun Indonesia tidak bisa mendesak pemerintah Korea untuk segera membebaskan awak kapal, karena negosiasi akan dilakukan oleh pemilik kapal.
"Kita hanya bisa meminta informasi dari Korea tentang perkembangan negosiasi antara pemilik kapal dengan perompak." katanya.
Kedua pelaut asal Indonesia bekerja di kapal itu melalui Collective Bargaining Agreement (CBA) yang ditandatangani pemilik kapal dengan KPI.
Sonny Sangaya Aritonang naik kapal tersebut sejak 22 Desember 2010 dengan posisi sebagai Mualim II, sedangkan Ufuk Megantoro naik kapal sejak 16 Oktober 2010 sebagai Masinis III.
Perompakan meluas
Hanafi Rustandi yang juga Ketua ITF (International Transport worker?s Federation) Asia Pasifik itu mengatakan, berdasarkan laporan Aegis Intelligence yang diterbitkan 16 Desember 2010, kasus perompakan/pembajakan kapal semakin meluas, khususnya di kawasan Timur Tengah dan Afrika.
Selama 2010 terjadi 56 kasus perompakan kapal, termasuk 29 kasus penembakan dan 17 kasus penyanderaan kapal.
Untuk mengatasinya, ITF dan asosiasi manning agent (agen pengawakan kapal) di Eropa (IMEC) dan Jepang (IMAJ) dalam forum internasional di London 13-14 Januari 2011, memutuskan untuk memperluas daerah yang berisiko tinggi terhadap perompakan kapal di Somalia, menjadi 400 mil dari pantai barat Somalia, termasuk pulau Socotra dan laut di kawasan Kenya.
Sinyal bahaya bagi kapal ini, kata Hanafi yang ikut menghadiri forum internasional di London, dikeluarkan oleh Joint War Committee (JWC) yang berpusat di London.
Organisasi ini merekomendasikan agar International Recommended Transit Corridor (IRTC) yang merupakan daerah rawan perompakan, diperluas meliputi perairan Somalia, Lautan Hindia, Laut Arab, Teluk Aden, Teluk Oman, dan Laut Merah Selatan.
Meskipun ruang gerak perompak Somalia dipersempit dengan adanya kapal-kapal patroli Angkatan Laut negara-negara PBB, seperti Amerika Serikat dengan menghadirkan Armada ke-V, namun perompakan makin meluas.
Para perompak yang dilengkapi mothership (semacam kapal induk) yang mudah berpindah ke daerah yang tidak dilewati kapal patroli.
JWC Hull War, Strikers, Terrorism and Related Perils dalam laporannya Desember 2010 menyebutkan, perompakan kapal juga meluas ke Afrika, Timur Tengah, Philipina, Amerika Selatan, bahkan Indonesia dan Malaysia.
Di Indonesia perompakan bersenjata sering terjadi di perairan Balikpapan, Jakarta, dan Selat Malaka.
Dengan semakin meluasnya kawasan berisiko tinggi bagi pelayaran, kata Hanafi, ITF bersama semua asosiasi pengawakan kapal di seluruh dunia sepakat untuk memberikan kompensasi bagi pelaut yang melintasi daerah rawan perompakan/pembajakan.
Setiap pelaut yang berlayar melewati daerah rawan perompakan akan mendapat bonus 100 persen gaji pokok. Perhitungan bonus akan dirinci sesuai lama pelayaran di daerah rawan tersebut.
Selama berlayar di daerah rawan, pelaut juga mendapat asuransi dua kali lipat, baik kecelakaan maupun kematian.
"Jika biasanya, santunan kematian akibat kecelakaan sebesar 60.000 dolar AS, maka untuk risiko kematian di daerah rawan perompakan akan mendapat 120.000 dolar AS," ujart Hanafi.
Namun, sebelum berangkat menuju daerah rawan, pelaut berhak menolak berlayar melewati daerah rawan perompakan. Nakhoda berhak menolak berlayar atau minta pemilik kapal mengizinkan melakukan deviasi sehingga kapal tidak melintasi kawasan berbahaya. (E007/S019/K004)
Presiden Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) Hanafi Rustandi dalam siaran persnya yang diterima di Jakarta, Rabu, mengatakan, seluruh proses negosiasi untuk membebaskan pelaut di kapal tersebut merupakan wewenang pemilik kapal, tanpa ada campur tangan dari pihak luar.
"Ini merupakan kesepakatan internasional yang harus dipatuhi semua pihak selama negosiasi berlangsung," kata Hanafi.
Dia menjelaskan KPI sudah meminta Kementerian Luar Negeri RI bekerja sama dengan pemerintah Korea Selatan (negara asal pemilik kapal) dalam upaya pembebasan awak kapal, termasuk dua pelaut Indonesia yang disandera perompak bersenjata Somalia.
KPI juga minta PT Korin Jakarta, agen penempatan dua pelaut itu menginformasikan perkembangan pelaut Indonesia yang menjadi korban penyanderaan tersebut.
Samho Jewerly, sebuah kapal kargo milik perusahaan Korea Selatan pekan lalu dibajak perompak bersenjata Somalia saat melintasi Laut Arab.
Kapal yang bermuatan 11.500 ton bahan kimia itu berlayar dari India menuju Srilangka. Sebelum ke Srilangka, kapal berbendera Korea itu menuju Uni Emirat Arab, lewat Laut Arab.
Di laut Arab inilah kapal yang diawaki 21 orang ini dibajak perompak bersenjata Somalia. Awak kapal terdiri dari 8 orang warga Korea, 11 orang dari Myanmar dan dua orang berasal dari Indonesia.
Kedua pelaut Indonesia bernama Sonny Aritonang asal Medan, Sumatera Utara, dan Ufuk Megantoro dari Surabaya, Jawa Timur.
Menurut Hanafi, nasib semua awak kapal yang disandera kelompok bersenjata Somalia itu menjadi tanggung jawab pemerintah Korea Selatan, karena kapal tersebut berbendera Korea.
Namun Indonesia tidak bisa mendesak pemerintah Korea untuk segera membebaskan awak kapal, karena negosiasi akan dilakukan oleh pemilik kapal.
"Kita hanya bisa meminta informasi dari Korea tentang perkembangan negosiasi antara pemilik kapal dengan perompak." katanya.
Kedua pelaut asal Indonesia bekerja di kapal itu melalui Collective Bargaining Agreement (CBA) yang ditandatangani pemilik kapal dengan KPI.
Sonny Sangaya Aritonang naik kapal tersebut sejak 22 Desember 2010 dengan posisi sebagai Mualim II, sedangkan Ufuk Megantoro naik kapal sejak 16 Oktober 2010 sebagai Masinis III.
Perompakan meluas
Hanafi Rustandi yang juga Ketua ITF (International Transport worker?s Federation) Asia Pasifik itu mengatakan, berdasarkan laporan Aegis Intelligence yang diterbitkan 16 Desember 2010, kasus perompakan/pembajakan kapal semakin meluas, khususnya di kawasan Timur Tengah dan Afrika.
Selama 2010 terjadi 56 kasus perompakan kapal, termasuk 29 kasus penembakan dan 17 kasus penyanderaan kapal.
Untuk mengatasinya, ITF dan asosiasi manning agent (agen pengawakan kapal) di Eropa (IMEC) dan Jepang (IMAJ) dalam forum internasional di London 13-14 Januari 2011, memutuskan untuk memperluas daerah yang berisiko tinggi terhadap perompakan kapal di Somalia, menjadi 400 mil dari pantai barat Somalia, termasuk pulau Socotra dan laut di kawasan Kenya.
Sinyal bahaya bagi kapal ini, kata Hanafi yang ikut menghadiri forum internasional di London, dikeluarkan oleh Joint War Committee (JWC) yang berpusat di London.
Organisasi ini merekomendasikan agar International Recommended Transit Corridor (IRTC) yang merupakan daerah rawan perompakan, diperluas meliputi perairan Somalia, Lautan Hindia, Laut Arab, Teluk Aden, Teluk Oman, dan Laut Merah Selatan.
Meskipun ruang gerak perompak Somalia dipersempit dengan adanya kapal-kapal patroli Angkatan Laut negara-negara PBB, seperti Amerika Serikat dengan menghadirkan Armada ke-V, namun perompakan makin meluas.
Para perompak yang dilengkapi mothership (semacam kapal induk) yang mudah berpindah ke daerah yang tidak dilewati kapal patroli.
JWC Hull War, Strikers, Terrorism and Related Perils dalam laporannya Desember 2010 menyebutkan, perompakan kapal juga meluas ke Afrika, Timur Tengah, Philipina, Amerika Selatan, bahkan Indonesia dan Malaysia.
Di Indonesia perompakan bersenjata sering terjadi di perairan Balikpapan, Jakarta, dan Selat Malaka.
Dengan semakin meluasnya kawasan berisiko tinggi bagi pelayaran, kata Hanafi, ITF bersama semua asosiasi pengawakan kapal di seluruh dunia sepakat untuk memberikan kompensasi bagi pelaut yang melintasi daerah rawan perompakan/pembajakan.
Setiap pelaut yang berlayar melewati daerah rawan perompakan akan mendapat bonus 100 persen gaji pokok. Perhitungan bonus akan dirinci sesuai lama pelayaran di daerah rawan tersebut.
Selama berlayar di daerah rawan, pelaut juga mendapat asuransi dua kali lipat, baik kecelakaan maupun kematian.
"Jika biasanya, santunan kematian akibat kecelakaan sebesar 60.000 dolar AS, maka untuk risiko kematian di daerah rawan perompakan akan mendapat 120.000 dolar AS," ujart Hanafi.
Namun, sebelum berangkat menuju daerah rawan, pelaut berhak menolak berlayar melewati daerah rawan perompakan. Nakhoda berhak menolak berlayar atau minta pemilik kapal mengizinkan melakukan deviasi sehingga kapal tidak melintasi kawasan berbahaya. (E007/S019/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011
Tags: