Paris (ANTARA News/AFP) - Pejabat yang melakukan tindak kekerasan terhadap pengunjuk rasa yang memicu tergulingnya mantan Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali akan diadili namun menteri-menteri yang tetap dalam jabatannya "bersih", kata PM baru pada Kamis.

Menteri-menteri yang menjabat di bawah pemerintahan Ben Ali dan tetap bekerja dalam pemerintahan baru selalu bertindak "demi menjaga kepentingan nasional," kata Perdana Menteri Mohammed Ghannouchi kepada radio Prancis Europe 1.

Ghannouchi menetapkan pemerintahan barunya pada Minggu, bertujuan untuk mempersiapkan pemilu presiden dan parlemen enam bulan ke depan pasca Ben Ali dipaksa untuk pergi setelah protes sosial selama berminggu-minggu yang menyebabkan kematian warga.

"Semua yang terlibat dalam pembunuhan tersebut harus diadili," kata Ghannouchi, menambahkan bahwa ia tidak pernah memerintahkan pasukan keamanan untuk menembak di tempat.

Partai Ben ALi, Constitutional Democratic Rally (RCD) tetap menguasai kementerian kunci yaitu luar negeri, dalam negeri, pertahanan dan keuangan meski ratusan orang berdemo di Tunis dan kota-kota lain pada Senin meminta agar partai tesebut dihapuskan.

"Mereka tetap berada di posisinya karena kami membutuhkan mereka saat ini," kata Ghannouchi. "Mereka semua bersih," tambahnya.

"Terima kasih atas dedikasi mereka untuk mengatasi beberapa pihak sehingga dapat mengurangi tindak kekerasan. Mereka bermanuver dan mengatur waktu untuk menjaga kepentingan nasional."

Ben Ali memerintah negara Afrika Utara bekas koloni Prancis itu dengan tangan besi selama 23 tahun.

Pemerintah baru juga mengikutkan tiga pemimpin dari oposisi legal dan juga perwakilan dari organisasi masyarakat sipil dengan seorang "blogger" yang ditangkap pada masa Ben Ali menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga.

Namun pemerintahan itu tidak mengikutsertakan partai politik yang dilarang termasuk partai Komunis dan Islamist Ennahdha, meski Ghannouchi mengatakan bahwa semua partai politik akan dilegalisasi dan kontrol ketat media akan dicabut.

Ia mengatakan kepada radio Europe 1 bahwa pemimpin Ennahdha, Rached Ghannouchi yang diasingkan di London tidak dapat kembali ke Tunisia kecuali pengadilan membatalkan hukuman seumur hidup yang dijatuhkan kepadanya pada 1991.

Menjawab pertanyaan mengenai klaim bahwa isteri Ben Ali, Leila Trabelsi lah, bukan suaminya yang sebenarnya memerintah hingga akhir kekuasaannya, Ghannouchi menjawab: "Kami mendapatkan kesan demikian."(*)

(Uu.KR-DLN/H-RN/R009)