Jakarta (ANTARA) - Seseorang yang terlambat menangani COVID-19 setelah terpapar virus berisiko mengalami long COVID, di mana gejala-gejala COVID-19 masih terasa setelah melewati empat pekan setelah terinfeksi.

Dokter spesialis penyakit dalam dr. Wirawan Hambali, Sp.PD dari Universitas Indonesia mengatakan pencegahan long COVID dilakukan sejak seseorang terinfeksi virus corona.

Baca juga: Apa yang perlu Anda ketahui tentang COVID-19 saat ini

"Kalau sejak awal takut diperiksa bisa bahaya karena bisa jadi pengobatan COVID-19 terlambat dan berdampak pada seberapa peradangan terjadi," jelas Wirawan dalam webinar kesehatan, ditulis Rabu.

Ketika virus corona masuk ke dalam tubuh, dampaknya bisa terjadi di berbagai organ, bukan cuma paru-paru karena virus ini punya dampak sistemik di mana seluruh tubuh bisa terkena. Virus ini bisa berdampak kepada hati, ginjal, otak, usus hingga pembuluh darah.

Bila terlambat ditangani sejak awal, dikhawatirkan peradangan terjadi di banyak tempat. Dia menganalogikan peradangan dalam tubuh seperti kebakaran hutan. Api yang sudah menyebar luas dan membakar seluruh hutan lebih sulit dipadamkan dibandingkan api yang membakar sedikit area.

"Semakin tinggi peradangan, dampak long COVID lebih banyak," katanya.

Dia mengatakan, angka prevalensi gejala pasca COVID-19 sebesar 63,5 persen dari penyintas dan sisanya tidak merasakan gejala pasca COVID-19.

Baca juga: Aplikasi telemedisin OkeKlinik tawarkan perawatan long COVID

Gejala klinis yang sering muncul di meliputi kelelahan, sakit kepala, gangguan atensi, rambut rontok, sesak napas dan batuk, nyeri otot dan sendi serta tulang, gangguan pencernaan, belum kembalinya indra penciuman dan indra perasa hingga gatal dan ruam pada kulit.

Bila dicek di laboratorium, hasil X ray juga belum normal seperti sebelum terinfeksi virus corona. Ada pula gejala psikis yang terjadi pada pasien pasca-COVID-19, yakni demensia, depresi, kecemasan, gangguan atensi dan obsesif kompulsif. Suasana hati yang berubah-ubah secara cepat juga bisa terjadi sehingga gejala pasca-COVID-19 dapat berdampak terhadap kehidupan sosial.

Seseorang disebut mengalami gejala pasca-COVID-19 akut bila gejalanya menetap selama 4-12 pekan sejak awitan COVID-19 dan pasca-COVID-19 kronik bila gejala masih bertahan selama 12 pekan atau lebih sejak awitan COVID-19.

Gejala long COVID ini berisiko pada beberapa kelompok yang terbagi menjadi jenis kelamin, usia, kondisi saat infeksi akut, etnis, komorbid dan Indeks Massa Tubuh.

Dibandingkan laki-laki, perempuan lebih berisiko mengalami gejala pasca-COVID-19. Dari sisi usia, orang-orang usia di atas 50 tahun lebih berisiko. Risiko juga meningkat bila seseorang mengalami gejala berat saat terinfeksi COVID-19 sampai dirawat di rumah sakit, terutama bila lebih dari lima gejala yang dirasakan seperti kelelahan, nyeri kepala, suara serak, myalgia dan dyspnea.

Dari sisi etnis, kulit putih disebut lebih berisiko. Orang yang punya lebih dari dua penyakit penyerta sebelum terinfeksi pun lebih berisiko terkena "long COVID". Obesitas juga punya peranan. Mereka yang obesitas berisiko terkena gejala post COVID-19.

"Ketika seseorang punya indeks massa tubuh lebih dari 30, risiko long COVID akan lebih tinggi."

Mengonsumsi vitamin bisa dilakukan seawal mungkin sejak terinfeksi COVID-19, namun konsumsi secukupnya agar tidak menimbulkan masalah baru seperti keluhan pada lambung.

Baca juga: Ribuan anak Israel alami gejala "long COVID-19"

Baca juga: Alami "long COVID-19"? Anda perlu hati-hati berkegiatan

Baca juga: Ragam cara kembalikan fungsi indera perasa usai sembuh dari COVID-19


Periksa setelah sembuh COVID-19

Seseorang dinyatakan sembuh dari COVID-19 bila tidak bergejala dan melewati masa isolasi mandiri minimal selama 10 hari dan 3 hari tanpa gejala. Antibodi terhadap COVID-19 biasanya terbentuk pada 5-10 hari setelah terinfeksi. Jadi, risiko penularan pasien yang sudah menjalani isolasi mandiri selama 10 hari atau lebih akan sangat kecil. Namun kondisi fisik setiap orang berbeda, jadi kesembuhan ditentukan berdasarkan penilaian dokter yang menangani.

Dia menganjurkan pasien yang sudah selesai isolasi mandiri atau perawatan untuk memeriksakan diri lagi setelah sebulan sejak dinyatakan sembuh.

Baca juga: Studi: Long COVID pengaruhi 1 dari 7 anak 15 minggu setelah positif

Pemeriksaan pasca-COVID-19 yang direkomendasikan Centers for Disease Control and Prevention (CDC) meliputi pemeriksaan laboratorium yang mendalam juga pemeriksaan kualitas hidup, kondisi saraf, psikiatri, respiratori, kapasitas olah jasmani dan risiko jatuh serta status keseimbangan khusus untuk pasien lansia.

Langkah awal yang bisa dilakukan adalah pemeriksaan mandiri dengan mengecek kondisi lewat kuesioner kesehatan, segera periksakan diri ke dokter atau rumah sakit bila hasilnya mengindikasikan gejala pasca COVID-19.

Cara lainnya adalah melakukan tes jalan enam menit. Idealnya, cari satu ruangan sepanjang 30 meter dan berjalan mondar-mandir selama enam menit. Kemudian ukur berapa jarak yang ditempuh selama enam menit. Bandingkan dengan jarak ideal yang seharusnya bisa ditempuh oleh pasien sehat berdasarkan usia, jenis kelamin, tinggi dan berat badan. Jika tidak mampu mencapai batas normal, ada kemungkinan terjadi gangguan di dalam tubuh.

Bila orang yang mengalami gejala pasca-COVID-19 adalah orang terdekat, penting untuk memberikan dukungan sosial agar kondisinya cepat pulih. Cara sederhana yang bisa dilakukan adalah menanyakan kabar teman yang sudah lama tidak "terlihat" setelah terinfeksi COVID-19.

Baca juga: Reisa: Pasien COVID-19 berpotensi terkena Post COVID Syndrome

"Identifikasi ada enggak depresi? Setidaknya kita bisa say hello ke teman yang baru terkena COVID-19 yang sudah lama tidak muncul," katanya, menambahkan dukungan sosial penting untuk pasien pasca-COVID-19.

Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk memulihkan kesehatan pasca-COVID-19 adalah mengonsumsi makanan bergizi, rutin berolahraga ringan, menjaga kualitas tidur, latihan pernapasan dan tidak merokok atau menghindari asap rokok. Terapi menyenangkan seperti karaoke juga bisa jadi cara melatih paru-paru agar kembali normal sekaligus menurunkan tingkat stres.

Chief medical officer WebMD, Dr. John Whyte, mengatakan, tergantung dari gejala yang dialami, seseorang bisa mendapatkan perawatan dari spesialis yang bervariasi karena gejala yang dialami setiap orang belum tentu sama.

John mengatakan, ciri pertama mengetahui seseorang merasakan long COVID adalah tubuh terasa tidak normal seperti dulu. Ada yang merasa kelelahan, nyeri perut, diare, jantung berdebar, sulit berkonsentrasi dan mengingat sesuatu. Namun ia menegaskan bahwa orang yang terkena long COVID tidaklah menular. Dia menekankan pola makan sehat, aktivitas fisik dan istirahat yang cukup bisa mengobati sebagian gejala.

"Tetapi strategi terbaik untuk menghadapi long COVID adalah pencegahan," katanya.

Lindungi diri dan orang-orang terdekat dari COVID-19 dengan cara mendapat vaksinasi. Turunnya jumlah kasus berkat pembatasan kegiatan di berbagai tempat tidak boleh melonggarkan disiplin dalam menjaga protokol kesehatan untuk menghindari ancaman gelombang ketiga di Indonesia.

Baca juga: Tips jaga kesehatan agar tak terjadi "long COVID-19"

Baca juga: Waspada potensi "brain fog" pasca infeksi COVID-19

Baca juga: Lupa hingga lemot bisa terjadi setelah sembuh dari COVID-19