SPKS ingin kemitraan petani terlibat dalam program B30
29 September 2021 12:45 WIB
Seorang petani sedang memanen tandan buah segar di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII di Kebun Sukamaju, Cikidang Sukabumi Jawa Barat, Senin (23/8/2021). ANTARA/Aditya Ramadhan.
Jakarta (ANTARA) - Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menginginkan adanya kemitraan antara petani kelapa sawit dengan perusahaan yang terlibat dalam industri biodiesel untuk program B30 agar turut mendapatkan manfaatnya.
Sekjen SPKS Mansuetus Darto dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Rabu, mengatakan selama ini belum ada kemitraan secara langsung antara petani swadaya dengan perusahaan biodiesel.
Darto mengatakan selama ini petani kelapa sawit hanya menjual tandan buah segar (TBS) ke tengkulak dengan loss income sekitar 30 persen.
Berdasarkan data Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) di empat Kabupaten di Provinsi Riau seperti Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Siak, Kabupaten Kampar, Kabupaten Rokan Hulu mengungkapkan bahwa setiap radius 5 km dari pabrik kelapa sawit yang menjadi bagian dari produksi biodiesel tidak menjalin kemitraan dengan skema yang jelas terhadap petani kelapa sawit.
Mansuetus Darto pun meminta agar pemerintah sebaiknya mengevaluasi program B30 sebelum beralih ke B40.
“Perlu ada evaluasi dari implementasi B30 saat ini dengan melihat manfaat kepada petani sawit ini sesuai dengan visi presiden, kita perlu melibatkan petani sawit swadaya dalam program ini. Jika dijalankan secara benar dan serius tentu Pak Presiden akan bangga kalau program biodiesel turut disukseskan oleh petani kecil,” katanya.
Dia berharap ada komitmen yang nyata dari Kementerian Pertanian dan Kementerian ESDM untuk mendesain skema agar petani sawit bisa masuk dalam rantai pasok biodiesel di sisi hulu.
Pemerintah saat ini tengah mengkaji kenaikan program mandatory biodiesel dari B30 ke B40. Sebagaimana diketahui, program ini menjadi salah satu strategi pemerintah untuk menekan impor solar serta bisa menghemat devisa negara.
Sesuai dengan data dari Kementerian ESDM, sampai dengan tahun 2020 program biodiesel mampu menghemat devisa negara sebesar Rp63,39 triliun serta menjadi pasar baru yang bisa menampung sekitar 8 hingga 9 juta ton CPO produksi dalam negeri.
Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan, Juri Ardiantoro mengatakan bahwa pemanfaatan biodiesel bukan hanya mengantisipasi akan hilangnya energi yang berbasis fosil tetapi juga dalam konteks lingkungan.
“Jangan sampai petani menjadi subordinasi dalam mata rantai biodiesel. Industri seperti ini tidak boleh mengabaikan kepentingan pemerintah secara umum yang bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat,” kata Juri.
Baca juga: BPDPKS siap libatkan petani dalam rantai pasok biodisel
Baca juga: Kementerian ESDM: Pemanfaatan biodiesel tumbuh 3X lipat dalam 5 tahun
Baca juga: Lemhannas: industri sawit mampu jadi pelopor agrobisnis nasional
Sekjen SPKS Mansuetus Darto dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Rabu, mengatakan selama ini belum ada kemitraan secara langsung antara petani swadaya dengan perusahaan biodiesel.
Darto mengatakan selama ini petani kelapa sawit hanya menjual tandan buah segar (TBS) ke tengkulak dengan loss income sekitar 30 persen.
Berdasarkan data Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) di empat Kabupaten di Provinsi Riau seperti Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Siak, Kabupaten Kampar, Kabupaten Rokan Hulu mengungkapkan bahwa setiap radius 5 km dari pabrik kelapa sawit yang menjadi bagian dari produksi biodiesel tidak menjalin kemitraan dengan skema yang jelas terhadap petani kelapa sawit.
Mansuetus Darto pun meminta agar pemerintah sebaiknya mengevaluasi program B30 sebelum beralih ke B40.
“Perlu ada evaluasi dari implementasi B30 saat ini dengan melihat manfaat kepada petani sawit ini sesuai dengan visi presiden, kita perlu melibatkan petani sawit swadaya dalam program ini. Jika dijalankan secara benar dan serius tentu Pak Presiden akan bangga kalau program biodiesel turut disukseskan oleh petani kecil,” katanya.
Dia berharap ada komitmen yang nyata dari Kementerian Pertanian dan Kementerian ESDM untuk mendesain skema agar petani sawit bisa masuk dalam rantai pasok biodiesel di sisi hulu.
Pemerintah saat ini tengah mengkaji kenaikan program mandatory biodiesel dari B30 ke B40. Sebagaimana diketahui, program ini menjadi salah satu strategi pemerintah untuk menekan impor solar serta bisa menghemat devisa negara.
Sesuai dengan data dari Kementerian ESDM, sampai dengan tahun 2020 program biodiesel mampu menghemat devisa negara sebesar Rp63,39 triliun serta menjadi pasar baru yang bisa menampung sekitar 8 hingga 9 juta ton CPO produksi dalam negeri.
Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan, Juri Ardiantoro mengatakan bahwa pemanfaatan biodiesel bukan hanya mengantisipasi akan hilangnya energi yang berbasis fosil tetapi juga dalam konteks lingkungan.
“Jangan sampai petani menjadi subordinasi dalam mata rantai biodiesel. Industri seperti ini tidak boleh mengabaikan kepentingan pemerintah secara umum yang bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat,” kata Juri.
Baca juga: BPDPKS siap libatkan petani dalam rantai pasok biodisel
Baca juga: Kementerian ESDM: Pemanfaatan biodiesel tumbuh 3X lipat dalam 5 tahun
Baca juga: Lemhannas: industri sawit mampu jadi pelopor agrobisnis nasional
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021
Tags: