Jakarta (ANTARA) - Ketua Pengurus Besar Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia dr. Irsan Hasan Sp.Pd, Kgeh mengingatkan agar waspada bila sakit maag tak kunjung sembuh meski sudah diobati karena mungkin yang dirasakan adalah gejala kanker hati.
"Tidak selalu mudah membedakan kanker hati dan maag," kata Irsan dalam webinar kesehatan, Selasa (28/9).
Untuk memastikan kondisi pasien yang sebenarnya, perlu pemeriksaan lebih lanjut seperti USG hati, pengukuran AFP (Alfa Feto Protein) dan PIVKA II (Protein Induced by Vitamin K Absence or Antagonist). Jika pasien diduga kanker hati, metode pemeriksaan tambahan lainnya untuk mendukung diagnosis meliputi biopsi hati, MRI abdomen dan CT-scan abdomen.
Baca juga: Hati-hati, kanker bisa muncul karena konsumsi minuman manis
Baca juga: Sering jajan di luar? hati-hati risiko kanker
Pada umumnya kanker hati tidak bergejala sampai stadium lanjut, tapi sebagian orang bisa mengalami nyeri pada perut, perut membesar, kulit dan mata menguning, mudah memar dan perdarahan serta berat badan turun tanpa alasan jelas.
Irsan mengatakan, kanker adalah penyakit progresif yang semakin lama semakin memburuk, sementara penyakit maag hilang dan timbul. Jadi, jika rasa sakitnya tak kunjung hilang dan makin memburuk meski sudah diobati, segera periksakan ke dokter untuk menjalani USG dan endoskopi. Seseorang juga harus waspada bila berat badan semakin turun tanpa alasan yang jelas.
"Kalau kanker semakin besar, berat badan turun. Kalau sakit maag terus menerus dan badan semakin kurus, hati-hati."
Dengan jumlah kasus yang mencapai 21.392 orang pada tahun 2020, kanker hati adalah salah satu kanker yang paling tinggi menyebabkan kematian di Indonesia. Kanker hati juga merupakan penyebab kematian karena kanker peringkat ke-4 di Indonesia dengan angka prevalensi 5 tahun sebesar 22.530 kasus.
Karsinoma sel hati (hepatoselular karsinoma/HCC) merupakan salah satu tipe kanker hati utama yang paling umum dengan prognosis (perjalanan penyakit) yang buruk. Di dunia, terdapat sekitar 750.000 orang per tahunnya terdiagnosis karsinoma sel hati (HCC) dan umumnya sudah pada stadium lanjut. Di Indonesia, insiden karsinoma sel hati terjadi pada 13,4 per 100.000 penduduk.
Kanker hati berisiko pada orang-orang tertentu, yakni kelompok orang yang punya penyakit hati seperti sirosis dan hepatitis B atau hepatitis C. Dia mengatakan, pasien dengan penyakit hati kronis walau fisiknya terlihat baik-baik saja tetap harus dalam pengawasan dan rutin memeriksakan diri sebelum terlambat. Kanker hati juga berisiko untuk orang-orang yang memiliki riwayat genetik penyakit tersebut.
Pencegahan kanker hati bisa juga dilakukan dengan vaksinasi hepatitis untuk bayi, skrining ibu hamil untuk memastikan virus hepatitis tidak tertular kepada bayi. Sebab, masalah kanker hati besar di Indonesia karena tingkat hepatitis juga tinggi. Kementerian Kesehatan RI mengintensifkan upaya pencegahan secara dini penularan hepatitis atau peradangan pada hati (lever) yang saat ini diperkirakan angka kasusnya sekitar 18 juta jiwa.
Sebanyak 2,5 juta orang di antaranya adalah penderita Hepatitis C. Eliminasi Hepatitis pada ibu ke anak ditargetkan tercapai pada 2022. Sedangkan eliminasi Hepatitis B dan C ditargetkan tercapai pada 2030.
Hepatitis B dan C adalah salah satu faktor risiko karsinoma sel hati, 90 persen dari kasus kanker hati primer. Di Indonesia, insiden karsinoma sel hati terjadi pada 13,4 per 100.000 penduduk. Karsinoma sel hati yang berkaitan dengan infeksi hepatitis B sebanyak 60 persen, sementara yang berkaitan dengan infeksi C sebanyak 20 persen.
Jika vaksinasi telah dilaksanakan secara baik, menjaga gaya hidup menjadi langkah selanjutnya. Makanan berlemak dan obesitas harus dihindari, begitu pula aktivitas yang minim gerak.
Baca juga: Penderita gangguan fungsi hati boleh dapat vaksin COVID-19?
Baca juga: Mengenal kanker hati, si pembunuh dalam senyap
Baca juga: Kemenkes tegaskan pentingnya pemeriksaan dini kanker hati
Maag tak kunjung sembuh setelah pengobatan mungkin gejala kanker hati
29 September 2021 10:17 WIB
Kanker Hati (National Foundation for Cancer Research (NFCR))
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021
Tags: