Jakarta (ANTARA) - Setelah diumumkan secara resmi bahwa wabah virus corona mulai melanda Indonesia pada 2 Maret 2020, volume sampah dari perkantoran dan pusat perbelanjaan di Ibu Kota juga ikut menurun.

Hal itu seiring dengan pembatasan aktivitas publik termasuk perkantoran dan pusat perbelanjaan (mal). Jumlah pekerja dan aktivitas perkantoran dikurangi hingga seminimal mungkin untuk menekan risiko penyebaran virus.

Kalaupun tetap ada yang di kantor (Work From Office), itu adalah mereka yang bekerja di sektor esensial dan kritikal. Sektor yang lain harus bekerja dari rumah (Work From Home/WFO).

Dampaknya adalah turunnya volume sampah dari perkantoran dan mal. Kemudian tempat penampungan sampah lebih banyak dipenuhi sampah dari rumah tangga.

Baca juga: DKI dapat bantuan APD untuk petugas sampah medis

Kendati dalam kurun tidak terjadi kenaikan volume sampah dari rumah tangga, namun terjadi perubahan komposisi sampah. Masker bekas pakai, pelindung wajah, dan sarung tangan mendominasi sampah di awal pandemi.

Kecerobohan, sikap masa bodoh, ketidaktahuan dan tingkat disiplin yang rendah menyebabkan tempat penampungan sementara diwarnai sampah medis. Tak sedikit pula masker bekas dibuang begitu saja di jalanan.

Ketika tersapu hujan, masker bekas itu masuk drainase (got) lalu ke sungai-sungai. Terhambatnya aliran drainase karena sampah termasuk masker bekas.

Banjir di beberapa lokasi saat pandemi selain akibat meluapnya sungai diduga juga akibat drainase yang tersumbat. Saat petugas menyurutkan genangan, tak jarang masker bekas ada di antara sampah dan lumpur yang memenuhi saluran air.

Hari-hari ini sedang digencarkan pengerukan drainase dan sungai di Ibu Kota untuk mengantisipasi banjir. Pengerukan di pintu-pintu air telah berhasil mengangkat sampah dalam jumlah tak sedikit dan masker bekas ada di antara sampah-sampah itu.

Pasti sebagian masker bekas itu sebelumnya telah ada yang lolos pintu air dan akhirnya sampai Teluk Jakarta. Padahal ada 13 sungai yang melintasi Jakarta bermuara ke teluk itu.
Pegawai mengolah limbah masker untuk dijadikan biji plastik di Laboratorium Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Cisitu, Bandung, Jawa Barat, Kamis (19/8/2021). Loka Penelitian Teknologi Bersih (LPTB) LIPI menawarkan alat teknologi untuk daur ulang limbah masker sekali pakai agar tidak menimbulkan timbunan sampah berbahaya bagi lingkungan yang nantinya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/wsj.

Perubahan komposisi
Ikhwal sampah medis ini telah dikhawatirkan berbagai pihak pada awal pandemi. Hal itu karena sampah jenis ini harus mendapat penanganan tersendiri dan semestinya warga tidak membuangnya sembarangan.

Sekitar empat bulan setelah pandemi, tepatnya 20 Juni 2020, tim peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengumumkan temuan perubahan komposisi sampah yang masuk ke Teluk Jakarta saat pandemi COVID-19. Yakni adanya sampah dari alat pelindung diri (APD) seperti masker dan pelindung wajah.

Tim peneliti sampah LIPI melakukan studi di dua muara sungai di Jakarta selama pandemi COVID-19, yakni di Cilincing dan Marunda. Mereka menemukan jumlah sampah mengalami sedikit peningkatan tapi berat sampahnya berkurang.

Salah satu anggota tim peneliti, Intan Suci Nurhati dalam diskusi secara daring saat itu mengemukakan, sebelum pandemi yang besar volumenya plastik. Tapi semasa pandemi ini ada kategori baru yang di tahun 2016 tidak ada dan sekarang ada, yaitu APD.

Sebelumnya, tim LIPI itu telah melakukan penelitian di sembilan muara sungai di Jakarta, Tangerang dan Bekasi pada 2016 termasuk di Cilincing dan Marunda.

Baca juga: Mahasiswa UGM kembangkan tempat sampah untuk olah limbah masker medis

Dalam penelitian pada 2016, ditemukan bahwa plastik adalah jenis sampah yang paling banyak masuk ke Teluk Jakarta, yakni sebesar 59 persen dari total sampah. Kebanyakan berupa stryfoam.

Dalam perbandingan komposisi sampah di dua area tersebut selama periode Maret-April 2016 dan 2020 terlihat plastik masih mendominasi jenis sampah yang ditemukan. Tapi, pada 2020 sampah jenis APD mulai ditemukan.

APD itu dulu tidak ditemukan tapi sekarang masker, baik bahan sintetis maupun kain, hazmat, pelindung wajah (face shield) itu malah menjadi 16 persen dari sampah plastik yang ditemukan. Yang semula nol justru menjadi 16 persen.

Berdasarkan studi itu, diperoleh gambaran bahwa terjadi cukup tinggi lonjakan komposisi APD sebagai sampah yang masuk ke Teluk Jakarta di masa pandemi. Itu adalah data yang didapat di lapangan dengan sumber sampah APD adalah warga Jakarta dan sekitarnya.

Meningkat
Hasil riset kolaborasi peneliti LIPI, IPB University dan Universitas Terbuka menyimpulkan sampah medis di muara sungai menuju Teluk Jakarta semasa pandemi COVID-19 juga mengalami peningkatan. Hasil riset itu diumumkan 31 Desember 2020.

Peneliti LIPI M Reza Cordova, Intan Suci Nurhati, Marindah Yulia Iswari dengan Prof Etty Riani dari Institut Pertanian Bogor (IPB University) dan Dr Nurhasanah dari Universitas Terbuka (UT) berhasil mengidentifikasi tujuh tipe dan 19 kategori sampah menuju Teluk Jakarta melalui Sungai Marunda dan Cilincing pada Maret sampai dengan April 2020.

Reza Cordova, peneliti Pusat Penelitian Oseanografi LIPI saat itu menjelaskan plastik mendominasi sampah di muara sungai sebanyak 46-57 persen dari total sampah yang ditemukan.

Jumlah sampah secara umum yang sedikit meningkat sebesar lima persen, namun mengalami penurunan berat sebesar 23-28 persen.

Hal itu menguatkan indikasi perubahan komposisi sampah semasa pandemi, yaitu meningkatnya sampah berbahan plastik yang relatif lebih ringan.

Riset monitoring sampah di muara sungai itu mencatat kehadiran sampah APD, seperti masker medis, sarung tangan, pakaian hazmat, pelindung wajah, dan jas hujan, yang sangat mencolok dibandingkan dengan sebelum pandemi.

Sampah APD tersebut menyumbang 15-16 persen dari sampah di kedua muara sungai, yaitu sebanyak 780 item atau 0,13 ton per harinya.

Reza dan timnya berharap peningkatan sampah APD di lingkungan warga mendorong perbaikan pengelolaan sampah medis yang bersumber dari rumah tangga. Hal itu lantaran sampah APD meningkatkan beban pencemaran.

Baca juga: Cara tepat buang masker bekas dan sampah medis COVID-19 rumah tangga

Tidak menutup kemungkinan sampah tersebut menjadi tempat "penempelan" mikroorganisme patogen dan bahan berbahaya bagi ekosistem perairan serta melepas bahan aditif lainnya.

Mengingat kondisi pandemi COVID-19 yang berkepanjangan, Intan Suci Nurhati mengemukakan, hasil riset tersebut bertujuan mengajak masyarakat turut berperan dalam menjaga kesehatan lingkungan.
Arsip Foto. Petugas memindahkan kantong-kantong berisi masker habis pakai dari truk milik Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta ke truk milik PT Wastec Internasional di Dipo Sampah Ancol, Jakarta, Rabu (15/7/2020). ANTARA/ADITYA PRADANA PUTRA

Ditangani
Pemerintah Provinsi DKI jakarta memastikan limbah medis ditangani secara baik. Penanganannya berbeda dengan sampah yang biasa dihasilkan perkantoran, mal dan rumah tangga.

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta menyebutkan limbah medis yang tergolong bahan berbahaya dan beracun (B3) memang meningkat. Bahkan meningkat hingga lebih 200 persen sejak Juni 2021.

Limbah medis tersebut terdiri dari alat pelindung diri bekas, hasil usap (swab) PCR, antigen dan sampah vaksinasi. Sumber volume sampah medis yang ditangani DLH berasal dari fasilitas kesehatan (faskes) yang dikhususkan dalam menangani virus corona (COVID-19).

Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Rosa Ambarsari saat ditemui di Jakarta, Senin (27/9) menjelaskan, kenaikan limbah medis tersebut terjadi ketika DKI Jakarta dilanda gelombang COVID-19 kedua pada Juni-Juli lalu.

Kala itu jumlah pasien di setiap rumah sakit dan tempat isolasi membeludak. Sampah vaksin seperti jarum suntik pun semakin meningkat lantaran kala itu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga gencar menjalankan program vaksinasi massal.

Hal tersebutlah yang membuat jumlah sampah medis di lima wilayah DKI Jakarta sempat menumpuk. Personel DLH DKI sempat berjibaku menangani lonjakan sampah medis di setiap rumah sakit dan Puskesmas.

Saat ini, Pemprov DKI menyesuaikan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dan jumlah pasien COVID-19 menurun. Jumlah sampah medis pun berkurang signifikan.

DLH masih bekerjasama dengan beberapa pihak swasta dalam menangani limbah medis dari proses pengumpulan hingga pemusnahan. Dipastikan penanganan limbah medis dilakukan sesuai prosedur agar tidak berbahaya bagi lingkungan.

Perusahaan swasta mengambil peran dengan berpartisipasi menangani sampah medis dari setiap tempat pembuangan akhir (TPA) untuk dimusnahkan di tempat khusus. Partisipasi pihak swasta tersebut menjadikan penanganan limbah medis di DKI Jakarta bisa dilakukan secara maksimal.

PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI) adalah salah satu pihak swasta yang terlibat menangani sampah medis di DKI Jakarta.

Menurut Humas PT PPLI, Arum Pusposari, dalam satu bulan, pihaknya biasa memusnahkan 10 ton sampah medis dari seluruh DKI Jakarta dan sekitarnya.

Volume sampah medis 10 ton itu dimusnahkan dalam kondisi mesin pemusnah sampah (incenerator) belum bekerja 100 persen. Kalau "incenarator" sudah beroperasi 100 persen, perusahaan bisa menerima sampah medis dan limbah B3 lainya sampai 50 ton per hari.

PT Tenang Jaya Sejahtera juga tercatat menjadi salah satu pihak swasta yang terlibat dalam penanganan limbah medis di Jakarta Barat. Perusahaan tersebut bertugas mengambil limbah medis dari Asrama Dinas Lingkungan Hidup Bambu Larangan, Jakarta Barat, untuk dimusnahkan di kawasan Karawang.

Gerobak
Selain sampah medis dari faskes, sebenarnya DLH DKI telah melakukan penanganan sampah jenis itu yang bersumber dari rumah tangga. Selama periode Januari-awal Mei 2021, misalnya, telah ditangani 497 kilogram (kg) limbah medis rumah tangga.

Limbah medis tersebut dikelola secara khusus lantaran termasuk dalam kategori B3. Pemprov DKI Jakarta telah menyediakan 42 unit gerobak motor dan lima unit truk boks untuk mengangkut limbah B3 di lima wilayah kota.

Selain itu, terdapat 51 TPS (tempat pembuangan sampah) atau depo pengumpulan limbah medis di enam wilayah kota dan kabupaten.

Kemudian DLH juga bekerjasama dengan pihak ketiga berizin dalam pemusnahan limbah B3 medis dari rumah tangga. Dalam penanganannya, ada alur penanganan pengelolaan limbah B3.

Awalnya, limbah B3 yang telah dipilah oleh warga diangkut oleh petugas dengan gerobak menuju TPS limbah B3 skala kecamatan, lalu dikirim ke TPS limbah B3 skala kota.

Baca juga: LIPI kembangkan teknologi insinerator olah sampah medis skala kecil

Selanjutnya dikirim ke pihak ketiga yang berizin. Penanganan limbah B3 itu khusus dan tidak bisa dilakukan oleh masyarakat sendiri.

Sampai pada titik ini, tampaknya ada prosedur ketat dalam penanganan limbah medis dari faskes maupun rumah tangga.

Faktor kedisiplinan dan kepedulian warga Jakarta dan sekitarnya agar tidak sembarangan membuang sampah termasuk limbah medis berupa masker bekas, akan sangat berarti dalam mengurangi limbah dari daratan yang masuk Teluk Jakarta.