Jaksa KPK blokir rekening keluarga Juarsah sampai ada putusan inkrah
28 September 2021 19:30 WIB
Terdakwa Juarsah, Bupati Muara Enim (nonaktif) menangis di hadapan majelis hakim saat menjalani persidangan, di Pengadilan Negeri Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (28/9/2021). ANTARA/M Riezko Bima Elko P.
Sumatera Selatan (ANTARA) - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan pemblokiran nomor rekening milik anggota keluarga terdakwa dugaan tindak pidana korupsi 16 paket proyek pengerjaan jalan di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan (Sumsel) Juarsah sampai ada putusan inkrah.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Ricky B Magnaz menyampaikan respons terhadap terdakwa Juarsah, Bupati Muara Enim (nonaktif) yang memohon untuk membuka pemblokiran nomor rekening keluarganya dalam sidang yang dipimpin majelis hakim Sahlan Effendi, di Pengadilan Negeri Palembang, Selasa.
“Pemblokiran nomor rekening itu dilakukan sampai ada putusan inkrah dari pengadilan atas kasusnya,” ujar jaksa Ricky.
Menurut dia, pembelokiran nomor rekening itu ditujukan sebagai langkah untuk mengamankan barang bukti yang ada dalam pemeriksaan. Apalagi saat penyidik melakukan pemeriksaan juga menemukan uang senilai Rp58 juta dalam sebuah koper di ruang kerja di rumah terdakwa.
“Hanya diblokir saja uangnya juga masih utuh. Kami juga menemukan uang yang diduga hasil jual beli jabatan karena ada amplop bertuliskan Kabid Mutasi yang disita sebagai barang bukti," kata dia lagi.
Terdakwa Juarsah dalam sidang tersebut mengatakan, keluarganya sama sekali tidak terlibat dalam kasus yang sedang ia hadapi ini, sehingga berharap hakim mempertimbangkan permohonannya itu. Sebab selain nomor rekening pribadinya yang berjumlah Rp450 juta di dua bank berbeda, penyidik KPK juga menyita dan memblokir rekening anak dan istrinya.
"Saya mohon yang mulia mengizinkan membuka blokiran rekening anak dan istri saya itu. Untuk mereka memenuhi kebutuhan hidup,” kata dia pula.
Untuk meyakinkan permohonannya itu, bahkan di hadapan majelis hakim, ia menyebut dirinya telah dizalimi dan menepis semua pernyataan saksi Elfin Mz Muchtar dan Ahmad Yani yang dalam dakwaan menyebut istri dan anaknya menerima uang untuk maju dalam Pemilu Legislatif Tahun 2019.
“Keluarga saya maju pileg hanya sebuah keisengan, tidak ada menerima uang seperti pernyataan tiga terpidana dalam sidang sebelumnya,” ujarnya lagi.
Sebelumnya, berdasarkan keterangan saksi yang dihadirkan pada sidang Kamis (19/8) yaitu Bupati Kabupaten Muara Enim periode 2018- 2019 Ahmad Yani, mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Muara Enim Ramlan Suryadi, Ketua Badan Pendapatan Daerah Rinaldo serta Ketua Proyek Ilham Sudiono menyebut terdakwa Juarsa meminta uang untuk menjadi modal pencalonan istri dan anaknya sebagai anggota legislatif.
Lalu, atas permintaan tersebut, saksi memberikan uang senilai Rp4 miliar dari total Rp10 miliar yang direncanakan, hingga terhenti setelah ada Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK 2018 terhadap Ahmad Yani, mantan Bupati Muara Enim, hingga saat ini juga menjerat Juarsah Bupati definitif yang menggantikan Ahmad Yani.
Dalam kasus ini Juarsah didakwa turut serta menerima sejumlah aliran dana dari 16 paket proyek jalan di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim TA 2019 dengan jumlah keseluruhan senilai Rp3,5 miliar.
Terdakwa dikenakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 12 B UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Baca juga: Kejati Sumsel jebloskan mantan Bupati Muara Enim ke Lapas
Baca juga: Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan tahan mantan bupati Muara Enim
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Ricky B Magnaz menyampaikan respons terhadap terdakwa Juarsah, Bupati Muara Enim (nonaktif) yang memohon untuk membuka pemblokiran nomor rekening keluarganya dalam sidang yang dipimpin majelis hakim Sahlan Effendi, di Pengadilan Negeri Palembang, Selasa.
“Pemblokiran nomor rekening itu dilakukan sampai ada putusan inkrah dari pengadilan atas kasusnya,” ujar jaksa Ricky.
Menurut dia, pembelokiran nomor rekening itu ditujukan sebagai langkah untuk mengamankan barang bukti yang ada dalam pemeriksaan. Apalagi saat penyidik melakukan pemeriksaan juga menemukan uang senilai Rp58 juta dalam sebuah koper di ruang kerja di rumah terdakwa.
“Hanya diblokir saja uangnya juga masih utuh. Kami juga menemukan uang yang diduga hasil jual beli jabatan karena ada amplop bertuliskan Kabid Mutasi yang disita sebagai barang bukti," kata dia lagi.
Terdakwa Juarsah dalam sidang tersebut mengatakan, keluarganya sama sekali tidak terlibat dalam kasus yang sedang ia hadapi ini, sehingga berharap hakim mempertimbangkan permohonannya itu. Sebab selain nomor rekening pribadinya yang berjumlah Rp450 juta di dua bank berbeda, penyidik KPK juga menyita dan memblokir rekening anak dan istrinya.
"Saya mohon yang mulia mengizinkan membuka blokiran rekening anak dan istri saya itu. Untuk mereka memenuhi kebutuhan hidup,” kata dia pula.
Untuk meyakinkan permohonannya itu, bahkan di hadapan majelis hakim, ia menyebut dirinya telah dizalimi dan menepis semua pernyataan saksi Elfin Mz Muchtar dan Ahmad Yani yang dalam dakwaan menyebut istri dan anaknya menerima uang untuk maju dalam Pemilu Legislatif Tahun 2019.
“Keluarga saya maju pileg hanya sebuah keisengan, tidak ada menerima uang seperti pernyataan tiga terpidana dalam sidang sebelumnya,” ujarnya lagi.
Sebelumnya, berdasarkan keterangan saksi yang dihadirkan pada sidang Kamis (19/8) yaitu Bupati Kabupaten Muara Enim periode 2018- 2019 Ahmad Yani, mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Muara Enim Ramlan Suryadi, Ketua Badan Pendapatan Daerah Rinaldo serta Ketua Proyek Ilham Sudiono menyebut terdakwa Juarsa meminta uang untuk menjadi modal pencalonan istri dan anaknya sebagai anggota legislatif.
Lalu, atas permintaan tersebut, saksi memberikan uang senilai Rp4 miliar dari total Rp10 miliar yang direncanakan, hingga terhenti setelah ada Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK 2018 terhadap Ahmad Yani, mantan Bupati Muara Enim, hingga saat ini juga menjerat Juarsah Bupati definitif yang menggantikan Ahmad Yani.
Dalam kasus ini Juarsah didakwa turut serta menerima sejumlah aliran dana dari 16 paket proyek jalan di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim TA 2019 dengan jumlah keseluruhan senilai Rp3,5 miliar.
Terdakwa dikenakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 12 B UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Baca juga: Kejati Sumsel jebloskan mantan Bupati Muara Enim ke Lapas
Baca juga: Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan tahan mantan bupati Muara Enim
Pewarta: Muhammad Riezko Bima Elko
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021
Tags: