Tim Survei Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) mengatakan hutan Desa Bukit Bamba di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai hutan penelitian.
"Kami menemukan banyak sekali jenis pohon dan tanaman obat. Bahkan, kami masih ketemu dengan sejumlah orangutan yang berbeda-beda sehingga berpotensi dijadikan kawasan penelitian," kata Ketua LPHD Bukit Bamba Herie Jakat melalui pernyataan yang diterima di Palangka Raya, Senin.
Dia mengatakan, sebagai bagian dari upaya untuk menjaga dan memanfaatkan secara lestari hutan desa ini, LPHD Bukit Bamba akan berkolaborasi dengan Bornoe Nature Foundation (BNF) untuk pengelolaan hutan desa tersebut.
"Harapannya, hutan desa ini dapat dijadikan untuk hutan penelitian bagi masyarakat maupun dari universitas," kata Harie.
Dia mengatakan kolaborasi dalam pengelolaan hutan desa tersebut tak terbatas pada pengelolaan dan penelitian hutan secara langsung tetapi juga dapat dilakukan melalui pendampingan dan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas LPHD.
Herie menambahkan dengan kapasitas yang ada saat ini, pihaknya menyadari belum sanggup untuk menjaga dan mengelola hutan desa secara menyeluruh. Oleh sebab itu, bekerja sama dengan berbagai pihak termasuk BNF sangat diperlukan.
"Kolaborasi itu sebagai upaya untuk meningkatkan pengelolaan hutan desa dengan baik, terutama dalam pelatihan, pendampingan serta penyediaan akses dan sarana," katanya.
Baca juga: Pemerintah serahkan pengelolaan 80.228 hektare hutan desa
Baca juga: Konflik Pengelolaan Hutan Terjadi Di 19.240 Desa
Desa Bukit Bamba telah mendapatkan izin Perhutanan Sosial dengan skema hutan desa pada Februari 2021. LPHD Bukit Bamba juga telah bekerja sama dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Provinsi Kalimantan Tengah dan BNF Indonesia untuk mengelola HD Bukit Bamba.
Hutan Desa Bukit Bamba sendiri terbagi dari tiga area di lokasi yang berbeda dan salah satu area yang telah disurvei adalah area dua. Area ini memiliki luas 350 hektar dengan populasi keanekaragaman hayati yang masih belum terdokumentasikan dan tercatat.
Sementara itu, Social Forestry Officer BNF Indonesia, LIlik Sugiarti mengatakan bahwa hasil survei hutan desa Bukit bamba khususnya di area dua memang cocok sebagai hutan penelitian.
"Ketika kami membuat transek bersama anggota LPHD kemarin sering bertemu dengan orangutan liar, owa-owa, kelasi, bahkan, beruang dan kukang. Hutan Desa Bamba merupakan limpasan hewan-hewan dari perkebunan sawit yang ada mengelilingi," katanya.
Menurut Lilik, keanekaragaman hayati yang banyak menunjukkan perlu adanya aktivitas maupun kegiatan yang berkelanjutan sehingga dapat menjaga kawasan hutan dari perambahan maupun perusakan lebih jauh. Kegiatan itu dapat berupa penelitian, ekowisata, maupun patroli.
Untuk itu, pihaknya mengadakan pendampingan dan pelatihan yang diperlukan sesuai kebutuhan para anggota LPHD maupun masyarakat setempat.
Baca juga: Masyarakat desa Bujang Raba rasakan manfaat nyata perhutanan sosial
Baca juga: Berkah 'Karbon' 2021 untuk lima desa di Bungo
"Kami menemukan banyak sekali jenis pohon dan tanaman obat. Bahkan, kami masih ketemu dengan sejumlah orangutan yang berbeda-beda sehingga berpotensi dijadikan kawasan penelitian," kata Ketua LPHD Bukit Bamba Herie Jakat melalui pernyataan yang diterima di Palangka Raya, Senin.
Dia mengatakan, sebagai bagian dari upaya untuk menjaga dan memanfaatkan secara lestari hutan desa ini, LPHD Bukit Bamba akan berkolaborasi dengan Bornoe Nature Foundation (BNF) untuk pengelolaan hutan desa tersebut.
"Harapannya, hutan desa ini dapat dijadikan untuk hutan penelitian bagi masyarakat maupun dari universitas," kata Harie.
Dia mengatakan kolaborasi dalam pengelolaan hutan desa tersebut tak terbatas pada pengelolaan dan penelitian hutan secara langsung tetapi juga dapat dilakukan melalui pendampingan dan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas LPHD.
Herie menambahkan dengan kapasitas yang ada saat ini, pihaknya menyadari belum sanggup untuk menjaga dan mengelola hutan desa secara menyeluruh. Oleh sebab itu, bekerja sama dengan berbagai pihak termasuk BNF sangat diperlukan.
"Kolaborasi itu sebagai upaya untuk meningkatkan pengelolaan hutan desa dengan baik, terutama dalam pelatihan, pendampingan serta penyediaan akses dan sarana," katanya.
Baca juga: Pemerintah serahkan pengelolaan 80.228 hektare hutan desa
Baca juga: Konflik Pengelolaan Hutan Terjadi Di 19.240 Desa
Desa Bukit Bamba telah mendapatkan izin Perhutanan Sosial dengan skema hutan desa pada Februari 2021. LPHD Bukit Bamba juga telah bekerja sama dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Provinsi Kalimantan Tengah dan BNF Indonesia untuk mengelola HD Bukit Bamba.
Hutan Desa Bukit Bamba sendiri terbagi dari tiga area di lokasi yang berbeda dan salah satu area yang telah disurvei adalah area dua. Area ini memiliki luas 350 hektar dengan populasi keanekaragaman hayati yang masih belum terdokumentasikan dan tercatat.
Sementara itu, Social Forestry Officer BNF Indonesia, LIlik Sugiarti mengatakan bahwa hasil survei hutan desa Bukit bamba khususnya di area dua memang cocok sebagai hutan penelitian.
"Ketika kami membuat transek bersama anggota LPHD kemarin sering bertemu dengan orangutan liar, owa-owa, kelasi, bahkan, beruang dan kukang. Hutan Desa Bamba merupakan limpasan hewan-hewan dari perkebunan sawit yang ada mengelilingi," katanya.
Menurut Lilik, keanekaragaman hayati yang banyak menunjukkan perlu adanya aktivitas maupun kegiatan yang berkelanjutan sehingga dapat menjaga kawasan hutan dari perambahan maupun perusakan lebih jauh. Kegiatan itu dapat berupa penelitian, ekowisata, maupun patroli.
Untuk itu, pihaknya mengadakan pendampingan dan pelatihan yang diperlukan sesuai kebutuhan para anggota LPHD maupun masyarakat setempat.
Baca juga: Masyarakat desa Bujang Raba rasakan manfaat nyata perhutanan sosial
Baca juga: Berkah 'Karbon' 2021 untuk lima desa di Bungo