BKKBN targetkan 70 persen ibu ikuti program KB pascapersalinan
26 September 2021 13:41 WIB
Tangkapan layar Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Eni Gustina dalam acara “Ber KB Secara Mudah dan Berkualitas Hanya dalam Satu Genggaman” yang diikuti secara daring di Youtube BKKBN Official di Jakarta, Minggu (26/9/2021). (FOTO ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti)
Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Eni Gustina mengatakan pihaknya tengah menargetkan 70 persen ibu hamil untuk mengikuti program Keluarga Berencana (KB) pascapersalinan.
“KB pascapersalinan adalah kunci untuk kita kejar. BKKBN menargetkan 70 persen KB pascapersalinan,” katanya dalam acara “Ber KB Secara Mudah dan Berkualitas Hanya dalam Satu Genggaman” yang diikuti secara daring di Youtube BKKBN Official di Jakarta, Minggu.
Target tersebut ditetapkan pihaknya untuk menciptakan generasi masa depan yang berkualitas bagi negara, membantu menciptakan jarak kehamilan (birth to birth interval) serta sebagai salah satu bentuk upaya untuk melaksanakan percepatan penurunan stunting (anak lahir kerdil), dimulai dengan melakukan pendampingan pada calon pengantin, ibu hamil hingga 1000 hari pertama kelahiran seorang bayi.
Ia mengatakan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia negara, diperlukan adanya upaya-upaya yang dapat mengubah pola fikir pasangan calon pengantin yang masih beranggapan bahwa setelah melakukan pernikahan harus segera memiliki anak.
“Bukan berarti setiap pernikahan itu segera punya anak, tetapi kita lihat dulu apakah sudah layak untuk punya anak atau belum,” katanya.
Untuk dapat memastikan kelayakan tersebut, pihaknya telah melakukan sejumlah upaya pendampingan yang dapat membantu calon pasangan pengantin mengetahui kondisi kesehatan calon ibu dan ibu hamil.
Ia menjelaskan pendampingan tersebut akan dilakukan bersama para bidan, Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan kader desa. Pihaknya berencana menyiapkan 600 ribu orang atau 200 ribu tim yang dapat membantu upaya pendampingan tersebut.
“Jadi di Indonesia, setiap tahun itu rata-rata ada lima juta ibu hamil. Kita berencana menyiapkan 600 ribu orang atau 200 ribu tim yang akan mendampingi ibu hamil ini. Kita berharap semua ibu hamil yang memiliki risiko itu segera terdeteksi risikonya dan segera bisa teratasi. Tujuannya supaya lahir bayi-bayi yang betul-betul sehat," katanya.
Eni menyatakan bahwa bagi ibu yang kondisinya masih belum memenuhi syarat kehamilan seperti memiliki penyakit anemia, maka setelah dilakukan pemeriksaan akan disarankan untuk menggunakan alat kontrasepsi terlebih dahulu.
Oleh sebab itu, katanya, BKKBN sedang mengembangkan Gerakan Rumah Sakit Layanan Keluarga Berencana (Gema Kencana) guna memberikan edukasi kepada masyarakat terkait dengan program Keluarga Berencana (KB) pascapersalinan, khususnya mengenai pemakaian alat kontrasepsi.
Penyediaan alat kontrasepsi itu juga telah disiapkan oleh pihaknya secara lengkap dan berkualitas. Baik alat kontrasepsi yang dapat digunakan untuk jangka panjang, jangka pendek yang hormonal sampai dengan pil atau suntikan.
Ia menegaskan semua itu dilakukan untuk dapat mengawal ibu melahirkan bayi yang berkualitas sebagai penerus bangsa di masa depan.
“Jadi pendampingan untuk mengawal semua kehamilan agar melahirkan bayi-bayi yang berkualitas,” demikian Eni Agustina.
Baca juga: BKKBN minta penyuluh untuk genjot KB usai persalinan
Baca juga: MPR apresiasi program tabungan persalinan warga miskin RSIA Malang
Baca juga: Tenaga kesehatan selamatkan sembilan persalinan korban gempa
Baca juga: BPJS Kesehatan tetap tanggung biaya persalinan
“KB pascapersalinan adalah kunci untuk kita kejar. BKKBN menargetkan 70 persen KB pascapersalinan,” katanya dalam acara “Ber KB Secara Mudah dan Berkualitas Hanya dalam Satu Genggaman” yang diikuti secara daring di Youtube BKKBN Official di Jakarta, Minggu.
Target tersebut ditetapkan pihaknya untuk menciptakan generasi masa depan yang berkualitas bagi negara, membantu menciptakan jarak kehamilan (birth to birth interval) serta sebagai salah satu bentuk upaya untuk melaksanakan percepatan penurunan stunting (anak lahir kerdil), dimulai dengan melakukan pendampingan pada calon pengantin, ibu hamil hingga 1000 hari pertama kelahiran seorang bayi.
Ia mengatakan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia negara, diperlukan adanya upaya-upaya yang dapat mengubah pola fikir pasangan calon pengantin yang masih beranggapan bahwa setelah melakukan pernikahan harus segera memiliki anak.
“Bukan berarti setiap pernikahan itu segera punya anak, tetapi kita lihat dulu apakah sudah layak untuk punya anak atau belum,” katanya.
Untuk dapat memastikan kelayakan tersebut, pihaknya telah melakukan sejumlah upaya pendampingan yang dapat membantu calon pasangan pengantin mengetahui kondisi kesehatan calon ibu dan ibu hamil.
Ia menjelaskan pendampingan tersebut akan dilakukan bersama para bidan, Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan kader desa. Pihaknya berencana menyiapkan 600 ribu orang atau 200 ribu tim yang dapat membantu upaya pendampingan tersebut.
“Jadi di Indonesia, setiap tahun itu rata-rata ada lima juta ibu hamil. Kita berencana menyiapkan 600 ribu orang atau 200 ribu tim yang akan mendampingi ibu hamil ini. Kita berharap semua ibu hamil yang memiliki risiko itu segera terdeteksi risikonya dan segera bisa teratasi. Tujuannya supaya lahir bayi-bayi yang betul-betul sehat," katanya.
Eni menyatakan bahwa bagi ibu yang kondisinya masih belum memenuhi syarat kehamilan seperti memiliki penyakit anemia, maka setelah dilakukan pemeriksaan akan disarankan untuk menggunakan alat kontrasepsi terlebih dahulu.
Oleh sebab itu, katanya, BKKBN sedang mengembangkan Gerakan Rumah Sakit Layanan Keluarga Berencana (Gema Kencana) guna memberikan edukasi kepada masyarakat terkait dengan program Keluarga Berencana (KB) pascapersalinan, khususnya mengenai pemakaian alat kontrasepsi.
Penyediaan alat kontrasepsi itu juga telah disiapkan oleh pihaknya secara lengkap dan berkualitas. Baik alat kontrasepsi yang dapat digunakan untuk jangka panjang, jangka pendek yang hormonal sampai dengan pil atau suntikan.
Ia menegaskan semua itu dilakukan untuk dapat mengawal ibu melahirkan bayi yang berkualitas sebagai penerus bangsa di masa depan.
“Jadi pendampingan untuk mengawal semua kehamilan agar melahirkan bayi-bayi yang berkualitas,” demikian Eni Agustina.
Baca juga: BKKBN minta penyuluh untuk genjot KB usai persalinan
Baca juga: MPR apresiasi program tabungan persalinan warga miskin RSIA Malang
Baca juga: Tenaga kesehatan selamatkan sembilan persalinan korban gempa
Baca juga: BPJS Kesehatan tetap tanggung biaya persalinan
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2021
Tags: