Jakarta (ANTARA News) - Mantan Direktur Utama TVRI Sumita Tobing mengadu ke Komisi Yudisial dan meminta lembaga itu memeriksa Hakim Agung Artidjo Alkostar yang diduga melanggar kode etik karena membeberkan putusan kasasi kasus Sumita kepada wartawan.
"Saya datang ke sini (KY) untuk meminta KY periksa Artidjo karena telah melanggar kode etik perilaku hakim dan memeriksa kejanggalan putusan ganda, bagaimana sih standar pemuatan putusan di website MA," kata Sumita.
Sumita mengaku laporannya diterima langsung Komisioner KY Abbas Said.
Dia menyayangkan sikap Artidjo yang melakukan konperensi pers setelah membuat putusan pada 6 Januari 2010 yang mengabulkan kasasi jaksa.
"Saya baca salah satu media bahwa majelis hakim pimpinan Artidjo sudah memutus kasus saya dengan konsperensi pers, mestinya dia harus membuat putusan tertulis terlebih dulu, lalu disampaikan ke PN Jakarta Pusat, terus disampaikan ke saya," keluhnya.
Sumita mengatakan SK Nomor 501/MK/01/UP11/2001 yang menjadi dasar menghukum dirinya merupakan SK fiktif karena Departemen Keuangan pernah mengaku tidak pernah mengeluarkan SK itu.
"Kenapa bisa Artidjo membuat putusan menghukum saya 1,5 tahun atas dasar SK fiktif? Mereka hanya menyalin dakwaan saja," kata Sumita.
Mantan Dirut TVRI ini jugamempertanyakan MA atas keluarnya dua putusan yang saling bertentangan yakni putusan majelis kasasi yang dipimpin Artidjo dan putusan majelis kasasi yang dipimpin Andi Ayub Abu Saleh tertanggal 28 Agustus 2009 yang dimuat di situs resmi MA pada akhir Oktober 2009.
"Saya hanya lihat di info perkara website MA yang sama persis dengan surat pemberitahuan berkas kasasi yang dikirim ke saya. Putusan kasasi itu bernomor 857 K/PID.SUS/2009 telah menolak kasasi jaksa, sejumlah media pun memberitakan itu dan Juru Bicara MA Hatta Ali juga membenarkan putusan kasasi yang menguatkan putusan PN Jakpus itu," jelasnya.
Sumita juga mengaku kecewa atas pernyataan Ketua MA Harifin A Tumpa yang mengatakan putusan yang dikeluarkan Artidjo adalah putusan yang benar dan ada kesalahan penyajian putusan yang pertama di website MA.
"Loh kok baru sekarang dibilang error, lalu keterangan Hatta Ali yang dulu membenarkan keluarnya putusan pertama ikut error dong," ungkapnya.
Karena itu, Sumita juga meminta KY memeriksa Hatta Ali dan petugas website MA.
Dalam pemberitaan sebelumnya, MA menghukum Sumita Tobing dengan hukuman penjara 1 tahun enam bulan setelah mengabulkan kasasi jaksa penuntut umum yang keberatan atas vonis bebas yang dijatuhkan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta.
Ketua Majelis Kasasi MA, Artidjo Alkostar mengungkapkan bahwa putusan tersebut dilakukan secara bulat oleh majelis hakim kasasi yang dipimpinnya beserta anggota majelis kasasi M. Taufik dan Suryadjaya.
Menurut dia, majelis kasasi menilai PN Jakpus telah salah menerapkan hukum dan MA menilai Sumita telah bersalah lantaran tidak berwenang menunjuk Endro Utama sebagai panitia lelang sehingga melanggar SK Nomor 501/MK/01/UP11/2001 tertanggal 7 September 2001.
Seharusnya, pihak yang berwenang menunjuk adalah bagian administrasi. Selain itu, terdakwa juga bersalah karena melakukan hasil pelelangan secara tertutup melanggar Pasal 12 Ayat (1) Keppres Nomor 18 Tahun 2000. Bahkan, PN juga salah menerapkan hukum karena proses lelangnya berdasarkan hasil yang direkayasa. Berdasarkan perhitungan BPKP terdapat kerugian negara Rp5,21 miliar.
Mantan Direktur Utama TVRI ini diduga terkait dengan pemalsuan dokumen Surat Keputusan (SK) Menteri Keuangan Nomor 501 tertanggal 7 September 2001 mengenai larangan dirinya tidak boleh melakukan duplikasi wewenang dan memberi perintah kerja kepada pegawai negeri sipil.
Selain itu, Sumita juga diindikasikan terlibat korupsi senilai Rp12,4 miliar di tubuh TVRI. Sumita diduga sengaja meloloskan pembelian peralatan dan kamera televisi dengan sistem tender fiktif.
Putusan ini juga memperbaiki kabar sebelumnya bahwa Sumita tetap dibebaskan MA berdasarkan informasi dari laman resmi MA.
(ANT/S026)
Sumita Minta KY Periksa Hakim Agung Artidjo
11 Januari 2011 13:33 WIB
Sumita Tobing. (fb)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011
Tags: