Jakarta (ANTARA) - DBS Group Research memperkirakan kurs mata uang Indonesia, Rupiah, akan stabil antara Rp14.000 dan Rp15.000 per dolar AS hingga 2022, dengan melihat ketahanan eksternal yang meningkat di tengah tantangan taper tantrum.

Ekonom Senior DBS Group Research Radhika Rao dalam kajiannya dikutip di Jakarta, Jumat, mengatakan nilai tukar rupiah telah berhasil melewati berbagai gejolak sejak tekanan akibat perang dagang AS-China pada 2018.

Kurs rupiah juga disebut tetap stabil menghadapi gejolak pasar keuangan karena pandemi COVID-19, dan sinyalemen dari kebijakan Bank Sentral AS The Fed yang cenderung “keras” sejak Juni 2021.

“Kami memperkirakan rupiah akan stabil antara Rp14.000 dan Rp15.000 per dolar AS hingga 2022,” ujar Radhika.

DBS menyebut Indonesia saat ini tidak identik dengan ketidakseimbangan makro-ekonomi. Kondisi itu berbeda dengan Indonesia saat menghadapi taper tantrum atau pengurangan alokasi pembelian obligasi oleh The Fed, pada 2013.

“Berbeda dengan episode taper tantrum 2013, Rupiah tidak dirugikan oleh ketidakseimbangan makro ekonomi saat ini,” tulis DBS dalam poin ringkasan kajiannya.

Grup ekonom dari bank asal Singapura itu menyebutkan beberapa indikator makro ekonomi seperti inflasi inti yang berada di bawah target resmi Bank Indonesia 2-4 persen, dan defisit transaksi berjalan Indonesia saat ini yang tidak seburuk pada 2013.

“Lembaga pemeringkat (rating agency) menaruh perhatian pada komitmen pemerintah untuk melakukan konsolidasi fiskal pasca-skema berbagi beban fiskal untuk memerangi pandemi,” ujar DBS.

Baca juga: DBS : Fundamental ekonomi RI lebih baik dibanding 2013
Baca juga: DBS perkirakan ekonomi Indonesia tumbuh 4 persen pada 2021
Baca juga: BKPM gandeng Bank DBS untuk dongkrak investasi asing di Tanah Air