PDIP: Rakyat Belum Sejahtera
11 Januari 2011 02:58 WIB
Sejumlah pengunjukrasa yang tergabung dalam Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) Makassar, berunjukrasa dalam rangka hari Penghapusan Kemiskinan Internasional, di kantor Gubernur Sulsel, Makassar. (ANTARA/Yusran Uccang)
Surabaya (ANTARA News) - Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Timur H Sirmadji Tjondropragolo menilai cita-cita rakyat Indonesia yang adil dan sejahtera sampai sekarang belum terwujud.
"Indikasinya, masih ada puluhan juta penduduk miskin di Republik ini," katanya dalam amanatnya pada upacara peringatan HUT ke-38 PDI Perjuangan di halaman Sekretariat DPD, Surabaya, Senin.
Menurut dia, data pemerintah yakni BPS mencatat jumlah penduduk miskin per Maret 2010 mencapai 31 juta jiwa atau 13,3 persen.
"Acuannya, penduduk miskin adalah berpenghasilan di bawah Rp7.000 (kurang dari satu dolar AS). Jika menggunakan standar PBB, penduduk miskin berpenghasilan kurang dari 2 dolar AS, maka banyak lagi penduduk miskin (78,27 juta jiwa atau 34,03 persen)," katanya.
Ia berpendapat belum terwujudnya sosialisme Indonesia atau masyarakat yang adil dan sejahtera, karena penyimpangan terhadap empat pilar kebangsaan (Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika).
"UUD 1945 sebagai landasan bernegara sudah melenceng dalam praktiknya. Demokrasi permusyawaratan kerab tergantikan dengan demokrasi berbasis individualisme yang menggunakan cara voting untuk mengambil keputusan," katanya.
Selain itu, usaha bersama dengan prinsip gotong royong seperti diatur dalam Pasal 33, praktiknya mengarah ke ekonomis berasas modal atau kapitalisme.
"Produksi gabah lokal yang mengalami surplus, kok malah impor. Itu bukti ekonomi kapitalisme," katanya.
Untuk pilar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) juga melenceng pelaksanaannya. "Banyak warga di kabupaten atau kota yang digusur karena alasan bukan warga dari kabupaten atau kota itu. Ini bertentangan dengan prinsip NKRI," katanya.
Di depan puluhan kader PDIP, Sirmadji berpesan para kader PDIP untuk terus memperjuangkan kesejahteraan rakyat.
"Apakah kader-kader di pimpinan DPRD di 18 kabupaten dan kota di Jawa Timur, termasuk sembilan kepala daerah yang baru memenangi Pilkada Jatim tahun 2010," katanya.
Ia menegaskan bahwa PDIP adalah alat perjuangan rakyat, bukan sekadar alat untuk perebutan kursi legislatif atau eksekutif.
"Penugasan kader di legislatif atau eksekufif adalah bagian dari upaya untuk menyejahterakan rakyat," katanya.
Dalam kesempatan itu, Sirmadji meluruskan sejarah PDIP yang terlahir bukan dari momentum Pemilu 1999, melainkan parpol yang ada dalam matai rantai perjuangan para kaum nasionalis sejak tahun 1973.
"Memang, pada tahun 1999, DPP (dewan pimpinan pusat) memaklumatkan nama PDI Perjuangan untuk didaftarkan ke KPU dalam keperluan pemilu," katanya.
Namun, PDIP merupakan bagian dari mata rantai perjuangan para aktivis partai nasionalis pada 10 Januari 1973, yakni PNI, Parkindo, IPKI, Partai Murba, dan Partai Katolik.
Upacara peringatan HUT ke-38 diikuti jajaran pengurus DPD, fraksi, staf, dan satgas DPD PDI Perjuangan Jatim.
Selain itu, sejumlah pengurus dari organisasi sayap maupun organisasi binaan juga hadir, di antaranya Relawan Perjuangan Demokrasi Jatim, Taruna Merah Putih, dan paguyuban tukang becak Jatim. (E011/S019/K004)
"Indikasinya, masih ada puluhan juta penduduk miskin di Republik ini," katanya dalam amanatnya pada upacara peringatan HUT ke-38 PDI Perjuangan di halaman Sekretariat DPD, Surabaya, Senin.
Menurut dia, data pemerintah yakni BPS mencatat jumlah penduduk miskin per Maret 2010 mencapai 31 juta jiwa atau 13,3 persen.
"Acuannya, penduduk miskin adalah berpenghasilan di bawah Rp7.000 (kurang dari satu dolar AS). Jika menggunakan standar PBB, penduduk miskin berpenghasilan kurang dari 2 dolar AS, maka banyak lagi penduduk miskin (78,27 juta jiwa atau 34,03 persen)," katanya.
Ia berpendapat belum terwujudnya sosialisme Indonesia atau masyarakat yang adil dan sejahtera, karena penyimpangan terhadap empat pilar kebangsaan (Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika).
"UUD 1945 sebagai landasan bernegara sudah melenceng dalam praktiknya. Demokrasi permusyawaratan kerab tergantikan dengan demokrasi berbasis individualisme yang menggunakan cara voting untuk mengambil keputusan," katanya.
Selain itu, usaha bersama dengan prinsip gotong royong seperti diatur dalam Pasal 33, praktiknya mengarah ke ekonomis berasas modal atau kapitalisme.
"Produksi gabah lokal yang mengalami surplus, kok malah impor. Itu bukti ekonomi kapitalisme," katanya.
Untuk pilar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) juga melenceng pelaksanaannya. "Banyak warga di kabupaten atau kota yang digusur karena alasan bukan warga dari kabupaten atau kota itu. Ini bertentangan dengan prinsip NKRI," katanya.
Di depan puluhan kader PDIP, Sirmadji berpesan para kader PDIP untuk terus memperjuangkan kesejahteraan rakyat.
"Apakah kader-kader di pimpinan DPRD di 18 kabupaten dan kota di Jawa Timur, termasuk sembilan kepala daerah yang baru memenangi Pilkada Jatim tahun 2010," katanya.
Ia menegaskan bahwa PDIP adalah alat perjuangan rakyat, bukan sekadar alat untuk perebutan kursi legislatif atau eksekutif.
"Penugasan kader di legislatif atau eksekufif adalah bagian dari upaya untuk menyejahterakan rakyat," katanya.
Dalam kesempatan itu, Sirmadji meluruskan sejarah PDIP yang terlahir bukan dari momentum Pemilu 1999, melainkan parpol yang ada dalam matai rantai perjuangan para kaum nasionalis sejak tahun 1973.
"Memang, pada tahun 1999, DPP (dewan pimpinan pusat) memaklumatkan nama PDI Perjuangan untuk didaftarkan ke KPU dalam keperluan pemilu," katanya.
Namun, PDIP merupakan bagian dari mata rantai perjuangan para aktivis partai nasionalis pada 10 Januari 1973, yakni PNI, Parkindo, IPKI, Partai Murba, dan Partai Katolik.
Upacara peringatan HUT ke-38 diikuti jajaran pengurus DPD, fraksi, staf, dan satgas DPD PDI Perjuangan Jatim.
Selain itu, sejumlah pengurus dari organisasi sayap maupun organisasi binaan juga hadir, di antaranya Relawan Perjuangan Demokrasi Jatim, Taruna Merah Putih, dan paguyuban tukang becak Jatim. (E011/S019/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011
Tags: