Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan dukungan kepada program smart farming petani milenial untuk meningkatkan produktivitas sektor pertanian.

“Program Millennial Smartfarming diharapkan dapat meningkatkan produktivitas hasil pertanian dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan dan pemulihan ekonomi nasional sebagai dampak adanya pandemi COVID-19,” kata Menko Airlangga dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Jumat.

Menko Airlangga yang meninjau lokasi pertanian dengan konsep smart farming di Klaten, Jawa Tengah, menyempatkan diri untuk berbincang dengan salah satu petani milenial bernama Hartoyo.

Hartoyo sebelumnya bekerja kantoran di Jakarta, namun saat ini ia sangat menekuni pertanian karena diakuinya penghasilan yang didapatkannya dari bertani lebih besar. Ia juga menjelaskan kepada Menteri mengenai mekanisasi pertanian otomatis menggunakan aplikasi yang diinstal di gawai tablet dan tenaga surya yang sudah digunakannya selama tiga bulan. Menurutnya, konsep Smart Farming 4.0 memberi jalan keluar bagi petani dalam menghadapi tantangan perubahan iklim.


Baca juga: BNI uji coba "smart farming" di lima provinsi

Program Millenial Smartfarming merupakan ekosistem pemberdayaan milenial melalui pembinaan dan pengembangan ekosistem pertanian digital (IoT) dari hulu ke hilir serta meningkatkan Inklusi Keuangan Desa.

Program tersebut bertujuan mengimplementasikan pertanian cerdas dengan penerapan digitalisasi pertanian dengan Internet of Things (IoT), membentuk ekosistem pertanian dengan pembukaan akses pasar kepada petani, sehingga penghasilan petani terjamin serta mengoptimalkan inklusi keuangan perbankan di desa, dan memperkuat kelembagaan petani milenial yang dilakukan oleh berbagai stakeholder.


Baca juga: ASEAN perlu investasi "smart farming" untuk dukung ketahanan pangan


Selanjutnya Airlangga bersama Wakil Bupati Klaten dan Direktur Hubungan Kelembagaan BNI mencoba menanam padi menggunakan transplanter, sebuah mesin menanam otomatis.

“Hasilnya dengan sistem ini bisa antara 6-7 ton per hektare, dalam dua tahun bisa dua kali panen. Harga dasar gabah saat ini mendekati Rp5 ribu, karena Srinuk (modifikasi beras Rojo Lele yang asli Klaten). Kalau semuanya menggunakan teknologi diharapkan produktivitas akan lebih tinggi lagi, apalagi sudah menggunakan alsintan otomatis untuk penanaman,” ujar Airlangga.


Baca juga: Pemerintah tingkatkan daya saing produk pertanian di pasar global